14. Salah Nama

485 97 24
                                    

Tu kaaan, dabel apdet kan? Saya kan baik hati dan tidak sombong :D

Pagi ini, nama Ilyas menjadi pembicaraan hangat di tengah-tengah cewek di sekitar Inara. Pasalnya, belum lama ini ada seseorang yang menangkap layar status Ilyas dalam WA, lalu mengunggahnya di Instagram dan menandai akun milik Ilyas yang seketika menciptakan kehebohan yang berlebihan.

Dalam foto tersebut, terdapat sebuah motor matic yang terparkir di antara motor-motor besar. Usut punya usut, motor matic yang ada di tengah merupakan milik Ilyas. Kutipan yang menyertai unggahan Ilyas pun tidak luput menjadi perhatian.

Demi memastikan apa yang ia lihat, Inara membuka ponselnya dan menonton story WhatsApp Ilyas.

"Siapa sangka motor matic punya banyak bodyguard sekeren itu?" gumam Inara, membaca kutipan yang ada. Matanya mendapati emoticon tawa.

Rasa-rasanya tak ada yang aneh dengan motor matic putih Ilyas, makanya Inara heran dengan kehebohan yang tercipta sedari bel jam pelajaran pertama belum berbunyi. "Emangnya apa yang aneh kalau motor matic jejeran sama moge?" tanya cewek itu akhirnya.

Padahal mau dilihat dari sudut mana pun, motor yang dimaksud itu punya dua ban, dua setang, memiliki standar, berbahan bakar bensin, dan pengendaranya mesti mempunyai SIM dan mengenakan helm untuk bisa mengoperasikannya tanpa merasa was-was ketika bertemu dengan polisi lalu lintas.

"Ya itu keajaiban, Ra. Apalagi tu motor matic pede banget nyempil di antara motor-motor lain yang bagi kita-kita kelihatan jauh lebih keren."

Inara memandang Risa yang barusan menyahutinya, aneh. Ada keinginan dalam dirinya untuk membantah, namun urung ia lakukan. "Oooh, gitu."

"Lagian sebagai anak band zaman now yang lagi tenar, pasti bisa beli motor kayak lainnya. Tapi dia tetep hidup sederhana dengan bawa motor matic. Jadi, kurang pantas apa dia dijadiin idola dan calon suami masa depan?"

Meski merasa cukup puas dengan jawaban yang diutarakan oleh Risa, Inara tetap menambahkan sebuah catatan di salah satu halaman buku kecilnya agar tidak mudah lupa jika suatu hari nanti ia butuh pertanyaan yang sekarang mengendap di benaknya.

Kenapa Kak Ilyas lebih suka bawa motor matic?

***

"Ini seriusan, kita bakalan main voli?" tanya Risa, sesaat setelah baru saja menaruh seragam identitas sekolahnya di laci meja.

"Ya seriusan, lah. Kan tadi Pak Fatih udah ngasih arahan," jawab Rara, mengingatkan isi pesan guru PJOK mereka, sembari membetulkan lipatan seragam yang baru saja diganti supaya tak kusut setelah ditinggal berolahraga.

"Tapi kan gue nggak bisa main voli. Nanti kalau tangan gue merah-merah, gimana? Apalagi kalau kena lubang yang buat mompanya itu, sakit banget itu."

"Ya mau gimana? Kan emang hari ini kita praktik main voli. Biar sehat."

"Lo sih enak, punya ibu yang jago main voli."

"Kan yang jago bundaku. Aku mana bisa kayak gitu?" Entah mengapa, jika menyangkut permainan bola voli, kemampuan Inara pasti disangkutpautkan dengan kemahiran ibunya dalam mengolah bola pompaan yang berwarna kuning, biru, dan putih itu. Sementara bagi para temannya, ia memang punya kemampuan yang lebih baik daripada mereka. Meski sebenarnya ia cuma bisa-bisaan saja.

"Kalau lo nggak bisa main voli kayak gue, jangan salahin orang kalau mereka nggak percaya bahwa lo anaknya Tante Rara. Masa, anak pelatih voli nggak bisa main voli?"

"Ya nggak gitu juga, lah."

Risa terkekeh geli, kemudian tangannya menarik pergelangan tangan Inara agar lekas keluar dari kelas.

Setala GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang