26. Inisiatif Dadakan

356 62 17
                                    

Halo, readers tercinta!

Kangen sama saya?

Sama, saya juga enggak 🤣

(◕ᴗ◕✿)(◕ᴗ◕✿)(◕ᴗ◕✿)

"Ini kertas sebenernya buat apaan, sih, Ra?"

Inara yang semula berjalan di depan, kini memelankan laju jalannya, membiarkan Ilyas menyejajarkan langkah. "Buat nyatet hasil wawancara kita, kan? Aku tadi juga udah bilang."

"Kayaknya nggak ada bilang kalau aku yang bakalan diwawancara, deh."

Kali ini Inara nyengir. "Inisiatif dadakan."

Ilyas kini duduk di bangku yang terletak di pinggir jalan. "Mau tanya-tanya apa, emang?"

"Banyaaak." Inara berhenti, ikut duduk di bangku yang sama dengan Ilyas. Hanya saja, ia memojokkan posisinya. Sayang jantung. Apalagi, dari sini ia bisa mengawasi adiknya. "Salah satunya yang ganggu pikiran banyak penggemar Kakak: kenapa Kakak sukanya bawa motor matic? Kan bagusan bawa motor gede, biar lebih keren?"

"Itu motor hasil manggung selama ini."

"Se-serius?"

Ilyas mengiyakan.

"Honor manggung segede itu, sampai-sampai bisa buat beli motor?"

"Nggak segede itu juga, sih. Tapi lumayan bisa ditabung buat beli motor sendiri. Ya nggak baru banget sih motornya. Kebetulan ada sepupu yang mau ganti motor, biarpun motornya baru dibeliin beberapa bulan sebelumnya. Jadi ya sewaktu aku beli, harganya nggak semahal yang baru, karena udah bekas juga, kan?"

Tanpa sadar, Inara bertepuk tangan. Tidak peduli itu motor matic, bekas pula, tetapi membeli sesuatu dengan hasil kerja keras sendiri dan tidak merengek-rengek kepada orang tua adalah hal yang sangat patut diapresiasi.

Inara mengacungkan dua jempolnya. "Keren, keren!" Lalu ia kembali bertepuk tangan.

"Biasa aja, kali. Itu juga masih ditambahin uangnya papa, nggak seratus persen uangku semua."

"Tapi kan mending gitu, daripada udah minta dibeliin ortu, giliran dibeliin beneran masih kurang terima dan minta ganti." Refleks, Inara mendekat ke arah Ilyas. Kemudian ia menepuk pundak cowok itu sebagai ungkapan rasa bangga. "Lanjutkan kekerenanmu, Anak Muda."

Tetapi tanggapan dari lawan bicara Inara itu justru penuh keganjilan, saat dirinya melirik bahunya yang baru saja Inara tepuk. Lalu senyum jailnya pun mengembang. "Kesempatan pegang-pegang cogan keren memang jangan disia-siakan."

Tidak ada bantahan dari Inara, meski ia langsung menjauhkan tangannya dari bahu yang baru saja diusap dan ditepuk olehnya. Ia kemudian berlagak tidak terjadi apa-apa, pura-pura menulis sesuatu saja.

"Tanya jawabnya udah, nih?" tanya Ilyas, setelah agak lama tak ada pembicaraan lagi.

Sehabis menormalkan reaksinya, Inara kembali bertanya berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah ia catat di gawai. Tentang nama lengkap Ilyas. Tempat tanggal lahir. Serta hal-hal pribadi serta umum lainnya. Tidak ada yang berbeda dengan para narasumber sebelumnya.

Yang berbeda mungkin adalah suasananya lebih santai. Ilyas beberapa kali melemparkan guyonan jayus yang entah mengapa bisa membuat Inara susah berhenti tertawa. Membuat Ilyas berpikir bahwa ternyata hati Inara bisa cair juga, tak seperti awal-awal saling kenal.

"Oke, ini pertanyaan para penggemar yang nggak boleh kelewatan ditanyain."

"Apa?"

"Kenapa nggak mau pacaran?"

Setala GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang