29. Dua Pilihan

174 36 7
                                    

Ilyas masih mencari cuitan yang menyebabkan trendingnya nama dirinya dan Inara.

Gulir ke bawah, gulir ke bawah, gulir ke bawah. Klik balasan, klik balasan, klik balasan. Tetapi dirinya hanya menemukan balasan-balasan yang mirip dan tidak berhubungan antara satu dengan lainnya.

Ada yang jualan Netflix?

Jual Spotify premium ke mana ya?

Itu harusnya Inara pake sweater biar anget. Bisa didapatkan di sini ya kakak-kakak 👇

Daripada makin pusing, Ilyas memilih keluar dari akunnya. Karena tidak menemukan apa yang sebenarnya Vano maksud sedari tadi. Lagi pula, apa yang menghebohkan di Twitter tidak selalu bertahan lama, bukan? Lebih-lebih, dia ini siapa dan seterkenal apa?

Pada saat bersamaan, terdengar ibu Ilyas memanggil.

"Ya?" Ilyas kemudian berjalan ke arah dapur untuk menghadap sang ibu. Kemudian saat melihat kue tergeletak di meja, cowok itu memotong sebagian untuk dimakan.

Si Ibu hanya menggeleng-geleng melihat tingkah putranya. "Setelah ini boleh minta tolong?"

"Minta tolong apa, Ma?" tanya Ilyas yang belum mengerti saat ibunya sibuk menutup wadah berbahan dasar plastik.

"Tolong antar kue ini ke rumahnya Tante Rara sebentar. Bisa?"

Tanpa diminta dua kali, Ilyas langsung mengiyakan. Lalu dia menerima sekotak kue yang akan dibawa ke tempat tujuan.

Seperempat jam kemudian, cowok itu kembali ke hadapan ibunya.

"Kenapa dibawa pulang lagi?" tanya Bu Diandra heran.

"Rumahnya kosong, Ma. Nggak ada orang."

"Sebentar." Ibu dari Ilyas itu mengecek ponsel yang tergeletak di meja makan. "Tante Rara bilang, Inara di rumah."

Ilyas jadi curiga bahwa Inara sengaja menghindar. Tetapi kenapa? Perasaan, tadi malam mereka baik-baik saja.

Apa karena dirinya belum menjawab perihal siapa yang sebenarnya dia sukai?

Masa, sih?

"Oh, ternyata Inara-nya kurang enak badan. Ya sudah, biar Mama yang antar kuenya." Ibu kandung Ilyas itu berlalu, meninggalkan Ilyas yang masih tampak berpikir.

Inara kurang enak badan?

Begitu ibunya melewati pintu dapur, Ilyas segera menyusul.

***

Sejak memutus sambungan panggilan video dengan Risa, Inara kembali tiduran. Kepalanya makin berat dan matanya ia pejamkan untuk mengurangi potensi pandangan berkunang-kunang. Makanya ketika ada yang mengetuk pintu depan dan mengucapkan salam, ia tak bergerak, karena tubuhnya pun mulai menggigil.

Suasana lengang itu berlangsung cukup lama, sampai sebuah suara kembali terdengar. Kali ini suara perempuan, dan sepertinya dari arah pintu samping lalu makin dekat dan pintu kamarnya terbuka.

Mata Inara sedikit terbuka. Belum sempat dirinya membuka suara, sebuah telapak tangan menempel di dahinya. Pandangannya yang sedikit blur masih dapat menangkap siluet tamu perempuan tersebut, juga seseorang yang berdiri di belakang wanita yang tengah memeriksa suhu tubuhnya.

"Demam ini." Dapat Inara rasakan selimutnya makin dirapatkan ke tubuhnya yang terasa tambah dingin, sedangkan matanya ia pejamkan lagi.

Kemudian yang bisa Inara dengar adalah langkah kaki yang terdengar begitu nyaring. Dan begitu sosok itu kembali, sebuah benda dingin menempel di dahi.

Bu Diandra bergumam, "Rara itu anaknya sakit malah ditinggal sendirian."

Pada momen itu, untuk pertama kalinya Ilyas melihat kepala Inara ketika tak berkerudung, yang berhasil membuat pandangannya tak kunjung beralih. Seperti memindai wajah Inara yang tanpa balutan hijab di kepala, sembari menyimpan memori tersebut.

Sekaligus mencari jawaban tentang siapa yang sebenarnya dia sukai. Apakah Inara yang belakangan kerap berinteraksi dengannya, ataukah Risa, cewek yang sebenarnya telah menyatakan rasa suka padanya?

***

Setelah tak saling berinteraksi dengan Ulul, Risa agak kaget ketika salah satu adik kelasnya itu menghubunginya terlebih dulu. Lebih terkejut lagi saat membaca isi pesan dari gadis itu, yang mempertanyakan tentang progres kedekatannya dengan Ilyas.

Karena sejak awal, Risa mendapatkan nomor ponsel Ilyas dari Ulul. Sedangkan ia menyimpan nomor Ilyas di ponsel Inara, jika dirinya tak salah ingat.

"Aku udah nembak dia, kok," jawab Risa melalui balasan pesan singkat yang dia terima.

[Trus kalian udah jadian?]

Risa menggigit bibir bawahnya setelah membaca pesan barusan. [Gak. Kami gak jadian.]

[Lah kenapa? Padahal aku udah ngarep bakalan jadi adek ipar kak Risa. Bahkan aku masuk ke SMA kakak biar makin deket sama kakak]

[Kayaknya kakak kamu gamau sama aku deh]

[Emangnya kakak ditolak?]

[Aku gatau. Udah lama gak ada jawaban]

[Tanyain dong kak. Aku yakin kalo kalian ketemu, kakakku pasti mau]

[Aku gak berani]

Jujur, selain karena reputasi Ilyas yang terkenal judes itu, sebenarnya dirinya tak ada perasaan yang lebih dari seorang penggemar kepada idola. Fanatisme yang ia tunjukkan hanya salah satu upayanya agar perasaannya kepada Revan tak tumbuh makin dalam, mengingat Revan hanya menyayangi Inara.

Risa sadar, Revan hanya menjadikannya teman, julukan paling halus dari pembantu agar cowok itu makin dekat dengan Inara. Ia kira, setelah mengetahui bahwa Inara sudah punya pacar, Revan akan memberinya sedikit celah agar dirinya bisa menunjukkan perasaan yang sesungguhnya.

Nyatanya, cowok itu justru menuduhnya yang tidak-tidak.

"Yaiyalah selama ini Inara nggak bakalan mau sama gue. Lo emang sengaja kan, bikin Inara nggak mau, karena Lo sendiri juga punya kepentingan?"

Bersambuuuung...


Haloooooo. Setelah sekian bulan gak ada kabar, akhirnya ada lanjutan dari cerita ini. Hahaha.

Ini bukan bagian yang baik, karena tokoh-tokohnya galau. Tapi ya lumayan lah buat pemanasan setelah lama saya nggak punya gairah buat nulis.

Sekalian mau curhat di sini selama saya nggak nulis tuh saya ngapain aja.

Eh nggak jadi di sini. Di rahasia cewek aja ding, daripada bikin pusing.

Setala GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang