Kebahagiaan menyelimuti Syafa, semenjak putrinya mengenal Alif. Senyum yang sudah menghilang hampir empat tahun itu kmbali, meski kadang Liya masih menyembunyikan diam-diam.
"Lihat, siapa yang lagi dengan senyum sendirian?" Tegur Syafa membuat gadis yang menyandarkan tubuhnya pada besi balkon itu terenyah dari lamunan dan dengan cepat menoleh.
"Mama," ucap Liya dengan senyum kecilnya.
Syafa ikut tersenyum. "Senang banget kayaknya."
Liya menggeleng kaku. "Enggak! Liya biasa aja." Jawabnya, menyembunyikan senyumnya.
"Biasanya kamu cemberut, nih kayak gini." Syafa menekuk wajahnya, memperagakan bagaimana wajah cemberut Liya yang kenal.
"Mama, malah ledekin anaknya." Dumel Liya menatap malas pada mamanya. "YA UDAH! Liya cemberut nih." Liya menekuk wajahnya seperti biasa.
"Jangan dong," Timpal Syafa dengan senyum gelinya, tingkah Liya yang seperti ini yang ia rindukan. Putri manja yang bisa membuatnya tertawa, karena tawa Liya segalanya.
Liya mencebik. "Habisnya," cibirnya membuat sang mama semakin tak mampu menahan tawa kecilnya.
Syafa menatap lurus pada Liya sambil mengusap lembut rambut putrinya itu. "Kamu sadar ngak? Kalau kamu sekarang mulai banyak bicara dan senyumnya itu loh!" Syafa mencuil gemas pipi Lya membuat gadis itu menatap sang mama dengan mata yang memicing. "Mama senang, anak Mama kembali."
"Memangnya Liya kemana? Liya kan ada di rumah." Sahut Liya menatap heran sang mama.
Syafa mengangguk kecil. "Dirumah raganya, jiwa ngak tahu dimana." Sambung Syafa dengan senyum usil kearah Liya.
"Mama," guming Liya, wajah berubah kesal. Sejak tadi ia menjadi bahan lelucon Syafa.
Tawa Syafa semakin melebar melihat wajah Liya yang menggemaskan, Syafa mencubit gemas pipi Liya yang mengembung membuat gadis muda itu ikut tertawa kecil menatap sang mama. "Ya sudah, ayo sarapan dulu. Di bawah ada papa." Ajak Syafa.
"Papa sama Mama ngak ngantor?" Balas Liya menatap lurus sang mama.
"Kita mau temanin kamu aja dirumah, masa mempelai ditinggal dirumah sendiri. Tinggal tiga hari lagi loh." Jawab Syafa menguyon.
"Em, lebai deh ma." Cibir Liya.
Syafa tersenyum. "Perhatian," rakyatnya membuat Liya balas menatapnya dengan senyum simpul.
"Makasih." Tutur Liya yang langsung memeluk tubuh sang mama.
Syafa membalas pelukan Liya untuk sesaat. "Ayo turun! Nanti papa marah di tinggal lama-lama." Sugut Syafa, putrinya itu hanya mengangguk di iringi senyum rekah.
Syafa dan Liya berlalu turun dari kamar, keduanya mendekati sang papa yang sudah duduk di meja makan.
"Pagi pa," sapa Liya ceria, membuat perhatian Fahtur teralihkan dari koran yang sejak tadi menemaninya
Fahtur terperangah, Liya tersenyum begitu ceria pagi ini. Pagi sayang," balas Fahtur masih dengan raut bingungnya, namun tak mau merusak suasana bahagia itu. Fahtur bersikap seolah semua biasa. "Gimana? Kemarin kamu sama Alif udah cek gedung resepsi, udah berapa persen?" Lanjut Fahtur dengan pertanyaan.
Liya tersenyum kecil pada sang papa. "Udah hampir 90% kok pa, mungkin sekarang udah 100% kali. Kerja mereka bagus kok." Jelas Liya.
Fahtur mengangguk. "Alhamdulillah, kalau gitu tinggal nunggu hari H dong!" Godanya.
Liya menatap sang papa heran. "Buat apa di tunggu, harinya pasti datang kok." Jawabnya.
"Kamu ngak gugup?" Timpal Syafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Alif
Romance"Cerita ini telah diikutsertakan dalam kompetisi ODWC menyambut Anniversary AMB Publisher tahun kedua" Natasya Apriliya, gadis itu tak pernah menyangka jika perjalan rumah tangganya dengan Deni Afriansyah, orang yang ia cinta harus begitu pahit. San...