Ost. Hanin Dhiya | Mengapa Bertahan
*-*
Seperih apapun hati, bibir harus tetap tersenyum__Bulan Aurora Baskara__
*-*⭐⭐
Setelah sarapan bersama untuk pertama kalinya bersama mama dan papa, aku memutuskan untuk bersantai sejenak. Melepas segala beban di benakku. Ah, tenangnya. Tidak ada suara bising yang mengganggu.
Selepas sarapan tadi, Angkasa mengajak Bumi untuk berkeliling Jakarta. Awalnya ia menolak, ia bilang Jakarta panas. Tapi, bukan Angkasa namanya kalau gak bisa membujuk Bumi keluar. Dengan godaan banyak cewek cantik yang akan mereka temui, iman Bumi yang seuprit pun runtuh. Ia langsung semangat untuk berkeliling kota.
"Masuk, pintunya gak dikunci," seruku saat suara ketukan pintu mengganggu waktu santaiku.
Pintu terbuka, munculah Mama membawa nampan berisi camilan. Beliau meletakkan nampan itu di nakas, kemudian duduk di tepi ranjangku. Aku menutup majalah yang tengah kubaca, kemudian membenarkan posisi dudukku menghadap Mama.
"Ada apa, Ma?" tanyaku.
Mama meraih tanganku, menatapku lembut. Mungkin di matanya, aku masihlah putri kecilnya. Beliau lupa, bahwa putri kecil ini kini telah tumbuh menjadi wanita kuat sepertinya.
"Kamu gak mau menemui Bintang, Nak?" tanya Mama.
Aku terdiam, rautku yang semula hangat kini berubah dingin. Senyumku luntur bersama dengan hati yang luruh. Aku gak pernah berpikir untuk menemui Bintang. Untuk apa menambah luka yang masih menganga lebar.
Aku melepas tanganku dari genggaman Mama, membuang wajah ke arah lain. Aku tak mau Mama melihat guratan kesedihan di mataku.
"Sayang, mama gak tau apa yang terjadi dengan rumah tangga kalian. Tapi mama mau kamu menyelesaikannya, jangan lari dari masalah seperti ini," tutur Mama lembut.
Aku tahu Mama hanya ingin yang terbaik untuk putrinya. Sama sepertiku yang berusaha memberikan yang terbaik untuk Bumi. Tapi ini semua di luar kendaliku. Aku tidak ingin merusak kebahagiaan Bintang dan Michele jika aku datang.
"Bulan ..." panggil Mama lirih.
Aku mengembuskan nafas pelan kemudian menatap Mama lembut. "Nanti Bulan pikirin, Ma," tuturku.
Mama menatapku, ada segaris keraguan di matanya. Aku tahu beliau tak percaya dengan apa yang kukatakan. Kuraih tangannya, hatiku teriris menatap tangan Mama yang kini tak lagi kencang. Banyak garis-garis menyembul berwarna biru di tangannya.
"Ma, apapun yang terjadi dengan rumah tangga Bulan, Mama gak perlu memikirkannya. Apapun yang terjadi, Bulan akan mengahadapinya," ucapku meyakinkan Mama.
Mama tersenyum. Senyum terhangat yang pernah aku lihat. Senyum yang selalu membuatku kuat saat aku terpuruk jatuh.
"Mama tau," gumamnya.
Mama menariku dalam pelukannya. Hangat. Kunikmati harum tubuh Mama yang kini lebih dominan bau minyak angin. Perlahan air mataku menetes. "Maafin Bulan, Ma ..." batinku.
⭐⭐
Sesuai janjiku pada mama. Hari ini aku akan berkunjung ke rumah Bintang. Entah apa yang akan terjadi nanti, tapi senyum pura-puraku tak boleh luntur.
Mobilku berhenti di dekat rumah Bintang. Hatiku ragu. Kuamati rumah besar yang beberapa bulan silam menaungiku dari panasnya matahari. Rumah yang menjadi saksi bisu atas cinta yang tak tersampaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cold Wife (Completed)
RomansaBintang Wijaya Kesuma, seorang guru di salah satu SMA terfavorit di Jakarta. Otaknya yang pas-pasan membawanya menjadi guru sejarah yang lebih sering terpaku pada buku. Bintang bukanlah guru yang disiplin, tegas, apalagi rajin. Dia guru paling santu...