37

72.3K 2.5K 146
                                    

Sebuah Pilihan, Berasal Dari Diri Sendiri
.

.

.

Saka menghembuskan nafas kasar saat memasuki unit apartemennya. Lantainya berdebu. Sudah dua minggu ia tidak menghubungi orang yang biasa membersihkan karena terlalu sibuk bekerja.

Seperti biasa, jika di akhir pekan ia akan keluar kota dan malam harinya baru kembali sebelum hari Senin tiba.

Dengan malas ia masuk ke kamar lalu melempar asal tas ransel berisi pakaian kotornya.

Perutnya keroncongan karena tidak sempat singgah makan di luar tadi atau lebih tepatnya ia berharap jika kepulangannya akan disambut masakan Haidee.

Tersenyum getir, ia menggeleng pelan.

Dulu Haidee masak untuknya, tapi ia tidak pernah memakannya. Memilih makan di luar, daripada makan masakan Haidee. Alasannya, karena ia tidak ingin terbiasa.

Menghela nafas panjang.

Saka menyesal.

Sungguh menyesal.

Saka menahan dirinya agar tidak tergantung dengan Haidee, karena ia takut jika Haidee akan menyalahartikan sikapnya sebagai suami yang mencintai istrinya. Ya, itu dulu pehaman Saka, di saat belum menyadari perasaannya pada Haidee. Karena bayang-bayang tentang Arsika tidak terhapus.

Nyatanya, ia hanya merasa bersalah atas kematian Arsika.

Larut dalam masa lalunya hingga ia mengabaikan masa depannya. Masa lalunya hancur begitu pun masa depannya, tidak ada yang bisa ia selamatkan.

Tangannya menyapu cermin yang berembun dalam kamar mandi, melihat wajahnya yang begitu kuyuh walau sudah mandi. Lingkaran bawah matanya sangat nampak serta kedua pipinya begitu tirus sehingga membuat rahangnya begitu menonjol. Rahang yang telah di penuhi bulu yang lumayan tebal, begitupun di atas bibirnya.

Rambutnya juga sudah panjang, menutupi tengkuknya. Entah kapan terakhir kalinya bercukur. Terlalu malas untuk melakukan hal tersebut.

Ia pun keluar dari kamar mandi. Hanya menggunakan celana pendek untuk menutupi tubuh telanjangnya.

Meraih ponsel lalu ia menatap beberapa notifikasi yang masuk. Sama sekali tidak ada yang menarik.

Matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan ruang chat sosok yang sangat ia rindukan.

Selalu ada keinginan untuk menghubungi, tapi mengingat jika pertemuan terakhir mereka begitu buruk. Bahkan Haidee mengusirnya.

Saka menghela nafas panjang lalu menaruh ponselnya di atas meja nakas. Kemudian merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang kusut karena tidak pernah dirapikan. Menatap nyalang langit-langit kamar.

Bukan kah ini yang Saka inginkan?

Pernikahan yang singkat?

Awalnya Saka sangat tidak menginginkan pernikahan ini karena ia masih terpaku pada masa lalunya. Bahkan ia marah pada Mama karena menjodohkannya begitu saja. Hingga ketiga kakaknya turun tangan dan akhirnya ia dengan pasrah menerima perjodohan tersebut.

Memang, niat awal Saka hanya menjadikan Haidee sebagai partner dalam urusan ranjang agar ia bisa kelelahan dan tidur nyenyak. Tapi, seiring berjalannya waktu, Saka merasa nyaman hidup bersama Haidee.

Meski Haidee begitu dingin, tapi Haidee selalu perhatian padanya, walau hal sekecil apapun. Tidak pernah membantah dirinya dan pasrah jika ia yang terlalu kasar saat 'bermain'.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang