Di suatu kerajaan, hiduplah seorang raja dengan kedua putrinya. Istri sang raja telah meninggal karena sakit. Para menteri telah menyarankan kepada raja untuk mencari selir demi pewaris keturunannya. Namun sang raja tetap bersikukuh, "Baik itu laki-laki maupun perempuan, semuanya memiliki derajat yang sama. Apa salahnya jika seorang pemimpin adalah perempuan?"
Umur kedua putrinya hanya berseling dua tahun. Tentu saja yang mendapatkan warisan adalah si anak tertua. Kini si sulung telah mendapat gelar sebagai 'Pendeta Agung', yang bertugas menceritakan seratus cerita kepada generasi selanjutnya. Sama seperti ibunya dulu, diceritakan,dihafal, dan menceritakannya kepada anaknya kemudian anaknya sendiri akan melakukan hal yang sama seperti ibunya.
Lalu bagaimana dengan sang adik?
Sang adik hanya hidup sebagai anak perempuan biasa. Dibanding kakaknya, dia lebih sering keluar dan berkeliling ke pinggir kerajaan.
.
."Minju, kemarilah," panggil kakaknya dari kursi singgasana ibunya. Minju menghampirinya.
"Mulai hari ini kamu yang akan meneruskan warisan ayah," ucap Tzuyu sambil mengusap ikat rambut Minju. "Aku merasa hidupku tidak lama lagi. Apalagi dengan penyakitku ini."
"Tidak," Minju bersikeras. "Tidak mau tahu, harus kakaklah yang menjadi pewarisnya!"
Minju pergi meninggalkan kamar kakaknya. Di lorong dia dihampiri oleh salah satu menteri ayahnya.
"Apa maksudmu berkata seperti itu?!" ucapnya setengah membentak.
"TIDAK MAU! Kalau kakak menganggap aku sebagai pewaris, dia tidak akan berjuang lebih keras untuk menahan penyakitnya!" teriak Minju.
"Tapi kalau dipaksa nanti penyakitnya akan parah!"
"Kakakku tidak selemah itu!"
Minju meninggalkan menteri itu sendirian. Ia tahu pada akhirnya tetap dia yang akan menjadi pewaris selanjutnya. Tapi dia tidak ingin diutamakan dari kakaknya.
.
.Setahun pun berlalu.
Sampai akhirnya ia dinobatkan sebagai ratu. Ia dipasangkan dengan seorang tuan muda, anak dari salah satu petinggi kerajaannya.
Minju bersyukur, kakaknya masih hidup sampai saat ini. Kakaknya masih bergelar sebagai pendeta agung.
"Ada apa diam begitu?" tanya Hyunjin di depannya.
"Tidak," Minju menggeleng ragu.
"Bilang saja."
"Kubilang tidak."
Hyunjin menyerah. Satu-satunya hal yang hanya bisa lakukan hanyalah membiarkan pasangannya itu.
"Aku ingin tidur siang," ucap Minju tiba-tiba, kemudian berjalan cepat kearah kamarnya.
Di kamarnya dia merebahkan diri di kasur dengan asal. Entah dia menyukai takdirnya ini atau tidak, dia hanya bisa mengikutinya.
Tiba-tiba Minju merasakan ada yang ikut berbaring disampingnya. Dilihatnya Hyunjin yang santai rebahan sambil sedikit tersenyum.
"Hei ini kamarku," tukas Minju tak terima ada yang nyelonong masuk ke tempat ternyamannya.
"Ini kan kamar kita berdua, setiap hari kita tidur disini," ucap Hyunjin membenarkan.
Hyunjin mengubah posisinya ke atas Minju. Kedua tangannya menahan kedua tangan Minju. Mereka berdua saling berpandangan. Minju menjadi gugup. Wajah Hyunjin mulai mendekatinya. Minju menutup matanya. Namun tak terjadi apa-apa. Dibukanya matanya kembali. Dilihatnya wajah Hyunjin yang sangat dekat dengannya. Mereka saling berpandang lagi. Minju mengalihkan matanya ke samping dengan muka yang memerah. Hyunjin hanya tersenyum melihatnya.
"Kamu manis ya."
"Hmm tidak tidak!" Minju mendorong Hyunjin namun dorongannya terlalu lemah.
"Mau lagi? atau mau lebih?" tanya Hyunjin sengaja.
"Uhh kamu mau kupukul?!" ucap Minju brangasan. Minkyu cepat-cepat melepas Hyunjin.
Minju bangun sambil merapikan rambutnya yang berantakan. Dilihatnya wajah Hyunjin yang polos itu sambil mendengus kesal.
"Aku mau keluar dulu," ucap Minju.
"Baiklah. Nanti malam lagi ya" ucap Hyunjin, cepat-cepat meninggalkan Minju.
Minju hanya bisa membuang napas kasar.
.
.
."Aku lelah."
"Ingin sekali rasanya menghilang dari dunia ini."
"Aku tidak peduli pada apapun."
"Ucapan mereka seakan angin lewat saja."
"Kenapa tanah ini tidak menelanku?"
"Kalau begitu kau hanya harus menjadi iblis."
...
"Dengan begitu kau bisa merasakan dunia kebebasan tanpa emosi."
...
"Bahkan kau abadi! jika kau terluka, tubuhmu akan meregenerasi dengan sendirinya."
"Kamu bukanlah iblis."
"Apa maksudmu?"
"Kamu hanyalah makhluk hina yang memanfaatkan manusia."
"Bukankah kau sendiri hina?"
"..."
.
.
."AAAHHH!!!" Wonyoung berlari keluar dari kamarnya. Hampir saja menabrak Sakura.
"Kenapa?"
"Kecoak! ada dua di bawah meja!"
Sakura dengan sigap mengambil sekumpulan koran bekas. Pelan-pelan didekatinya kecoak yang berada di bawah meja lalu ditangkapnya. Satu lagi merayap ke pintu. Dengan tenang Sakura menangkapnya.
"Kamu gak takut? Tadi kecoaknya sempet ngerayap di kaki, bikin geli."
"Eunbi bilang kalo nangkep jangan panik. Tapi kalau terbang ya aku bakalan lari juga," balas Sakura bangga.
"Hmm? siapa Eunbi?"
Sakura baru sadar kalau ia menyebutkan nama itu.
.
.
.Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protector \\ IZONE
Fanfiction/tamat - end/ Dimulai dari pertemuan Wonyoung dengan ketiga pelindungnya, sampai akhirnya mereka berdua belas saling bertemu satu sama lain. !!Alurnya maju mundur, jangan lewatkan satu chapter!! . -Fanfiction- -IZ*ONE- Tokoh utama: Wonyoung, Sakura...