22

21.5K 1.9K 87
                                    

Diabaikan Rasanya Begitu Sakit
.

.

.

Kembalinya dari rumah Inas, pasangan suami istri itu hanya diam selama perjalanan.

Saka fokus menyetir, sementara Haidee sibuk memegang perutnya yang entah kenapa terasa seperti dililit. Padahal tadi, ia tak terlalu banyak makan sambal.

Karena egonya terlalu tinggi serta gengsi, jadi ia hanya diam. Tak memberitahu Saka untuk singgah ke apotek membeli obat.

Merasa jika sakitnya hanya sebentar.

Tapi, malah semakin parah setelah mereka tiba di apartemen.

Haidee hanya mampu meringkuk di atas tempat tidur, keringat dingin sudah mengguyur tubuhnya. Perasaannya semakin tak enak. Sungguh, perutnya sangat sakit.

Menekan gengsi, ia memanggil Saka yang berada di luar kamar. Tapi tak kunjung nampak. Mungkin karena suaranya begitu lemah.

Tak lama kemudian, Saka masuk dengan terburu-buru. Mengambil jaket serta kunci mobil. Melirik pun tidak.

"Mas!" panggil Haidee agak keras saat Saka hendak keluar kamar, tapi pria itu hanya berhenti sejenak tanpa menoleh dan keluar begitu saja.

Hati Haidee mencelos. Mengira Saka mendengar panggilannya. Mengira Saka terburu-buru karena khawatir dengan keadaannya. Tapi, ternyata ada yang lebih penting dari dirinya yang mengalami sakit perut.

Kini bukan perutnya yang sakit, tapi dadanya pun.

Menahan semua kesakitannya, ia meraih ponselnya. Menghubungi Marshal yang selalu ada untuknya.

Demi apapun! Haidee merasa perutnya seperti ditumbuk hingga merasa nyeri.

"Ha-lo Kak, tolong ke apartemenku sekarang. Perutku..." Haidee meringis sakit, sehingga ia menghentikan ucapannya. Mendengar di seberang sana Marshal bertanya khawatir dan suara gemerisik. "Sakit," lirih Haidee dan kembali mendengar suara Marshal yang menyuruhnya menunggu.

Sekali lagi, ia ingin menangis tapi tak bisa.

Rasanya ia ingin berteriak. Menangis sejadi-jadinya agar ia merasa lega.

Haidee terbaring lemah menatap lemah langit-langit kamar, kedua tangannya meremas perutnya yang semakin nyeri. Merasa desakan di dalam sana. Ringisan sakit tak dapat ia tahan.

Haidee berteriak keras. Menyalurkan rasa sakit di perut dan dadanya. Suaranya menggema di kamar tersebut. Teriakan keputusasaan.

Haidee tidak berlebihan, tapi sakit di perutnya berkali-kali lipat sakit akibat Saka mengabaikan dirinya.

Tak beberapa lama ponselnya berdering dan nama Marshal terpampang. Ia menjawabnya dan memberitahu Marshal kata sandi pintu unit karena ia tak mampu lagi untuk bergerak.

Marshal masuk dan melihat Haidee yang meringkuk kesakitan. "Astaga Dee! Oh Tuhan! Kamu kenapa?" Marshal panik segera menghampiri Haidee yang wajahnya pucat pasi.

"Sakit Kak," lirih Haidee menatap lemah Marshal yang segera mengangkat tubuhnya. Tapi, Marshal berhenti bergerak membuatnya mengernyit.

"Kamu mens Dee?" tanya Marshal melihat darah di sprei Haidee.

Haidee menguatkan pegangannya di baju bagian depan Marshal. Merasakan desakan di dalam perutnya. Marshal pun segera membawa Haidee keluar. Tidak lupa menyumpah serapahi Saka yang tak nampak di unit tersebut. Membiarkan Haidee sendirian.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang