25

23.2K 1.7K 20
                                    

Mereka Sama-Sama Sakit
.

.

.

Pandangan Haidee tidak beralih sedikit pun dari pintu kaca kafe langganannya tersebut. Menunggu sosok yang ingin ditemuinya hari ini. Menghela nafas panjang. Haidee merasa ini tidak benar, tapi dalam satu waktu ia merasa benar.

Selalu patuh dengan apa yang dikatakan dan diperintahkan Saka. Maka ia pun akan menjadikan hari ini pertemuan terakhirnya dengan Marshal.

Masih segar dalam ingatan Haidee. Ia yang tidak ingin Marshal pergi meninggalkannya untuk kedua kalinya, tapi saat ini ia yang memutuskan untuk pergi dari pria itu. Berhenti berteman.

Tersenyum tipis, ia menyapa Marshal yang terlihat tergesa-gesa menghampiri dirinya. Pria itu menyunggingkan senyum lebar. Keringat membasahi sebagian pelipisnya dan nafasnya pun terengah-engah. Bukti jika pria itu baru saja berlari.

"Maaf lama. Tadi kerjaanku bener-bener gak bisa di-cancel," ujar Marshal sungkan. Haidee hanya menggeleng pelan dan menyuruh Marshal memesan diiringi mereka berbincang sejenak.

"Kamu mau ngomong apa?" tanya Marshal. Menanyakan tujuan Haidee ingin menemuinya hari ini. Bahkan sangat ingin. Karena tadi ia sempat ingin menunda, jika besok saja mereka bertemu, tapi Haidee memaksa ingin menemuinya hari ini.

Haidee tidak langsung menjawab. Menatap lamat-lamat Marshal. Lalu ia menyunggingkan senyuman. Senyuman yang begitu tulus. Senyuman yang sangat jarang ia tampilkan. "Aku mau ini pertemuan terakhir kita...."

Kening Marshal berkerut samar. Tidak mengerti kenapa Haidee tiba-tiba mengatakan hal tersebut. Seingatnya ia tidak melakukan kesalahan dan akhir-akhir ini hubungan mereka membaik.

"Kenapa?" Suara Marshal tercekat. Berharap jika Haidee mengajaknya bercanda. Tapi, sekali lagi ia mengingat jika Haidee bukan lah sosok yang senang bercanda.

"Suamiku cemburu."

Dan Marshal pun mengerti. Tidak menyangka jika Haidee memutus pertemanan mereka hanya karena larangan suami. Ia pikir suami Haidee tidak peduli dengan siapa saja teman Haidee. Namun, ia mengingat jika ia pernah memberi bogeman mentah pada Saka. Mungkin itu lah yang membuat pria itu dendam padanya hingga melarang Haidee berteman dengannya.

Marshal tersenyum miris dan geleng-geleng kepala sembari mengaduk asal sedotan dalam gelas tinggi di hadapannya. Minuman pesanannya tidak lagi menarik untuknya. Perasaannya yang begitu gembira karena Haidee mengajaknya bertemu, hilang seketika. Tergantikan perasaan sedih yang begitu mendalam.

Beginikah yang dirasakan Haidee saat ia memutuskan wanita itu begitu saja. Bahkan perlakuannya lebih kejam di masa lalu, karena tidak sampai dua menit duduk di hadapan Haidee saat itu lalu melenggang pergi. Berbeda dengan sekarang. Mereka telah bermenit-menit duduk berhadapan.

Alasan Marshal berbuat kejam saat itu karena tidak ingin semakin menyakiti Haidee.

Memutuskan Haidee tanpa alasan lebih baik, daripada mengungkapkan alasannya bahwa ia tidak ingin berhubungan jarak jauh. Karena saat itu Marshal harus ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Ia tak sanggup jika harus menjalin hubungan jarak jauh dengan Haidee.

Bukannya tidak percaya pada Haidee, tapi Marshal tidak percaya dengan dirinya sendiri. Takut jika ia membuat Haidee semakin terluka karena ia tergoda di luar sana.

Maka menurut Marshal saat itu, yang terbaik adalah memutuskan Haidee tanpa alasan. Mungkin saja sakit hati Haidee tidak akan berlangsung lama.

Dan terbukti benar. Bahkan Haidee telah mencintai pria lain.

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang