18° |Keikhlasan Seseorang Alif|

1.7K 165 8
                                    


Kondisi Liya berangsur membaik setelah mendapat transfusi darah dari Alif, Doni yang memantau kondisi keduanya ikut lega karena kondisi Liya cepat membaik. Ada kehawatiran pada Doni jika kondisi Liya tidak segera pulih, maka suaminya yang akan tumbang. Alif tidak akan menghentikan transfusi sampai kondisi Liya benar-benar stabil.

Kondisi Liya yang sudah stabil membuat Doni memutuskan memindahkan istri Alif itu keruang inap.

"Selamat pagi," sapa suster Yeni saat memasuki ruang inap Liya, ia membawakan dua sarapan di yang tersusun rapi bersama dua gelas minuman di nampan.

Doni terkesiap dari tidur ayamnya, sejak semalam laki-laki itu ikut menemani Liya diruangan inap. Ia harus memantau kondisi Liya, dan juga kondisi sahabatnya yang super bandel itu. Doni menguap pelan sambil meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku akibat tidur dalam posisi duduk.

Doni mendekati laki-laki yang terbaring di berankar, tepat di sebelah Liya. "Lif, are you ok?" Tanya Doni dengan perhatian.

Alif mendeham lemas, dilihat dari gerak tubuhnya yang masih lemas Doni bisa menyimpulkan jika kondisi laki-laki itu belum pulih seutuhnya. Semalam Alif membutuhkan beberapa kantong infus untuk mengisi tenaganya, bahkan laki-laki itu di paksa Doni untuk beristirahat lebih cepat.

Doni menatap suster Yeni yang memeriksa kondisi Liya. "Sus tolong pastikan dokter Alif sarapan," pinta Doni membuat sahabatnya yang masih terbaring itu menatapnya bingung. "Saya mau bersih-bersih dulu." Ucap Doni membalas tatapan Alif dengan tatapan tajam.

"Ya dok," jawab suster Yeni dengan patuhnya.

Doni berlalu dari ruangan, untunglah rumah sakit menyediakan ruangan khusus untuk setiap dokter. Jadi mereka tak perlu balik rumah hanya untuk bersih badan atau sekedar ganti pakaian.

Suster Yeni bersedakap menahan Alif yang hendak turun dari berankar. "Dokter mau ngapain? Kondisi dokter belum lah pulih, istirahat lah sebanyak lagi."

"Bagaimana kondisi istri saya?" Balas Alif, laki-laki itu hanya bisa menatap sayu wajah pucat Liya.

"Kondisi denyut nadi dan tekanan darah sudah sangat normal," jawab suster Yeni, ia tak perlu mengatakan jika pasien masih dalam pengaruh obat, itu sebabnya ia belum sadarkan diri. Dokter muda itu sudah tahu dengan pasti akan hal itu.

"Makasih Yen." Tutur Alif sekenanya.

"Dokter sarapan dulu, saya sudah bawakan makanan berat untuk memulihkan kondisi dokter." Ujar Suter muda itu, ia mengambilkan makanan yang sudah ia siapkan sebelumnya.

Alif mengambil alih piring dari tangan suster Yeni. "Saya bisa sendiri kok Yen, kamu bisa tolong ambil chandhelle yang ada di ruangan aku. Istri sangat sensitif dengan aroma rumah sakit," pinta Alif.

Suster Yeni mengangguk pelan, sebenarnya ia harus memastikan dokter muda itu makan tapi ia juga tidak bisa menolak perintah Alif. "Baik dok," jawab Suter Yeni pelan.

Hanya berselang detik dari kepergian suster Yeni, Alif beranjak dari berankar tempatnya beristirahat, dan meletakkan kembali makanannya di nakas. Laki-laki itu membawa batang infusnya mendekati Liya dan duduk di sebelah perempuan yang masih terbaring tak sadarkan diri.

Entah dirinya yang mencoba menghibur diri sendiri atau memang ada perasaan yang memaksanya untuk tersenyum, namun tiba-tiba bibir Alif tertarik membentuk lengkungan kecil. Tangannya yang bebas langsung menggenggam tangan Liya, lalu mengecupnya lembut. "Selamat pagi sayang, selamat pagi anak papa-papa." Mata hitam itu beralih ke perut sang istri yang masih sangat ramping.

Alif terdiam, bayangan hari kemarin kembali terlintas di benaknya. Alva, suami Elsa adalah suami Liya yang sudah hilang bertahun-tahun, Deni Ferdiansyah.

Cinta AlifTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang