30

28K 1.9K 64
                                    

Mencoba Tuk Berhenti Mencintai
.

.

.

Sejak menjadi pasien Richel. Haidee merasa nyaman dengan wanita berparas ayu tersebut. Tutur kata serta perlakuannya begitu lembut. Richel bukan hanya cocok menjadi dokter psikiater, tapi juga cocok menjadi teman. Sosok yang menjadi pendengar dan penasehat yang baik.

Keduanya tidak lagi bertemu di rumah sakit, layaknya dokter dan pasien.

Sekarang mereka berteman. Entah sejak kapan mereka mengobrol layaknya teman.

Walah baru beberapa bulan mengenal Richel, tapi Haidee mampu mengeluarkan semua yang ia rasakan. Bahkan masalah pribadinya pun ia ceritakan pada Richel. Layaknya mereka telah bersahabat mengenal luar dan dalam.

Seperti halnya saat ini, mereka bertemu di sebuah kafe. Kafe langganan Haidee. Tempat biasa ia habiskan bersama Marshal. Tapi, sekarang dengan orang yang berbeda.

"Engh... sepertinya kamu mau mengatakan sesuatu?" ujar Richel lembut setelah menghabiskan kue tiramisu berukuran kecil. Melihat gelagat Haidee, tentu Richel tau jika wanita di hadapannya tersebut ingin menyampaikan sesuatu.

"Tentang rumah tangga saya."

Richel tersenyum lembut melihat wajah muram Haidee. Mengenal Haidee beberapa bulan ini, ia tau jika dibalik wajah dingin wanita itu, hanyalah topeng semata untuk menutupi dirinya yang begitu rapuh.

"Kalau kamu ragu bilang ke saya, gak pa-pa. Gak semuanya seorang teman harus tau sesuatu yang bersifat privasi."

"Tapi... saya gak bisa mendam ini. Saya... merasa sakit..." Haidee menghela nafas berat. Ia yakin, harus menceritakan apa yang ia alami saat ini pada Richel.

"Baiklah bila itu mau kamu. Saya bakal mendengarnya."

Haidee pun mulai menceritakan segalanya. Tentang rumah tangganya yang tidak harmonis. Tentang suaminya yang tidak mencintainya karena belum move on dari masa lalu. Saat ini Haidee tidak tau harus melakukan apa. Satu sisi, ia ingin bertahan dalam pernikahan ini, tapi di sisi lain ia ingin terlepas dalam pernikahan hampa ini.

Tidak sanggup mencintai sosok yang tidak mencintainya. Rasanya begitu sakit. Haidee merasa ingin mengamuk, tapi ia tidak tau harus marah pada siapa.

Pada Saka yang tidak membalas perasaannya?

Pada Arsika yang membuat Saka cinta mati pada wanita itu?

Atau pada dirinya yang mencintai Saka?

Haidee menunduk dalam. Menekan kelopak matanya yang terasa perih karena menahan tangisnya.

Richel menatap iba Haidee. Tau apa yang dirasakan Haidee karena ia pun pernah mencintai seseorang yang tidak mencintainya.

"Saya pernah merasakan apa yang kamu rasakan..."

Haidee menegakkan kepala menatap Richel yang tersenyum sedih lalu wanita itu menggenggam salah satu tangannya. Memberikan ketenangan.

"Bertahun-tahun saya mencintai dia. Berharap perasaan saya akan terbalaskan. Dia mendekati saya, memberikan saya perhatian dan saya salah paham dengan semua itu. Saya pikir dia juga mencintai saya, tapi..." Senyum getir Richel terbit. "Dia mencintai sahabat saya. Begitupun sahabat saya hingga akhirnya mereka telah menikah dan sebentar lagi memiliki anak."

Ternyata ada yang lebih menyedihkan dari Haidee...

"Keputusan saya memilih untuk melupakan perasaan saya. Awalnya gak mudah. Sangat gak mudah karena perasaan saya pada pria itu sangat dalam. Rasanya sangat sakit melihat tawa kebahagiaan mereka, sakit saat mereka memamerkan kebahagiaan mereka di depan saya, menceritakan bagaimana mereka saling mencintai satu sama lain. Tanpa tau apa yang saya rasakan. Malah mereka beranggapan saya turut bahagia."

LACUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang