"Hai Rizal," sapa Tesya dengan lembut seraya tersenyum manis ke arah Rizal, pria ini sedang berada di SMA Greenusa bersama dengan dua bodyguardnya, Doni dan Tino.
By the way, Rizal ke sini berencana untuk menyamar sebagai guru. Ck! Jangan dibayangkan seorang hacker menjadi guru, apalagi pria ini terkesan masuk ke dalam kategori pria yang okay.
Kuyakin banyak siswi yang mencoba mendekatkan dirinya kepada Rizal, belum mengajar saja sudah banyak yang mengerumuni, padahal tujuannya ke sini mengawasi Adel dan Haura. Namun, Rizal lebih tertarik kepada Haura, entahlah alasannya apa? Apakah Haura gadis yang berbeda atau apa, aku pun tak tahu.
"Gua seneng banget lo mau dateng ke sini," ujar Rena yang tak kalah memberikan senyum menawan. Rizal hanya tersenyum miring, kedua tangannya ia letakan di dalam saku celana.
"Eh, Rena sama Tesya udah kenal sama guru baru itu? Katanya namanya Pak Rizal, buset gua kagak nyangka mereka berdua ternyata kenalannya cogan-cogan," desis salah satu siswi.
The power off julid!
"Wah, gak bisa dibiarin nih kita harus deketin mereka berdua biar kita juga punya kenalan cogan," balas siswi lainnya. Entah mengapa jika anak perempuan melihat cogan langsung menunjukan bakat gosipnya.
"Oh ya, Zal, ngomong-ngomong pendapat lo tentang sekolah ini apa?" tanya Tesya, iseng-iseng gadis itu memeluk tangan kiri Rizal, pria itu refleks mengangkat salah satu alisnya.
"Lo suka gak disambut kayak gini?" imbuh Rena yang tak mau kalah menggandeng tangan Rizal sebelah kanan.
"Ya ... sekolahnya bagus, tapi kalo gua yang milikin sekolah ini bakal lebih bagus lagi," ucapnya dengan angkuh. Ya ... ya, sultan mah bebas.
"Lo itu ganteng banget, Zal. Gua aja waktu pertama kali dikenalin sama Aldo gak nyangka." Tesya tersenyum bahagia, hatinya sedang berada di masa-masa demo. Ia tak tahan dengan gejolak perasaannya ini, serasa ingin terbang ke awang-awang.
Namun, Rizal sama sekali tidak menanggapi perkataan Tesya. Pria itu berfokus pada satu objek, di sana berdiri seorang gadis berhijab yang sepertinya sedang terkejut.
Haura, entah bermimpi apa, ia bisa melihat Rizal yang sudah berada di koridor sekolahnya. Kedua bola matanya sukses tak berkedip. Rizal? Mau apa pria itu ke sini, pikirnya.
Dengan segera Haura tertunduk. Rizal hendak menghampiri sang gadis tetapi ....
"RENA, TESYA NGAPAIN KALIAN NEMPEL-NEMPEL PAK RIZAL!" tegas seorang guru laki-laki yang membuat keduanya tersentak dan refleks melepaskan genggamannya. Semua siswa dan siswi pun menjauh dan tak ingin ambil resiko.
Kedua gadis itu mencoba memberi senyum. "Amm ... anu, Pak itu mau anu, apaan ya, Ren?" ujar Tesya kemudian ia sedikit berbisik ke arah Rena.
"Kita mau anu, Pak. Antar Pak Rizal ke ruang guru," jelas Rena seraya memberikan senyuman semanis mungkin.
"Alesan! Sana ke kelas, liat yang cakep dikit langsung nempel!" omel Pak Dori, selaku guru matapelajaran olahraga.
Rena dan Tesya akhirnya dengan perasaan jengkel meninggalkan Rizal, tetapi di belakang Pak Dori ....
"Ilisin! Sini ki kilis, liit ying cikip dikit lingsing nimpil!" balas Tesya menye-menye.
Pak Dori yang masih mendengarnya kemudian beralih menengok ke belakang. "TESYA KAMU SAYA HUKUM!" tegasnya. Tubuh Tesya seketika kaku.
"Lo sih, sorry gua gak bisa bantu," ujar Rena yang siap melangkahkan kakinya.
"Ren, tolongin gua Ren!"
"Bay ... bay." Rena kemudian memberikan kiss bay terhadap Tesya dan berlalu pergi.
"Sialan ... sialan! Ampes," omel Tesya sambil menggetok jidatnya dua kali.
"Silahkan ikut saya Pak Rizal," titah Pak Dori dengan ramah, Rizal tersenyum dan mengangguk.
Kemudian pria paruh baya itu kembali menatap Tesya dengan tajam. "KAMU JUGA TESYA, IKUT SAYA KE RUANG BK!" tegasnya, seketika Tesya memejamkan kedua bola matanya menahan kaget dari ucapan Pak Dori yang lantang.
"I-iya Pak," jawabnya.
"Jangan dijawab, orang kok ngelawan sama guru!" omelnya lagi.
Hari ini adalah hari terapes bagi Tesya, bagaimana mungkin dia menanggung malu di hadapan Rizal?
Rizal mengisyaratkan Doni dan Tino untuk mengangkap Haura, keduanya mengangguk dan berjalan mendekati Haura. Sedangkan gadis itu tersadar dan cepat-cepat pergi dari sana?
Dengan tertatih-tatih, Haura mencoba untuk kembali ke kantin, berharap salah satu anggota Jervanos masih ada di sana, tetapi kalau bisa Glen.
'Ya Allah ... kenapa mereka harus ke sini,' batin Haura.
"Woy berhenti lo!" Haura yang tersadar jika kedua bodyguard Rizal semakin mendekat, gadis itu juga semakin mempercepat langkahnya, walaupun kakinya sedang sakit.
Akibat tidak konsentrasi berjalan, Haura tersandung dan terjatuh. Ia menoleh ke arah Doni dan Tino yang sudah tersenyum lebar.
"Hahaha! Lo gak bisa lari cewek sialan!"
"Jangan mendekat, menjauh dari saya! Pergi!" tegas Haura.
Detak jantungnya semakin meronta-ronta hingga membuat tubuh Haura bergetar hebat menahan takut.
"Pergi kalian pergi!" tegasnya kembali.
Buagh!
Seseorang menyerang Doni dan Tino hingga mereka berdua jatuh tersungkur. Pria itu menatap dingin ke arah bodyguard Rizal.
"Kak Very ...," ujar Haura dengan bibir bergetar. Sungguh hal yang sangat bodoh jika memburu Haura di sekolah.
"Brengsek lo ikut campur aja!" Doni hendak mendaratkan pukulan namun dengan cepat Very menghindar kemudian meraih tangan pria itu dan membantingnya ke tanah.
Kini diikuti dengan Tino yang akan menendangnya dan kakinya lebih dulu dicekal oleh Very, tak perlu memakai kekerasan, Tino sudah duduk tersungkur.
Very menatapnya datar. Pria itu mengeluarkan korek api dan juga kertas yang membuat Doni dan Tino mendelik.
"Anjir kayaknya kita mau dibakar," bisik Tino di telinga Doni.
Tanpa basa-basi, secepat kilat keduanya lari terbirit-birit dengan kekuatan seribu kaki.
Why? Padahal Very hanya ingin membakar kertas yang menyampah di saku celananya.
"Ma-makasih, Kak ...," ujar Haura yang masih terdiam menahan rasa takut.
"Astaga Haura kamu gak papa?" tanya Hana yang tiba-tiba saja datang.
"Han, aku takut," ujar Haura kemudian memeluk erat sahabatnya itu.
"Ya ampun, kamu kok sampe keringetan gini, gemetar, terus juga dingin tangan kamu." Hana membalas pelukan Haura.
Gadis imut itu menyipitkan kedua bola matanya, melihat Very yang sedang menatap kertas di hadapannya terbakar secara perlahan-lahan. Hana bangkit dan mendekati Very.
"Kakak abis apain Haura sampe kayak gini hah?!" Ia memberikan tatapan tak suka tetapi masih terlihat imut.
Very tak menjawab. "Jawab, Kak!" Hana memukul-mukul bahu pria itu. Very hanya mendengkus kesal, dengan segera ia menarik tubuh Hana dan menyandarkannya di tembok. Hana mati kutu dibuatnya, wajah mereka hanya tersisa jarak satu centi saja.
Haura yang menyaksikannya juga terkejut. Yeah, untuk kali ini Haura harus menjadi obat nyamuk.
NextOrStop?
Uwo uwo uwo, sorry banget kalo gak bikin baper karna saya gak bisa bikin yang baper-baper wkwkwk😂😱
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Badboy [REVISI]
JugendliteraturHaura Almahya Syiffani Siapa sangka gadis berhijab yang sempat menuntut ilmu di pesantren harus menikah dengan seorang cowok tengil seperti Glen? Perjodohannya begitu klasik, dimana dilakukan saat usia keduanya sama-sama masih duduk di bangku SMA. N...