[5]39: Seperti Biasanya

198 53 2
                                    

Wonyoung duduk melingkup di sofa. Wajahnya yang imut makin comel lagi karena ia sedang ngambul. Sementara tiga makhluk di belakangnya sedang berseru ria sambil menyantap makanan dan minuman dari kulkas dan hasil orderan. Merayakan pertemuan mereka lagi tanpa izin.

"Wony..." Hyewon menoel pipi Wonyoung. Wonyoung menepis kasar tangan Hyewon. Moodnya makin jelek karena dipanggil Wony.

"Kamu jauh-jauh aja sana!" Sakura mendorong Hyewon ke samping dan duduk di sebelah Wonyoung. Sakura menyuapinya makanan. Masih dengan ngambul, Wonyoung mengunyahnya. Pipinya yang gembul jadi bergerak-gerak.

Benar-benar imut.

"Nih minumnya pelan-pelan," Minju menyodorkan minuman. Wonyoung menyeruputnya melalui pipet.

Sakura dan Minju sudah seperti dua kakak yang mengurus adiknya. Seperti keluarga saja. Hyewon hanya mendengus iri.

Di meja ada minuman yang sebenarnya bagian untuk Wonyoung. Hyewon pun meminumnya dan langsung saja ia memasang ekspresi tidak suka.

.

"Pwehh mint choco!" Yena buru-buru meminum tehnya. Lega rasanya mulut sudah bersih tanpa adanya gangguan rasa lain. Nako mengambil minumannya dari tangan Yena.

"Kan enak," ujar Nako sambil menikmati minumannya.

"Huek, paling anti aku," balas Yena tak peduli.

"Yuri apa kabar?" tanya Nako. "Kamu gak khawatir dia mendadak nginep di sana?"

"Udah biasa itu mah. Kalo nanti dia mau pulang pasti telpon aku. Jugaan tugasnya dia memang sibuk, butuh temen kerkom," ujar Yena.

Tadi malam Yuri memberi pesan kalau ia menginap di rumah sepupu. Jadi di hari selasa itu, Yena menjalani harinya tanpa Yuri. Jadi seperti dulu ketika Yuri juga menginap, Yena hanya sendiri di rumah. Kadang-kadang saja orang tuanya ada di rumah.

Yena jadi teringat pertemuannya dengan ketiga pelindung Wonyoung.

.
































.
.
.

6 bulan yang lalu.

"Aakkh!"

"Alah kelamaan! Sini dompetnya!"

Salah satu berandal melucuti dompet dari tas perempuan yang dilabraknya di tembok. Tapi gadis itu meraihnya lagi dengan cepat.

"Sukur kamu cewek," berandal itu mengepal tangannya. "Tapi kalo gini ya sudah."

Baru saja berandal itu hendak melesatkan tinjunya tiba-tiba gadis di depannya menyiram mukanya. Temannya berandal itu juga ikut kena.

"Akhh asem!" berandal itu mendecak lidahnya. Ia hendak menahan gadis di depannya yang kabur namun ia disiram lagi. Kali ini kena mata dan mulutnya.

Yena buru-buru kabur secepat mungkin.

"Pweh pweh pait!"

"Kopi susu masak pait!" seru Yena dari kejauhan. Sampai di rumah ia langsung terengah-engah. Cepat-cepat Yena menggrendel pagar dan mengunci pintu.

"Haduh... kalo gini gimana caranya belanja..." lirihnya.

Yena tak tahu harus menjawab apa. Saat itu kebanyakan tetangganya yang ia kenal masih liburan. Adiknya sendiri masih menginap di rumah sepupu, sibuk kuliah. Yena bingung kepada siapa ia bisa meminta tolong. Dihubunginya ayah yang bekerja di luar kota. Begitu terhubung Yena langsung menutup panggilannya. Ayahnya paling tidak suka ditelepon begitu apalagi waktu jam kerja begini. Yah, barusan Yena langsung saja dibentak oleh ayahnya ketika panggilannya dijawab.

My Protector \\ IZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang