Ost. Taeyeon | Fine
*-*
Yang pergi biarlah pergi, tak perlu kau tahan. Karena sekeras apapun kau menahannya akan tetap percuma, jika hatinya sudah tak di sisimu lagi.
*-*
⭐⭐
Suara alarm berdengung begitu kencang di telingaku. Tanganku terulur untuk mematikannya, mata terbuka perlahan menatap jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
Kampret, Kesiangan!
Membuang asal selimut, bergegas menuju kamar mandi. Tumben sekali aku kesiangan. Vangke!
Bibirku tak henti-hentinya mengumpat seraya menggosok gigi. Sampai sesekali busa pasta gigi yang bercampur jigong tertelan masuk ke dalam perutku. Jiaahhh!
Secepat kilat ritual mandi itu kuselesaikan. Banyakin minyak wangi aja deh, pikirku. Menatap diriku di cermin, sudah rapi dan terlihat segar. Meskipun mata masih terlihat bengkak karena menangis lagi semalam.
Aku menyambar tas dan hape di ranjang, langkah kakiku terhenti di depan pintu kamar ketika sebuah notif masuk. Kulihat siapa si pengirim lewat layar, ternyata dari Langit. Tumben sekali.
Pak Bos+Mantan
|Hari ini kamu gak perlu berangkat, Ra. Aku memberimu cuti untuk beristirahat. Lekaslah sembuh.Singkat, padat dan Vangke! Kenapa gak dari tadi sih ngechatnya? Tahu disuruh libur aku jadi gak perlu buru-buru.
Kulempar hape ke ranjang beserta tasku. Kembali duduk di tepi ranjang, menatap foto pernikahanku dan Bintang. Di sana aku nampak tersenyum dengan terpaksa, sementara Bintang menunjukkan senyumnya yang lebar.
Andaikan senyum itu memang menggambarkan keadaan hatinya yang sebenarnya. Yang memang benar-benar tersenyum bahagia bersamaku. Tapi, nyatanya ia lebih memilih ratu drama itu ketimbang aku yang masih berstatus istrinya.
Merebahkan tubuh di ranjang yang empuk, kembali menatap atap rumah. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Apa mungkin Tuhan mengirimnya untuk mengajarkanku bahwa aku masih berhak jatuh cinta, meski dengan orang yang salah?
Aku bangkit dari tidurku ketika ketukan di pintu kamar terus mengganggu. Kuputar knop pintu, terlihat Siti yang sudah berdiri di depan kamar. Ia membawa sebuah nampan berisi semangkuk sup hangat dan segelas susu.
Aku menggelengkan kepala menyuruhnya masuk, mataku menunjukkan di mana ia harus meletakkan nampan itu. Ia masih tetap berdiri setelah meletakkan nampan itu.
“Ada apa lagi, Ti?” tanyaku lantaran Siti yang terlihat gelisah.
“Anu, Buk. Siti boleh minta gaji bulan depan dulu ndak?” ungkapnya gugup dengan kepala yang menunduk.
Aku masih diam. Tumben sekali ia minta gaji di awal. Menatap gadis belasan tahun di depanku. Tangannya saling bertaut, rautnya tampak semakin gugup lantaran aku tak kunjung memberinya jawaban.
Bibirnya ia kulum untuk menahan rasa gugup yang begitu kentara. Sekuat tenaga aku menahan tawa melihat kepolosan gadis di depanku ini.
“Nggak. Mau buat apa kamu minta gaji di awal? Uang itu jangan dihambur-hamburkan, Ti,” terangku.
Raut wajah Siti tampak kecewa dan sedih. Ia menunduk semakin dalam.
“Siti cuma mau bantu pakde sama bude di kampung, Buk. Mereka lagi butuh uang untuk berobat Inah ... keponakan Siti,” cicitnya lirih masih dengan kepala yang tertunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Wife (Completed)
RomanceBintang Wijaya Kesuma, seorang guru di salah satu SMA terfavorit di Jakarta. Otaknya yang pas-pasan membawanya menjadi guru sejarah yang lebih sering terpaku pada buku. Bintang bukanlah guru yang disiplin, tegas, apalagi rajin. Dia guru paling santu...