Alif di buat gelisah dengan keadaan Liya, perempuan itu terus murung sejak kepergian Elsa. Liya memilih berdiam diri di kamar, bahkan perempuan itu mengacuhkan Alif yang terus menemaninya."Hei, kita makan siang dulu yuk! Udah jam sebelas tuh." Bujuk Alif, laki-laki itu menyentuh pundak Liya yang terbaring di sebalahnya.
"Duluan aja Lif, nanti aku nyusul." Jawab Liya sekenanya.
Suara lemas Liya membuat Alif semakin cemas, bahkan gadis itu sama sekali tak menatapnya meski sudah sejak tadi Alif duduk di sebelahnya. "Liya, kamu jangan banyak pikir. Ingat bayi kita," nasehat Alif.
Perempuan yang masih terbaring itu hanya menggerakkan badannya, sama sekali menoleh pada sang suami. "Aku baik-baik aja, cuma lagi pengen tiduran aja." Jawab Liya.
Tok.
Tok.
"Permisi."
Ketukan serta sapaan dari arah pintu membuat Alif menoleh, dan mendapati Sesil berdiri di ambang pintu yang memang tak tertutup. Alif beranjak dari dudukannya dan mendekati sang adik.
Sesil menatap iba pada Alif yang menatapnya tak semangat. "Ini makanan buat kakak sama kak Liya, sekalian Sesil mau pamit. Soalnya Sesil ada kelas siang," ujar Sesil pelan, gadis itu tak enak hati harus berpamitan di saat seperti ini.
Alif mengangguk dan mengambil nampan yang Sesil arahkan padanya. "Ya udah, kamu hati-hati. Makasih makanannya." Tutur Alif, laki-laki itu sedikit mengenyah senyum membuat Sesil ikut tersenyum lirih.
"Assalamualaikum," tutur Sesil lembut.
"Wa'alaikum sallam." Balas Alif.
Sesil menatap Liya yang terbaring di tempat tidur. Sungguh tak biasanya Liya tak menyapanya, atau sekadar menjawab salamnya.
"Ngak usah hawatir," ucap Alif, menatap Sesil yang terlihat ragu untuk pergi.
Sesil menghela napas tak semangat, "kakak kabarin aku jika kak Liya minta sesuatu, nanti Sesil usahakan pulang cepat."
"Kamu pokus aja kuliah, soal kak Liya biar kakak yang urus." "Udah sana berangkat!" Suruh Alif menyugut.
Sesil hanya bisa mengagguk pasrah, dengan berat hati meninggalkan Liya. Alif menatap punggung Sesil yang menjauh, dan hilang ketika sudah menuruni tangga.
Laki-laki itu membawa nampan berisi makan siang dan meletakkannya di nakas. Alif kembali duduk di sebelah Liya, perempuan itu sama sekali tak memberi reaksi.
"Kamu makan dulu ya, ini udah di masakin sama Sesil." Bujuk Alif lagi.
"Lif, aku ngak laper." Liya membalikkan tubuhnya, perempuan itu menatap Alif. Helaan napas yang berat keluar dari hidung Liya saat melihat wajah Alif yang menatapnya sedih. "I'm ok Lif, nanti aku makan kok. Kamu makan aja dulu." Ucapnya, gadis itu tersenyum lirih lalu kembali membalikkan tubuhnya, membelakangi Alif.
"Aku ngak akan makan kalau kamu ngak makan,"
Liya kembali menoleh, mata hazel itu menilik tak suka. "Yah, terserah kamu." Jawabnya singkat, seolah tak peduli apapun lagi.
Perempuan itu mendudukkan tubuhnya di bibir tempat tidur, namun posisinya masih membelakangi Alif. Untuk beberapa saat, perempuan itu hanya terdiam sebelum akhirnya Liya memutuskan beranjak dari tempat tidur, Alif ikut mendekati Liya yang hendak masuk ke kamar mandi.
"Hei."
Alif memutar tubuh Liya membuat perempuan itu menghadap padanya. "Aku suami kamu, dan kamu sudah janji akan hadapi apa pun bersama. Kamu lupa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Alif
Romance"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" Natasya Apriliya, gadis itu tak pernah menyangka jika perjalan rumah tangganya dengan Deni Afriansyah, orang yang ia cinta harus begitu pahit. San...