03

31.5K 2K 13
                                    

Syarat Mendapat Bintang Emas
.

.

.

Hari kedua masuk kelas masak membuat Haidee tak ada teman bicara karena Saski hari ini tak ada jadwal kelas. Alhasil ia hanya diam duduk sembari menatap layar ponselnya yang menampilkan room chat grup keluarga Saka.

Hanya mengamati, tanpa ada niat menimpali chat yang dikirim kakak-kakak iparnya serta keponakannya.

Mengingat Saka anak bungsu dan perbedaan usia dengan ketiga kakaknya sangat jauh, apalagi dengan dirinya.

Sama Saka saja, ia beda sebelas tahun. Apalagi kakak-kakak Saka. Pun, keponakan Saka rata-rata lebih tua darinya.

Hanya Sabina yang usianya lebih muda. Sementara yang seumur dengannya. Fikram. Anak kedua dari kakak kedua Saka.

"Ekhm!"

Haidee mengalihkan pandangannya pada tiga Ibu-Ibu di hadapannya. Dan satu lagi duduk di sebelahnya. Ia tersenyum tipis.

Walau memiliki sikap dingin, tapi ia tak dingin-dingin amat kok. Haidee tetap bisa menampilkan sikap hangatnya. Meski tak selalu.

Keempat Ibu-Ibu itu mengenalkan diri mereka yang disambut ramah Haidee. Dua di antara mereka mungkin usianya tak beda jauh darinya dan dua lainnya cukup jauh.

Mereka pun mengobrol ringan.

"Saya masuk kelas masak di sini sama kayak Mbak Haidee juga, cari kesibukan lain. Di rumah tuh pusing sendiri. Anak-anak pergi les terus Bapaknya kerja. Gimana gak bosen di rumah, ya gak?" celetuk salah satu dari mereka yang usianya cukup tua dari Haidee.

"Kalau saya karena emang mau belajar masak, Mbak. Bosen denger Mama mertua misuh-misuh mulu karena saya gak pinter masak. Katanya gak ngurusin suami! Gak tau aja dia dari pagi sampai pagi urusin suami!" sahut salah satu dari mereka yang umurnya tak beda jauh dari Haidee.

"Ngurus di ranjang ya?"

Keempatnya tertawa. Haidee hanya tersenyum tipis. Merasa terhibur dengan celotehan empat wanita dewasa tersebut.

"Mbak Haidee udah punya anak berapa?" Semuanya kini fokus ke Haidee.

"Belum punya, Mbak."

"Ah pengantin baru?" Haidee menggeleng kalem.

"Udah jalan tiga tahun." Keempatnya manggut-manggut mendengar jawaban Haidee.

"Nunda atau gimana?"

"Nunda Mbak. Saya dan suami dijodohkan. Jadi, kita mau berduaan dulu kayak orang pacaran. Sebelum nanti fokus saya terbagi ke anak-anak," jawab Haidee kalem.

"Woah! Berarti tiap hari bermesraan dong!" Haidee hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan tersebut.

"Suaminya kerja apa?" Pertanyaan yang berasal bukan dari keempat wanita di dekatnya, membuatnya menoleh pada Ibu-Ibu yang dandanannya menor.

Ketiga Ibu-Ibu yang tadi mengobrol ringan dengan Haidee saling berbisik dengan ekspresi sinis pada Ibu-Ibu angkuh itu.

"Kerja di perusahaan konstruksi. Jabatannya Quality Control," ujar Haidee kalem. Ibu-Ibu di hadapan mereka manggut-manggut.

Ibu menor tersebut ikut mengangguk dan melirik ponsel Haidee keluaran terbaru. Tentunya sangat mahal. "Gajinya banyak, ya?"

Haidee hanya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan tersebut. Tak ingin menjawab karena tak ingin nantinya bermunculan gosip tentang dirinya memamerkan gaji suami.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang