Ost. Slander ft. Dylan Matthew | Love is Gone
*-*
Sejauh apapun semesta memisahkan, jikalau Tuhan menakdirkan bersama semesta pula yang akan menuntun untuk kembali bersatu.
*-*⭐⭐
Angin berembus pelan, gorden berwarna cream di kamarku meliuk mengikuti arahnya. Aku berdiri menatap cermin, tampak anggun dalam balutan dres berwarna abu. Riasan tipis menambah sempurna wajahku.
Karena papa yang tiba-tiba jatuh sakit, mau tak mau aku harus menggantikannya menemui klien. Jujur aku sangat malas, tetapi tidak mungkin aku menolak permintaan papa. Apalagi kata papa klien ini adalah klien yang penting untuk perusahaannya.
Bocah kecil dengan kaos oblong dan celana olahraga itu berlari menghampiriku, tangan mungilnya melingkar erat di perutku.
Aku berbalik kemudian berjongkok di depannya. Peluh keringat membanjiri wajahnya. Rupanya ia baru selesai lari pagi bersama Angkasa. Jemariku mengusap keringat di wajah imutnya kemudian mengecup seluruhnya. Tak peduli bau keringat, menciumi Bumi adalah candu bagiku.
“Mama mau kemana?”
Tangan mungilnya bergerak untuk bermain di wajahku. Menelusurinya menggunakan telunjuk kecilnya, membentuk sebuah lingkaran di sana.
“Mama mau ketemu orang, Sayang,” sahutku.
“Siapa?” tanyanya lagi.
“Em ... temennya opa.”
Tangannya berhenti bermain di wajahku, rautnya nampak ragu ingin mengatakan sesuatu.
“Ma, papa kerja di mana sih, kok pulangnya lama banget,” cetusnya, mata jernihnya menatap sendu.
Mata yang menyimpan banyak kerinduan di sana. Rindu pada sosok laki-laki yang tak didapatinya sejak kecil. Aku bergeming, beradu di dalam hati apa yang harus kukatakan pada bocah enam tahun ini. Entah kebohongan apalagi yang harus kuucapkan.
“Ma ... sebenarnya papa gak kerja jauh kan? Kata Om Setan, papa Bumi ada di Jakarta. Ma, Bumi mau ketemu papa,” rengeknya.
Aku tak kuasa membendung air mataku, kutarik tubuh kecilnya dalam dekapanku.
“Maafin mama, Sayang. Mama belum bisa bawa kamu ketemu papa,” batinku merasa bersalah.
Aku tak mampu mengucapkan apapun, bibirku kelu dalam diam. Hanya suara isak tangis yang meluncur deras lewat bibir.
Bumi mengurai pelukanku, ia menatap mataku yang berlinang air mata. Jemari mungilnya mengusap air mata yang terus jatuh. Rautnya nampak pilu melihatku menangis seperti ini. Kuraih tangannya, lalu mengecupnya. Bibirku terus bergumam kata maaf.
“Mama jangan nangis, nanti cantiknya ilang. Maafin Bumi udah bikin Mama sedih, Bumi janji gak bakal nanya soal papa lagi,” lirihnya yang membuat hatiku semakin sesak.
“Bukan salah, Bumi, ini salah mama. Mama yang salah.”
Bocah kecil yang bercita-cita menjadi playboy itu merengkuhku. Kepalanya menyender di bahuku. Tumbuh kembangnya yang hanya di dampingi olehku, membuat Bumi sangat perasa terhadapku. Senakal-nakalnya, ia tak pernah bisa melihatku bersedih apalagi menangis.
⭐⭐
Mobil berwarna silver melaju membelah jalanan yang sesak. Diiringi alunan musik santai menenangkan suasana hatiku yang kelu. Beban fikiranku begitu menyiksa, ternyata lebih nikmat menjadi beban keluarga daripada tumbuh dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Wife (Completed)
RomanceBintang Wijaya Kesuma, seorang guru di salah satu SMA terfavorit di Jakarta. Otaknya yang pas-pasan membawanya menjadi guru sejarah yang lebih sering terpaku pada buku. Bintang bukanlah guru yang disiplin, tegas, apalagi rajin. Dia guru paling santu...