⁉️💋 Deleted Scene 💋⁉️

468 51 27
                                    

Jadi, berikut ini ada adegan yang dihapus, yang semestinya diselipkan di bagian "Tukang Lipsync". Yaitu adegan ketika Inara dan Ilyas lagi pegangan tangan, terus nganu. Udah kelihatan dari judulnya aja ada gambar kiss-kissnya itu.

Bukan, bukan. Bisa geger kalau saya bikin adegan gituan di tulisan saya yang bergenre fiksi remaja ini. Wkwkwk. Lagian gimana bisa mereka pegangan dan nganu, kalau cuma video call???? Ah, elah.

Sebenernya bukan deleted scene, tapi deleted conversation, percakapan yang dihapus karena alasan tertentu.

Pertama, nanti kesannya kayak ini cerita jadi pro-LGBT, biarpun arahnya nggak ke sana. Kedua, pembicaraan terlalu berat untuk anak SMA yang nggak ada potongan cerdas macam Inara dan Ilyas itu. Kalau Gus Ilyas (nggak cocok banget dia dipanggil Gus) pinter mah, nggak apa-apa. Tapi dia ini kan dibilang Gus, nggak cocok. Dibilang bukan, kok ya setengah iya. Jadi, emang paling aman itu dihapus aja.

Tapi setelah dipikir-pikir, kok sayang kalau itu dibuang. Makanya, daripada mubazir, mending saya ketik di sini, biar nggak merusak citra cerita, tapi saya nggak merasa terganjal dengan pembahasan mereka yang gemesin itu.

Dan perlu diingat, ini bukan lanjutan cerita Setala Gema. Ini cuma sebagian kecil hal yang sempat tertulis, tapi nggak jadi pengembang cerita.

Ya udah, daripada pidato saya makin panjang, mending cus aja ke deleted conversation yang saya maksud sejak awal pembuka.

👇👇👇

Tampak Ilyas menyugar rambut cepaknya yang sudah mulai gondrong. Kemudian dia menyengir. "Udah ganteng belum, nih, Ra?"

Sebelum menanggapi, Inara memutar kedua bola matanya saat melihat tingkah sok ganteng dari sosok yang tengah berusaha menarik perhatiannya itu. "Udah."

Ilyas mengangguk-angguk. "Jadi, apa tujuan kamu VC malam-malam gini? Kangen?"

Beberapa detik lamanya, Inara bergelagat seolah hendak muntah. "Nggak usah geer!Tadi tuh nggak sengaja kepencet. Niatnya mau bisuin notifikasi, malah nyasar ke panggilan video."

"Alesan. Kemarin-kemarin gengsi ngaku kalau udah nembak duluan. Sekarang nggak mau ngaku kalau kangen. Padahal jelas, semua ada buktinya."

"Kan emang tadi nggak sengaja!"

"Nggak sengaja, tapi kok salting?"

"Siapa juga yang salting?"

"Itu, tadi. Kenapa setelah aku angkat panggilan, kamu malah ngumpet?"

"Aku kerudungan dulu, kali."

"Oooh. Padahal kalau kamu nggak kerudungan nggak masalah juga sebenernya. Tapi kalau kamu maunya kerudungan, ya, makasih deh udah bikin seneng. Jadi adem lihatnya."

"Aku kerudungan atau enggak, itu bukan karena mau bikin situ seneng, ya." Walau sedari tadi jawabannya selalu ketus, tetap saja Ilyas tak terpengaruh. Cowok itu justru tertawa, berbanding terbalik dengan Inara yang makin kesal padanya. "Lagian mau kerudungan atau enggak, ya suka-suka aku, lah. Kerudung juga kerudungku, nggak pinjem punyanya tetangga."

Beberapa saat lamanya, Ilyas masih menghabiskan sisa tawa. Lalu dia berdeham sebentar. "Bagi muslim dan muslimah, menutup aurat kan emang kewajiban," pancingnya, tak ingin kehilangan momen berdiskusi dengan sang pacar.

Pacar?

Ilyas jadi geli sendiri, menyadari bahwa sekarang statusnya sudah menjadi pacar orang.

"Menutup aurat nggak bisa berdiri sendiri tanpa menundukkan pandangan, Mas."

Walau mengerti arah pembicaraan yang dibawa oleh lawan bicaranya, Ilyas tetap bertanya untuk memastikan, "Maksudnya, menundukkan pandangan ke lawan jenis?"

Setala GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang