🌚 Pengantin Es Batu

1.4K 91 1
                                    

-*-
Aku tak perlu menatap senja untuk mencari keindahan,
karena menatapmu adalah hal paling indah yang Tuhan ciptakan.
-*-

⭐⭐

Dentingan suara sendok yang beradu dengan piring mengiringi sarapan pagi keluarga Baskara. Setiap anggota keluarga itu makan dalam diam. Karena memang itu adalah peraturan di keluarga Baskara.
Bulan hendak beranjak dari kursinya setelah menyelesaikan sarapan sebelum Dian menahannya untuk pergi.

Bulan mengangkat alisnya mengisyaratkan bertanya 'Ada apa' pada sang mama.

"Nanti temenin mama ketemu sama temen mama, tapi kamu harus pakai baju yang bagus jangan lupa dandan juga," pesan Dian pada putri sulungnya itu.

"Kan Mama yang mau ketemu, kenapa Bulan harus dandan juga," protesnya tak setuju.

"Udah, kamu nurut aja apa kata mama."

Bulan memutar bola mata malas dan segera beranjak menuju kamarnya.

"Eh es batu! Lo dapet ya?!" seru Angkasa, Adik jahanam Bulan.

Bulan pun menghentikan langkahnya dan langsung melihat ke arah celana belakangnya. Namun nihil, dia tidak mendapatkan apa-apa. Celananya bersih tanpa noda darah atau noda dosa sedikit pun.

"Satu monyet tertipu! Hahaha," tawa Angkasa menggema saat berhasil menjaili kakak dinginnya itu.

"Sialan lo anak setan!"

"Khem!" Merasa putranya dipanggil anak setan, membuat jiwa Baskara terpanggil. Kalau Angkasa anak setan berarti dirinyalah setannya.

Melihat papanya akan turun tangan membela putra kesayangannya, Bulan segera berbalik dan kembali ke kamarnya.

"Tunggu saja pembalasan dariku anak setan," batinnya menyeringai iblis.

Bulan telah siap dengan dress selutut dan make up tipisnya, dia sedang menunggu mamanya yang sangat rempong sejak tadi. Bulan heran, sebenarnya mamanya akan menemui siapa. Apakah ibu Iriana? Sampai begitu heboh seperti ini.

"Ayok, Sayang," ajak mamanya yang justru pergi mendahului Bulan yang sejak tadi menunggunya di sofa ruang tamu.
Dengan langkah kesal, Bulan mengikuti Dian dari belakang dan masuk ke dalam mobil.

"Sayang, nanti kamu harus jaga sikap di depan temen mama. Jangan tunjukkan wajah esmu itu! Kamu harus banyak senyum, mengerti?!"

"Hmm," sahut Bulan malas.

Sekitar tiga puluh menit menempuh perjalanan, akhirnya Bulan dan mamanya sampai di sebuah resto yang cukup mewah. Mereka pun segera memasuki resto itu.

"Hai, Jeng!" sapa Dian pada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan anggun itu.
Mereka pun cipika-cipiki layaknya ibu-ibu arisan biasa. Tak lupa juga berpelukan layaknya teletabis. Bulan hanya bisa memutar bola mata malas melihat mamanya yang rempong itu.

"Perkenalkan ini putriku, Bulan,"
ucap Dian memperkenalkan putrinya.

Bulan tersenyum tipis sambil meraih tangan teman mamanya itu dan menciumnya sebagai tanda hormat.

"Cantik, seperti kamu waktu muda," balas wanita itu sambil tersenyum hangat ke arah Bulan.

"Terima kasih, Tante," jawabnya.

"Mari, silakan duduk," ucap wanita itu mempersilahkan Bulan dan mamanya untuk menduduki kursi yang berada di sebrang meja.

Mereka pun duduk dan sedikit berbincang tentang masa lalu mereka. Bulan yang tidak terlalu suka mengenai perbincangan masa lalu, hanya diam sambil memainkan ponselnya.

My Cold Wife (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang