25° |Bantuan Aleta|

417 67 1
                                    

Sebelum lanjut----
Aku sebagai penulis, mohon maaf atas kerinduan kalian sama cerita ini,🙏 serta pada cerita lain yang aku gantungin kayak ikan asin😅✌ canda kok. ☺

Pokoknya. Mimin benaran mohon maaf, sebab semenjak ngurusin skripsi mimin memilih off dulu masalah tulis menulis. 😇 mohon dimaklumi ya... Karena kuliah semester akhir itu agak berat😅😅

Tanpa basa basi lagi. Langsung take up ke cerita aja....
🤗🤗🤗 selamat membaca....

_
_

Liya menoleh sekilas saat beberapa perempuan yang sudah dua hari ini bolak-balik masuk ke dalam kamar tempat ia di kurung oleh Alva. Tiga perempuan itu sudah sejak kemarin membujuk Liya untuk makan, namun sampai hari ini perempuan itu tidak makan dan minum sama sekali.

"Makan nyonya, tolong jangan buat kena amukan tuan Alva lagi," bujuk salah satu perempuan yang membawakan nampan berisi makanan dan susu.

"Kami tahu, nyonya sedih tapi kamu juga akan dalam masalah jika nyonya tidak makan juga hari ini." timpal wanita yang satunya lagi. "Bayi nyonya butuh asupan, jika nyonya tidak makan makan nyonya bukan hanya menyiksa diri nyonya, tapi anak nyonya juga akan kena imbasnya. Air susu nyonya bisa saja tidak berproduksi." nasehatnya.

Liya menatap iba tidak perempuan yang berdiri di sbelahnya. "Aku hanya ingin keluar dari tempat ini, tolong bantu aku." mohon Liya.

Tiga wanita itu saling menatap dan tertunduk tak berdaya. "Kami mohon maaf, kami tidak bisa membantu." lirih salah satunya.

"Makan lah nyonya, kasihan putrinya." bujuk wanita itu dengan suara lembutnya.

Liya melirik Kanza yang tertidur pulas di sebalahnya, benar yang dikatakan pelayan itu jika produksi susunya mulai berkurang. Padahal Liya hanya ingin membuat Alva berbelas kasihan dan membebaskan dirinya namun sepertinya itu sungguh mustahil. Bahkan Alva menyuguhkan banyak hal agar Liya betah bersamanya.

Huuekk... hueek...

"Tinggalkan saya sendiri," pinta Liya.

"Tolong dimakan nyonya, ini demi putri anda." ujar salah satu pelayan wanita.

Liya mengangguk pelan membuat ketiganya tersenyum lega dan berlalu meninggalkan ruangan itu. Liya menggendong Kanza yang merengek semakin jadi.

"Tenang sayang, ini mama." Liya membuai putri kecilnya sembari menimang-nimangnya pelan. "Sabar sayang, kita pasti akan kaluar dari tempat ini. Mama akan cari cara agar kita bisa pergi dari rumah ini." Tanpa Liya sadari matanya mulai memanas dan bulir bening itu lolos dari pelupuknya. Liya tak ingin terlihat lemah, namun rasa cemasnya selalu mengalahkan ketegarannya.

Suara Kanza memelan, dan perlahan putri kecil Liya itu kembali tertidur. "Apa aku harus makan? Tapi kalau aku ngak makan, asi ku pasti berkurang. Apa yang harus aku lakukan? Ya, Allah. Beri aku ke kuatan dan petunjuk." lirih Liya putus asa.

Liya meringis sembari memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. "Jangan sekarang," guling Liya menahan sakit pada bagian kepalanya.

"Selamat siang istri ku." sapaan manis dari pintu kamar membuat Liya menoleh dan memasang wajah datar. Sekuat tenaga Liya menahan sakit yang mendera kepalanya, dan memasang wajah dinginnya. "Kenapa ngak dimakan? Mau aku suapin?" Alva mendudukan dirinya di king size dan menatap lurus pada Liya.

"Lepasin aku Va, biarkan aku pulang." pinta Liya dengan raut dingin. Laki-laki yang kini menatapnya tersenyum tipis, dan memakai tangannya ke arah Liya membuat Liya sedikit menarik tubuhnya.

Alva mengusap ujung jarinya dengan lembut puncak kepala Liya lalu terkekeh kecil. "Pulang?" Alva menancapkan tatapannya tepat di manik Liya, "Sayang, ini rumah kita. Kamu lupa, ya? Ini vila yang aku jadikan mahar untuk kamu pas kita nikah."

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang