Halo!
Berhubung ini fiksi remaja, yang tokoh dan sasaran pembaca utamanya adalah remaja, cerita ini buat lucu-lucuan aja, ya. Ngahahaha.
Oh, iya. Maaf untuk insiden tadi. Aslinya mau mencet titik tiga malah nggak sengaja kepencet 'publikasikan'. Namanya juga ngetik langsung di aplikasi hp 🤭
Yodah, selamat membaca! Jangan lupa komen ;)
🍂🍂🍂
"... Nggak apa-apa sih dia judes. Soalnya gue pernah dengar ceramah dari Gus Baha, katanya ciri-ciri cewek solehah akhir zaman tuh emang judes gitu." -Setala Gema
Bagi Inara, mendengar azan subuh ketika masih berpelukan dengan bantal di atas ranjang sudah merupakan kerugian yang luar biasa. Pertama, ia jadi tak punya waktu lebih lama untuk menikmati udara dan embun pagi yang baik bagi kesehatannya. Kedua, ia jadi tak punya waktu untuk beribadah pada sepertiga malam dan berolahraga ringan setelahnya. Ketiga, ia pasti akan berebut kamar mandi dengan adiknya. Keempat, ia jadi buru-buru. Kelima, nanti ia bisa ketinggalan untuk mendengarkan kumandang azan yang akhir-akhir ini ia sukai, secara utuh. Pokoknya, bangun pagi-pagi sekali sudah menjadi kebutuhannya!Apalagi sekarang adalah hari pertama Inara masuk sekolah sebagai siswi kelas sebelas yang nanti bertugas sebagai panitia masa orientasi para adik tingkat. Makanya sebelum alarm pukul setengah empatnya berdering, gadis itu sudah menguap di balik selimut. Seolah sudah terprogram secara baik, ia merasa bahwa pada waktu-waktu seperti ini, ada orang yang sengaja membangunkannya. Entah siapa.
Tidak ingin berlama-lama, Inara bangkit dari posisi tidurnya, menuju tepi ranjang. Ia menguap, ngulet beberapa saat, membersihkan kotoran di ujung-ujung kedua mata, lantas menguap lagi sebelum dan selama melangkah ke kamar mandi.
"Kamu sudah bangun?"
Ketika tiba di depan pintu kamar mandi, satu hal yang perlu Inara tahu: ibunya sudah bangun lebih dulu darinya. Hal tersebut memang bukan sesuatu yang mengagetkan. Namun, yang sedikit menyita perhatian Inara adalah tubuh wanita di depannya itu sudah wangi dan segar, perpaduan antara aroma sabun mandi dan sampo.
"Udah, baru aja. Lha Bunda pagi buta gini malah udah mandi dan keramas," balas Inara, memperjelas keheranannya sendiri terhadap keadaan sang ibu yang rambutnya terbungkus handuk.
Ibunya tertawa sumbang. "Iya, tadi di kamar rasanya gerah."
"Oooh." Tak ingin membahas lebih lanjut, Inara mengangguk-angguk paham. Ya memang wajar, kan, jika merasa gerah, lalu mandi? Bukan suatu hal yang patut dibesar-besarkan dan diperpanjang, mengingat kebiasaan ibunya yang sering bangun amat pagi.
***
Berhubung tadi bangun sebelum subuh lantaran harus mengumandangkan azan, Ilyas hanya termangu. Ini masih terlalu pagi, jika hendak berangkat ke sekolah. Baru pukul setengah enam kurang sedikit. Lagi pula, dirinya biasa tiba di sekolah hanya beberapa menit sebelum bel masuk dibunyikan. Jadi, tak perlulah dia membuat rekor baru dengan berangkat lebih awal.
Kini remaja laki-laki itu mengutak-atik ponsel, membalas pesan dari para temannya, baik di grup maupun melalui pesan pribadi. Lalu dia menggeser-geser layar alat komunikasi itu, iseng. Tanpa dinyana, sebuah status WA dari nomor yang diberi nama "Inara" berhasil ditemukan. Status baru tersebut berupa unggahan foto dan kutipan yang menggelikan.
Katanya janjian jam setengah 6 biar bisa briefing agak lama. Wah, ternyata beneran. Baru jam segini ruangan udah penuh. Penuh kursi dan meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setala Gema
Teen Fiction"Kalau mau minta wawancara khusus apalagi minta putus ...." Jeda sesaat. Ilyas tersenyum menatap lawan bicaranya. "Syaratnya, kita harus kencan seharian. Masa, selama jadian kita nggak pernah jalan? Padahal kamu yang nembak, biarpun kamu sering pura...