Ost. Klang | Gravity
*-*
Tetaplah kuat, esok matahari akan lebih cerah.
*-*
⭐⭐
Tujuh tahun kemudian ...
“Bumi!! Kemana kamu nyembunyiin hape mama?!” jeritku dari kamar menggelegar sampai ke rumah tetangga.
Dengan emosi yang tersungut-sungut aku keluar dari kamar, menghampiri bocah laki-laki berusia enam tahun yang tak bergeming sama sekali mendengar jeritanku. Ia justru sangat santai menikmati kacang rebus sambil menonton kartun favoritnya, si spons dalam lautan.
Aku menekan tombol merah di remot tv, mematikan tv agar bocah itu mendengarku. Ia turun dari sofa, berdiri menatap sebal dengan kedua tangan di pinggang.
Aku tak gentar, aku mengikutinya meletakkan tangan di pinggang, menatap tajam ke arahnya.
“Mama, kenapa di matiin tvnya? Bumi kan lagi seru-serunya nonton!” omelnya tanpa sedikit pun merasa takut.
Aku mendekat ke arahnya, “Siapa suruh kamu nyembunyiin hape mama. Sekarang balikin hape mama.”
Aku mengulurkan satu tanganku meminta hapeku kembali. Ia masih menatapku, lalu menjulurkan lidahnya mengejek. “Gak bakalan, wleek.”
Vangke!
Kalau gak inget ngeluarinnya susah, sudah kubuang dia ke pinggir jalan!
Aku mengejar Bumi yang kini telah berlari mengitari isi rumah, tak lupa menggoyang-goyangkan pantatnya.
“Kena kamu.”
“Hahaha ... Mama curang, larinya kenceng kayak kuda.”
Kampret! Aku disamain sama kuda.
“Ho ... kamu bilang mama kayak kuda? Rasain hukuman dari mama.”
Bumi tampak menggeliat dalam pelukanku saat aku mulai menggelitiknya. Ia terus tertawa dengan bibirnya yang terus merapalkan kata ampun.
Dia Bumi. Bumi Araksa Kesuma, bocah laki-laki yang aku lahirkan enam tahun lalu sendirian. Tanpa suami, tanpa orang tua dan tanpa ada yang menemani proses kelahiranku. Hanya para dokter dan suster yang ada di sana, menguatkanku saat aku hampir menyerah.
Melahirkan Bumi adalah pertarungan hidup dan matiku, saat itu proses persalinanku memakan waktu yang sangat lama. Sekitar lebih dari dua puluh jam, karena khawatir dengan keadaan bayi dalam kandunganku dan aku yang sudah kelelahan, bahkan saat itu aku hampir saja menyerah. Akhirnya, dokter memutuskan untuk melakukan operasi caesar.
Namun, semua rasa sakit yang kurasakan selama proses melahirkan itu terobati saat melihat bayiku pertama kali. Ia sangat tampan dan menggemaskan. Aku memberinya nama Bumi, dengan harapan ia mampu seperti bumi yang selalu tangguh menopang seluruh kehidupan manusia. Aku ingin, putraku menjadi sosok yang kuat dan tangguh, tak gentar menghadapi segala rintangan yang menghadangnya.
Kini, bayi mungil itu telah tumbuh menjadi bocah kecil yang jail dan rusuh. Persis sekali dengan papanya.
Setelah kepergianku tujuh tahun lalu, aku menutup diri dari siapa pun. Aku mengganti nomorku dan resign dari perusahaan Langit. Jangan tanya seperti apa reaksi mama saat tahu aku pergi meninggalkan Bintang, tentu beliau sangat shock dan terpukul. Namun, aku bersyukur mama bisa memahami keadaanku, meski aku tak menceritakan detailnya.
Sampai saat ini, aku sama sekali belum bertemu dengan mama, papa dan Angkasa. Kami hanya bertukar kata lewat video call. Saat persalinanku, mereka ingin sekali mengunjungiku di London. Namun, aku menolaknya. Karena kondisi mama yang kurang fit pada saat itu dan aku tidak mau mama kenapa-napa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Wife (Completed)
RomansaBintang Wijaya Kesuma, seorang guru di salah satu SMA terfavorit di Jakarta. Otaknya yang pas-pasan membawanya menjadi guru sejarah yang lebih sering terpaku pada buku. Bintang bukanlah guru yang disiplin, tegas, apalagi rajin. Dia guru paling santu...