21° |Ulah Elsa|

1.5K 152 12
                                    


Liya mendudukkan tubuhnya ke sofa, hari ini Alif membawanya ke rumah sakit. Liya kekeh ingin ikut bersama sang suami meski Alif menolak, dan pada akhirnya keinginan Liya tidak bisa di tolak.

Kehamilan Liya kini sudah memasuki tujuh bulan, semua orang semakin di buat tak sabar menunggu kelahiran bayi kecil di keluarga Alif.

"Pagi bumil," sapaan seseorang dari arah pintu masuk membuat Liya menoleh dengan cepat.

Perempuan itu tersenyum ramah. "Eh, Doni. Kirain siapa?"

Doni ikut terkekeh kecil. "Ini aku bawain susu hangat khusus ibu hamil." Ujarnya, laki-laki itu meletakkan susu hangat yang ia bawa ke meja.

"Pasti Alif yang suruh ya? Jadi ngerepotin." Ucap Liya tak enak hati, namun seperti yang Alif katakan Doni itu baik. Ia peduli pada Liya seperti sahabatnya sendiri, seperti ia menyayangi sahabatnya Alif.

"Ya ngak lah, di minum tuh!" Sugut Doni dengan santainya.

Liya mengangguk. "Kamu ngak ada pasien?"

"Kebetulan sekarang lagi kosong, tapi," Doni melirik jam di tangannya sekilas, lalu laki-laki itu kembali tersenyum kecil pada Liya. "Sebentar lagi pasien PIV saya datang buat cek up." Lanjutnya.

"Wah, asik nih punya pasien VIP." Goda Liya, Doni hanya terkekeh geli.

Memiliki pasien Bukan VIP tidak bisa di bilang sebuah keberuntungan, dokter yang sudah terkontrak harus siap melayani pasien VIP dengan segenap jiwa raga bahkan jika hari libur mereka harus tetap di pakai untuk memantau kondisi pasien VIP. Itu sedikit menyebalkan untuk dokter yang masih muda dan masih singgel seperti Doni.

Doni tersenyum pelan. "Ya, alhamdulillah masih ada yang mau pakai." Jawabnya dengan nada biasa, seolah tak ada yang istimewa untuk menjadi dokter pribadi. "Kalau kamu butuh sesuatu, kontak aku aja. Aku keruangan dulu."

"Ya, makasih loh susu nya." Ucap Liya dengan tawa kecilnya.

Doni mengangguk santai. "Sama-sama." Laki-laki itu pun berlalu dari ruangan Alif.

Liya tersenyum kecil, susu hangat di depannya pun menjadi tatapan berikutnya. Liya menarik susu hangat buatan Doni, dan menyeruputnya sedikit demi sedikit.

Agar tak bosan menunggu, Liya melakukan aktivitas kecil seperti bermain ponsel atau sekedar membaca majalah dan buku-buku yang ada di bawah meja tamu. Namun lama kelamaan perempuan itu tetap meresa bosan sendiri, ia bahkan tak punya teman bicara sejak satu jam kebelakang.

"Alif masih lama ngak ya? Bosan juga nunggu di ruangan aja." Gumam Liya mengeluh.

Perempuan itu beranjak dari sofa tempat duduknya, mendekati meja kerja sang suami. Sebuah foto dalam frame berukuran 10 r terpajang dengan baik menghadap kursi kerja Alif. Perempuan itu tersenyum samar, itu adalah foto pernikahan mereka.

"Permisi."

Salam seseorang di luar itu di ikuti ketukan kecil.

"Ya, masuk." Jawab Liya lembut, perempuan itu menoleh dengan senyum ramahnya saat mendengar pintu ruangan terdorong masuk. Namun wajah ceria itu seketika berubah kaku. "Elsa." Gumam Liya.

Perempuan yang Liya sapa balas tersenyum kecil, "Liya." Ucapnya.

Liya beranjak mendekati Elsa, tingkahnya berubah menjadi canggung. "E, kamu mau ketemu Alif ya? Itu, Alif nya, masih ada pasien." Ucap Liya kaku, perempuan itu tersenyum salah tinggal dan sesekali menggaruk tengkuknya. "Duduk dulu, biar nanti saya cari Alif." Ujar Liya mempersilahkan.

Elsa menggangguku pelan. "Ayo sayang," ucap Elsa, perempuan itu menoleh kearah pintu masuk.

Seseorang muncul di balik pintu, dengan senyum lebar dan mata yang sipit laki-laki itu menyapa Liya.

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang