Ost. Conan Gray | Heather
*-*
Rasa sakit paling besar adalah ketika orang yang dicintai mencintai orang lain.
*-*⭐⭐
Kerja. Sudah menjadi rutinitasku sehari-hari. Meskipun sebenarnya aku tak lagi kekurangan uang, tapi aku senang dengan pekerjaan ini. Yah, meskipun aku tetap bekerja sendiri. Tetap tak memiliki teman apalagi sahabat.
Aku cukup bersyukur, karena aku tak perlu pusing memikirkan pertemanan yang tidak sehat. Tidak perlu menghadapi orang-orang bermuka dua, tiga, empat dan seterusnya. Menurutku lebih baik hidup sendiri dari pada banyak teman namun diam-diam terluka. Bukankah sekarang banyak orang dengan modelan begitu? Ada hanya saat mereka butuh, selebihnya menghilang bak ditelan pluto.
Lelah dengan pekerjaan yang menumpuk, aku beranjak untuk sekedar mencari makan siang. Sudah saatnya istirahat. Kakiku melangkah ringan di koridor kantor. Mendapati beberapa sapaan staf yang masih cukup ramah menyapaku. Aku mengangguk membalasnya, tentu saja tanpa senyuman di bibirku.
“Aaaw ...” ringisku ketika bahuku ditabrak cukup keras dari belakang.
“Ups, maaf ... gak sengaja,” ucap seseorang diiringi tawa mengejek.
“Lo ngapain di sini?” tanyaku tak suka melihat perempuan yang berdiri di depanku saat ini.
“Seterah gue dong mau di mana aja. Good looking mah bebas,” tuturnya bangga membuatku ingin mengeluarkan isi dalam perutku. Wuueekk!
Memutar bola mata malas, aku kembali berjalan. Malas meladeni ratu drama sepertinya.
“Heeh, mau ke mana muka kulkas?”
Langkahku terhenti ketika pergelangan tanganku ditahan olehnya. Mau apa sih ratu drama ini?
“Lo apa-apan sih?!” kesalku menghentakkan cekalannya.
Ia menilik tubuhku dari atas sampai bawah. Raut mengejek begitu kentara di wajahnya.
“Lo kerja di sini jadi apa? OG ya? Pantes sih buat cewek jelek kayak lo,” ejeknya lagi.
“Mau gue jadi OG, OB, pembantu, bukan.urusan.lo,” ucapku memberi penekanan di kata-kata terakhirku.
“Ya ... emang bukan urusan gue sih. Tapi urusan gue satu sama lo, gue mau lo tinggalin Bintang atau gue bakal rebut Bintang dari lo.”
Aku melangkah maju mendekatinya. Mensejajarkan wajahku dengannya. Tinggiku dengannya memang tak beda jauh, yang membuat beda hanya ia berisi sedangkan aku, tepos.
“Lo mau rebut Bintang?” tanyaku padanya.
Ia tersenyum remeh memandangku.
“Pertanyaan gue cuma satu ....”Aku menjeda kalimatku, telunjukku bergerak mengarah padanya. “Lo mampu gak, Bos!”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Wife (Completed)
RomanceBintang Wijaya Kesuma, seorang guru di salah satu SMA terfavorit di Jakarta. Otaknya yang pas-pasan membawanya menjadi guru sejarah yang lebih sering terpaku pada buku. Bintang bukanlah guru yang disiplin, tegas, apalagi rajin. Dia guru paling santu...