26

20.7K 1.8K 42
                                    

Menangis Bukan Tanda Kamu Lemah
.

.

.

Haidee menekan pelan kelopak matanya lalu mengusapnya menggunakan kedua tangannya. Kemudian membuka matanya secara perlahan. Tidak menyangka ia akan mengeluarkan air mata. Walau tidak banyak.

Objek pertama kali yang ia lihat adalah Richel yang tersenyum lembut sembari membantunya untuk duduk. Karena ia sedang berbaring di atas brankar.

"Menangis bukan berarti kamu lemah. Menangis bukan berarti kamu rapuh. Walau sebagian orang menganggap menangis adalah tanda kelemahan, itu tidak lah benar. Karena dengan menangis maka perasaan akan berangsur lega. Gimana, kamu lega, kan?"

Haidee mengangguk. Membalas senyuman Richel dengan senyum tipis. Terapi yang diberikan Richel dalam pertemuannya beberapa kali dengan dokter ayu tersebut perlahan berhasil.

Haidee yang sudah melupakan bagaimana rasanya menangis, secara perlahan dapat merasakannya lagi. Seperti yang di katakan Richel. Perasaannya perlahan lega.

"Mau bahagia, sedih, marah ataupun kecewa. Menangis lah. Tidak apa-apa. Kamu jangan beranggapan kalau diri kamu lemah hanya karena menangis," ujar Richel lembut. Begitu menenangkan Haidee.

Dan benar apa yang dikatakan Richel, Haidee merasa begitu lemah jika ia menangis.

Dulu....

Jauh dari hari ini. Kurang lebih saat ia masih kecil. Jika mendapatkan perlakuan buruk dari kedua orang tua serta kakaknya, ia akan menangis. Saat ia menangis maka mereka akan semakin merundungnya, bahkan main tangan agar ia berhenti menangis.

Di saat itu lah Haidee menyembunyikan tangis jika mendapatkan perlakuan buruk bahkan menahan tangisnya sekuat tenaga. Berkata pada dirinya sendiri jika ia bukan lah orang lemah jadi tak perlu menangis.

Mengobati psikisnya berarti membuka luka lama yang ia kubur selama ini. Namun, ia merasa perlahan lega karena bisa menangis lagi. Merasa bebannya perlahan terkikis.

"Terima kasih," ujar Haidee tulus yang dibalas senyum manis Richel.

"Sama-sama. Kamu suka nonton?" Mereka telah duduk di kursi yang tersedia dalam ruangan tersebut.

"Iya."

"Pernah nonton film Inside Out?" Haidee menggeleng pelan.

"Saya rekomendasikan kamu nonton film itu. Walaupun film kartun, tapi ada makna terdalam dari film itu." Haidee mengangguk akan menonton film tersebut.

Pintu ruangan tersebut terbuka membuat keduanya menoleh.

"Ran! Aku ada pasien!" ujar Richel lembut, namun tegas menatap seorang pria yang Haidee yakini dokter yang bekerja di rumah sakit ini juga.

"Aku tau," balas pria itu santai, lalu duduk di sofa yang tersedia.

Richel menghela nafas pelan, lalu kembali menatap Haidee.

"Minggu depan kita ketemu lagi. Hati-hati di jalan." Haidee mengangguk pelan dan segera pamit pada Richel. Keluar dari ruangan tersebut.

》》《《

Seusai dari rumah sakit. Haidee singgah untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Tidak menyangka mengeluarkan air mata walau sedikit dapat menghabiskan tenaganya.

Saat ia menunggu pesanannya, seseorang duduk di hadapannya tanpa permisi membuatnya mengernyit heran menatap pria itu yang menyunggingkan senyum lebar.

"Saya tebak kamu pasti lupa dengan saya?"

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang