04

30K 1.9K 36
                                    

Mama Minta Cucu
.

.

.

Saka terbangun lalu meregangkan tubuhnya, ia menatap Haidee yang masih tertidur pulas. Lalu menunduk untuk mengecup sekilas bahkan melumat bibir Haidee yang terbuka setengah.

Haidee melenguh, menggeliat pelan dan mengubah poisisi tidurnya menjadi miring. Saka memperbaiki letak selimut yang menutupi tubuh polos Haidee lalu turun dari ranjang.

Hanya mengenakan celana bokser, ia keluar dari kamar, mencuci wajahnya saat berada di dapur. Kemudian ia menuang air minum lalu meneguknya.

Suara bel berdenting membuatnya mengernyit saat melihat masih pukul sembilan pagi, tapi sudah ada yang bertamu. Ia pun ke arah pintu dan mengintip melihat layar interkom.

Di luar sana sang Mama berdiri, ditemani cucu kesayangannya.

Saka mendengus, bukan karena kehadiran Mama, tapi keponakannya yang manja tersebut. Karena posisi 'kesayangan Mama', diambil alih oleh keponakannya tersebut.

Dengan malas ia membuka pintu.

"Eh? Kok kamu yang buka pintu?"

Saka memutar bola mata malas mendengar pertanyaan Mama. "Emang kenapa? Kalau laki-laki lain yang buka pintu. Baru deh Mama kaget."

"Kamu itu!" Saka mengaduh sakit saat Mama menepuk lengannya keras.

Walau usia Mama akhir kepala enam, tapi tenaganya masih kuat. Dan tak setua seperti Ibu-Ibu usia enam puluh sembilan pada umumnya.

Mungkin karena Mama rajin mengonsumsi obat herbal serta berolahraga dan hanya bersantai ria setiap harinya.

"Biasanya kan Om Saka keluar kota kalau weekend. Tumben enggak?" Kini Sabina bertanya sembari duduk di sofa, mengikuti sang Eyang.

"Kerjaan di Cirebon udah kelar. Dua minggu lagi gue ada kerjaan di Bandung," ujar Saka, kembali melanjutkan meneguk airnya.

"Dee, mana?"

Saka menatap Mama yang kini menyalakan televisi. "Masih tidur."

"Ini udah jam sembilan lho, Ka!" Mama sontak menatap Saka yang menyengir.

"Biasa, Ma. Semalam 'bikinin' Mama cucu sampai subuh." Saka tertawa saat Mama melemparnya remote televisi  sementara Sabina menutup kedua kupingnya.

"Ck! Udah dua puluh tahun lho, Dek. Gak pa-pa kok denger yang beginian," ujar Saka membuat Sabina mendelik kesal.

"Kamu tuh! Jangan kotori otak suci cucu Mama, ya?" Saka yang kini mendelik kesal. Posisinya sebagai anak bungsu kesayangan tergantikan kehadiran Sabina. Cucu paling bontot di keluarga Gandhi Pramunaja.

"Kamu 'bikin' terus, tapi gak pernah jadi!" Saka tertawa mendengar sindiran Mama.

"Iya nih Om! Kapan Om Saka sama Tante Dee punya anak? Adek pengen punya sepupu cewek. Masa cuma Adek yang sendirian cewek. Gak seru," celetuk Sabina sembari mencebikkan bibirnya.

Menjadi satu-satunya perempuan dan posisinya paling kecil di keluarga Gandhi Pramunaja sehingga semua orang memanggilnya 'Adek' dan juga membuat Sabina tak ada teman ngobrol jika mereka kumpul keluarga. Karena obrolan laki-laki dan perempuan tentu berbeda. Para kakak sepupunya serta abangnya sering mengobrol hal yang sama sekali Sabina tak mengerti.

"Eh bocah! Kalaupun Dee nanti hamil, belum tentu nanti anak gue cewek." Sabina mencebikkan bibirnya kesal.

Perbedaan usia mereka hanya enam belas tahun, membuat mereka seperti kakak-adik. Tapi, hanya Sabina lah satu-satunya keponakannya yang memakai embel-embel 'Om' padanya. Yang lain hanya menyebut namanya.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang