Yang jomlo maupun yang punya pacar tapi berasa jomlo, mari merapat! Wkwkwk. Sesuai janji, saya update cerita ini tepat pada Sabtu malam. Silakan tekan tanda bintang serta tinggalkan pesan maupun kesan.
Selamat membaca!
🍂🍂🍂🍂
[Buruan!]
Inara membaca pesan kesekian kalinya dari sahabatnya yang amat cerewet itu. Kemudian gadis itu membalas.
[Iya. Ini udah otw.]
"Ke kamar mandi, maksudku," lanjut Inara seraya terkikik. Gadis itu bisa menjamin bahwa suaranya tak akan terdengar oleh lawan bicaranya.
Jelas saja Inara belum bersiap-siap ke rumah orang yang sudah memburunya untuk segera tiba itu, karena ini masih terlalu pagi. Masih pukul setengah tujuh kurang, sudah sepatutnya ia bersantai-santai. Terlebih, tadi sang ibu memintanya menunggu tukang sayur untuk berbelanja. Jadi, jika nanti Risa protes, perintah dari ibunya ini bisa dijadikan alasan untuk mengelak.
Usai Inara bersiap, tukang sayur yang ditunggu pun akhirnya tiba dengan bunyi klaksonnya yang khas di tempat biasa mangkal. Inara keluar rumah, berjalan mendekati tukang sayur yang sudah berada di tengah kerumunan ibu-ibu.
"Wah, tumben Dek Inara rapi dan wangi. Pasti sudah mandi. Mau bepergian, ya?"
Inara mendengkus sebal. Memangnya ia mandi hanya saat akan bepergian saja, apa? "Mau nemuin Pak Sayur kan nggak boleh acak-acakan," sahutnya sambil tersenyum.
"Biasanya juga acak-acakan," kekeh Pak Sayur.
Inara tak menanggapi, lantaran sibuk memilih beberapa jenis sayur. Memastikan bahwa sayuran masih segar dan tak ada ulat di dalamnya. Satu ikat kangkung sudah ada di tangan kiri, serta bayam di tangan kanan. Tinggal jodoh yang masih di tangan Tuhan. Eh?
"Semuanya jadi delapan ribu," ujar Pak Sayur seraya menyerahkan satu kantong plastik berukuran sedang di tangan kepada Inara.
Selepas membayar, Inara meninggalkan para ibu yang masih berkerumun. Dirinya hendak meletakkan sayur di dapur, kemudian segera ke rumah sahabatnya yang sudah sering menelepon.
"Iya, ini lagi di jalan."
"Tapi dari tadi nggak sampai-sampai."
"Ya kan aku jalan kaki, bukan terbang."
"Ya harusnya gitu. Lo terbang."
Inara mencibir tanpa suara. Jika ia bisa terbang, sudah pasti saran itu dilakukannya tanpa harus diminta. "Kamu sekarang nggak usah banyak omong. Aku berubah pikiran buat langsung ke rumahmu, mau ke bengkel dulu."
"Apaan, sih? Kok malah ke bengkel?"
"Barusan ayahku telepon, katanya ayah malah bawa kunci rumah, bukan kunci bengkel. Padahal ayah lagi buru-buru mau pergi. Ya udah deh, terpaksa aku yang ngantar kuncinya. Lagian aku ke situnya juga lewat sana."
"Oh, oke-oke. Tapi jangan lama-lama. Kalau udah selesai, langsung ke sini. Ada banyak hal penting yang mau aku omongin."
"Iya, bawel banget." Setelah mengucap salam penutup, Inara memutus sambungan telepon. Kemudian mempercepat langkah agar segera tiba di tempat usaha ayahnya untuk menyerahkan kunci bengkel sebelum melanjutkan perjalanan menuju rumah Risa.
🍂
Inara mengembuskan napas lelah. Secara perlahan, badannya yang semula ia bungkukkan pun mulai menegak. Kini, matanya hanya menatap pagar besi di depannya. Napas gadis itu sudah teratur, ketika melirik arloji pada tangan kirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setala Gema
Teen Fiction"Kalau mau minta wawancara khusus apalagi minta putus ...." Jeda sesaat. Ilyas tersenyum menatap lawan bicaranya. "Syaratnya, kita harus kencan seharian. Masa, selama jadian kita nggak pernah jalan? Padahal kamu yang nembak, biarpun kamu sering pura...