23. Obrolan Tak Penting

345 56 5
                                    

Eeee, anu. Berapa lama saya nggak update? 🤣

◉‿◉◉‿◉◉‿◉

"Nemu postingan Ilyas tadi, dan lihat gelagat lo akhir-akhir ini, gue curiga kalau lo punya hubungan spesial sama Ilyas."

Uhuk-uhuk!

🍂🍂🍂

"Seriusan?" tanya Risa, berteriak untuk memastikan sambil melotot tak percaya. Cewek itu lekas-lekas memundurkan kursi kayu di sampingnya, lantas menduduki benda itu. Perhatiannya sudah tertuju penuh kepada Inara yang tengah kesulitan mengatur napas dan suara setelah baru saja tersedak. "Seriusan pacar lo ternyata Ilyas?" ulangnya, masih tak menyangka. Hanya saja, kali ini suaranya lebih pelan daripada sebelumnya.

Inara tak kunjung menjawab. Gadis itu masih sibuk mengendus-endus demi bisa mengeluarkan air dari dalam hidungnya. Tangannya bahkan masih mengelap bagian depan kerudungnya yang basah. Ia tak menghiraukan keingintahuan Risa yang menggebu-gebu, membiarkan sahabatnya menunggu. Meski begitu, ia tetap berpikir mengenai jawaban apa yang mestinya ia lontarkan. Menimbang apakah ini saat yang tepat untuk jujur atau tidak.

"Jawab, Ra. Jangan bikin gue penasaran. Lo beneran resmi jadian sama Ilyas?"

Merasa bahwa dirinya tak bisa menghindar lagi, Inara menghela napas. Kemudian menggigit bibir bawahnya, menatap Risa. Namun, mungkin ini memang waktunya untuk memberitahu sahabatnya. "Kamu sendiri kira-kira percaya nggak, kalau aku jadian sama dia?"

Alis kiri Risa terangkat. Heran terhadap jawaban Inara yang dibumbui tanya seperti itu. "Ya kalau emang lo udah resmi jadian sama Ilyas, ya apa yang mesti gue lakuin selain percaya?"

"Justru masalahnya di situ. Aku sendiri aja nggak ngerti hubungan kami sebenernya gimana," jawab Inara akhirnya.

Gadis itu sama sekali tak berbohong. Hubungannya dengan Ilyas memang diwarnai banyak kekonyolan yang tak ia pahami.

"Emangnya selama ini hubungan kalian gimana?"

"Ya kayak yang pernah aku bilang ke kamu. Suatu pagi tiba-tiba dia datang ke sekolah, terus bilang yang waktu itu pernah aku ceritain. Ya aku jadi bingung, lah. Orang aku nggak pernah nembak dia, tapi dia ngotot bilang kalau aku yang nembak duluan."

"Jadi, intinya, kalian udah resmi jadian, kan?"

Inara angkat bahu.

Mendapati tanggapan barusan, Risa tersenyum lega. Meski cewek itu harus menahan tawanya, ketika menyadari satu hal. "Apa gara-gara yang waktu itu aku nembak Ilyas pakai nomornya Inara dan ngaku kalau namaku Inara, makanya mereka jadian?"

Inara merasa bebannya terangkat setelah bercerita. Ternyata situasinya tidak menyeramkan seperti yang ada di bayangannya. Risa tidak marah padanya, karena murni hanya ingin tahu. Walau ia sendiri justru malu.

Risa tak lagi berbicara. Cewek itu mengamati sahabatnya yang tengah melanjutkan tugas. Ditelitinya setiap sudut wajah Inara yang memunculkan ekspresi serius, tetapi malah membuatnya ingin tertawa.

Masih diamatinya wajah Inara yang kelewat serius, lalu mengingat bagaimana gadis di depannya itu ketika mengatai Ilyas namun akhirnya terjerat pesona sang vokalis Tambal Band.

Inara dan Ilyas jadian. Fakta itu memang luar biasa, tetapi di mata Risa, itu peristiwa lucu. Maka rasanya tak mengherankan ketika cewek itu tidak bisa lagi menahan tawanya. Ia sampai memegangi perutnya sendiri yang kaku.

"Gue nggak bisa bayangin gimana reaksi pacar lo, kalau sampai dia tahu lo sering ngata-ngatain dia selama ini."

Inara mengalihkan perhatiannya dari layar laptop. "Ya biarin aja dia tahu."

Setala GemaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang