🌚 Berakhir

1.1K 57 2
                                    

Ost. Fiersa Besari feat Prinsa Mandagie | Melawan Hati

*-*
Tuhan ... kenapa perpisahan semenyakitkan ini?
*-*

 kenapa perpisahan semenyakitkan ini?*-*

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⭐⭐

"Lo beneran gak mau sarapan dulu, Bin?"

Bintang yang baru menuruni anak tangga menoleh padaku. Ia tampak rapi dengan seragam gurunya, terlihat lebih bijaksana. Aku yang tengah duduk di kursi meja makan menatapnya, seraya memasukkan potongan buah ke mulut.

"Enggak, gue ada rapat pagi ini. Gue berangkat dulu, Bu," pamitnya melenggang keluar rumah.

Mataku menatap punggungnya yang menjauh, apa perpisahan yang sudah di depan mata ini tak pernah berarti apa-apa untuknya?

Setelah hampir seminggu menemani Michele di rumah sakit, Bintang akhirnya pulang beberapa hari yang lalu. Ia bilang Michele telah baikan dan diperbolehkan pulang. Semoga dia tidak merepotkan lagi.

Namun, ada sesuatu yang tampak berbeda dengan Bintang. Ia lebih memilih menghabiskan waktu menatap laptop daripada menatapku. Kini, ia juga tak lagi mengantar jemputku ke kantor. Mengapa? Jawabannya, ia sibuk. Aku merasa hanya raganya yang berada di rumah, tapi hatinya entah ke mana. Ia selalu sibuk dengan entah. Aku saja yang seorang manajer tak sesibuk dia.

Aku menatap Siti yang tengah sibuk dengan dapurnya. Entah melakukan apa, aku pun tak tahu. Aku beranjak, menghampiri Siti yang ternyata tengah memotong bawang.

"Ibuk ngapain di sini?" tanyanya menyadari kehadiranku.

"Mau liat kamu masak," sahutku.

Aku memperhatikan gerakan tangan Siti yang begitu lincah memotong bawang, tak lupa dengan ikan yang tengah digorengnya. Aku tak melihat raut kewalahan di wajahnya, yang ada hanya santai seperti sudah terbiasa melakukan segala pekerjaan.

"Sini, saya bantu goreng ikannya."

Aku hendak meraih spatula yang berada di atas wajan, tapi tanganku dihadang oleh pisau yang dipegang Siti. Etdah! bocah ini.

"Jangan, Buk. Nanti minyaknya meledak-ledak, tangan Ibuk yang mulus kena minyak, wah ... bisa-bisa Siti ditendang Tuan," cetusnya bergidik ngeri. Entah apa yang ia bayangkan, mungkin Bintang yang tengah menendang pantatnya karena membuatku terkena minyak goreng.

"Lebay kamu. Udah sini biar saya yang goreng. Gini doang mah kecil," ucapku remeh.

Aku menggenggam spatula itu, sedikit takut. Lantaran aku sebenarnya tak pernah menggoreng ikan. Ragu-ragu, aku melirik Siti yang tengah memperhatikanku. Ia nampak ragu. Namun, melihatku menatapnya ia segera melanjutkan pekerjaannya. Kini tangannya beralih memotong wortel, entah apa yang akan dimasak oleh gadis ini.

Gemercik minyak semakin keras, letupan-letupan kecil mulai tanpa jarak. Panik. Aku diserang panik seketika. Secara reflek tubuh dan wajahku condong kebelakang untuk menjauh dari jangkauan wajan, dengan hati-hati aku berusaha membalik ikan itu. Lengket.

My Cold Wife (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang