Halo, halo, halo! Udah lumutan belum, nunggu lanjutan cerita ini?
Wqwqwq.
Baca pelan-pelan aja, sambil meresapi masa lalu keluarga kecil ini. Jangan lupa kasih tahu typo atau keanehan part ini. Biar sekalian sambil memenuhi kolom komentar di tiap paragrafnya. Wakakak.
Yok!
🍂🍂🍂
"Yah, kalau aku boleh tahu, gimana Ayah bisa ketemu Bunda?"
Jujur, Inara penasaran akan bagaimana pertemuan ayah dan ibunya. Apakah mereka bersahabat sejak kecil, terjebak zona pertemanan, kemudian menyadari perasaan masing-masing dengan disertai banyak drama, lantas berakhir menikah; atau mungkin keduanya merupakan orang asing yang pada awal perjumpaan mereka diwarnai pertengkaran, lalu terpaksa sering bertemu hingga ada ketertarikan dalam diri masing-masing, dilanjut berpacaran, lalu memutuskan untuk menikah?
Akan tetapi ayahnya, Drian, tak langsung menjawab. Pria berusia 43 tahun itu malah tertawa kecil. "Benar mau tahu?"
Langsung saja Inara mengangguk mantap. "Mau, lah. Biar aku bisa cerita ke temen-temenku kalau kisah cinta orangtuaku jauh lebih so swit daripada cerita Cinderella dan pangerannya," cengirnya. Kemudian ia makin mendekati ayahnya, bahkan matanya mengerjap-ngerjap lucu. "Ya, ya, ya?" bujuknya.
"Boleh. Tapi Ayah agak-agak lupa cerita awalnya, sih. Tidak apa-apa?"
"Nggak apa-apa." Inara memperbaiki posisi duduknya menjadi semanis mungkin. Kakinya bersila, arah pandangnya tak beralih dari wajah sang ayah yang sebentar lagi akan membuka kisah lamanya.
"Waktu itu Ayah pindah ke sekolah baru. Belum hafal jalan, makanya bingung mau lewat mana. Beruntung, ada gadis yang lewat jalan situ."
"Pasti Bunda," tebak Inara, yang kemudian diangguki oleh lawan bicaranya. "Terus, terus?"
"Ayah minta tolong ke gadis itu untuk menunjukkan jalan."
"Emang dulu belum ada Google Map, Yah, kok minta orang buat nunjukin jalan?"
"Ya sudah ada Google Map. Tapi waktu itu hape Ayah kehabisan baterai, jadinya tidak bisa pakai aplikasi itu."
"Ooooh. Terus, Bunda nunjukin jalan sambil jalan kaki? Atau naik motor, terus Ayah ngikutin gitu?"
"Bundamu bonceng Ayah. Dulu kan bundamu belum bisa motoran."
"Oooh, ngerti. Terus, setelah sampai di rumah Ayah, Bunda pulang sendirian, dong?"
"Ya bundamu diantar. Tapi sewaktu mengantar bundamu, Ayah juga lupa lagi jalur pulangnya. Terpaksa kami jadi antar-antaran lagi."
Mendengar penuturan ayahnya, Inara ngakak sejadi-jadinya. Ia geli sekali saat membayangkan bagaimana sepasang anak SMA bolak-balik saling antar seperti anak kecil begitu. Benaknya berkali-kali bertanya, "Kok bisa gitu, sih?"
"Kenapa ini ramai-ramai?" Rara yang baru saja menidurkan adik Inara, tiba-tiba bertanya. Tentu saja heran mendapati anak dan suaminya tengah cekikikan.
"Ini, Inara katanya mau tahu kisah cinta kita berdua, Bun. Tapi setelah diberitahu, dia malah begini," jelas sang suami, masih cekikikan.
"Kisah cinta kita?" Rara lagi-lagi bertanya. Kemudian mendekati sepasang anak dan bapak itu.
"Heem, yang awal-awal kita ketemu. Yang kita antar-antaran, kemudian jadian." Drian menjawab, berusaha mengingatkan kejadian konyol itu kepada istrinya yang tampak ngeri di tempatnya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setala Gema
Teen Fiction"Kalau mau minta wawancara khusus apalagi minta putus ...." Jeda sesaat. Ilyas tersenyum menatap lawan bicaranya. "Syaratnya, kita harus kencan seharian. Masa, selama jadian kita nggak pernah jalan? Padahal kamu yang nembak, biarpun kamu sering pura...