Part 38 [Gua gak pantes buat lo]

922 99 10
                                    

Malam ini, Glen ada janji bersama Aldo untuk balapan liar. Haura, gadis berhijab itu sejak tadi melarang Glen untuk balapan liar akan tetapi pria ini selalu saja keras kepala.

"Kak, bahaya. Tolong jangan balapan," tegur gadis itu. Kedua bola matanya mulai berkaca-kaca, siapa pun itu kalau pasangannya akan melakukan adegan berbahaya kuyakin hatinya merasa tak tenang.

"Gua gak bisa, Ra. Gua harus nepatin janji," ujar Glen. Ia menyentuh pundak sang gadis.

"Bunda sebentar lagi dateng, Kak. Nanti kalo Bunda nyariin Kakak aku harus bilang apa?"

Netra Glen masih menatap fokus ke arah Haura. Kalau Glen tidak ikut balapan kali ini bisa-bisa Aldo lebih semena-mena lagi terhadap dirinya. Shit! Glen malas sekali kalau harus berurusan dengannya.

"Sorry, gua harus pergi, udah ditungguin," ucap Glen yang langsung menyelonong pergi tanpa mengucapkan salam.

"Kak!" Haura menatap nanar ke arah Glen, wujud pria itu sudah pergi dari pandangannya. Segera ia menghapus air matanya, semoga saja tidak ada hal-hal yang tak diinginkan terjadi pada Glen. Semoga saja begitu.

Di sisi lain, Lidya tengah bersiap-siap untuk pergi ke area balap. Gadis itu memakai jaket dan di belakangnya tertulis kata 'SILHOUTTE'. Ya, nama geng yang Lidya ganti beberapa minggu lalu dan memiliki arti bayangan hitam.

"Serius lo yang mau balapan sama Glen?" tanya Aldo memastikan, ia sambil menghisap sepuntung rokok di tangan kanannya.

Gadis berlesung pipi itu memicingkan matanya. "Lo ngeremehin gua?" tanyanya. Kemudian Lidya menepuk-nepuk pundak Aldo dua kali.

"Y-ya bukan gitu, m-maksud gua--"

Brak!

"Arrgghh!" Aldo berhisteris ketika kedua kakinya ditendang oleh Lidya secara tiba-tiba. Kedua mata Lidya menatap nyalang ke arah Aldo.

"Sekali lagi lo ngeremehin gua kayak gini, jangan harap lo minta ampun sama gua!" gertak Lidya. Aldo hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah, begini lah Lidya, tidak ingin dianggap lemah oleh siapa pun.

Tetapi, gadis itu mendengkus lemah. Mengingingat kontak motornya ada pada Rizal. Pria itu berjanji akan mengembalikannya setelah satu bulan dan Lidya kehilangan fasilitasnya baru satu hari. Entah mengapa satu hari rasanya seperti satu tahun.

"Kunci motor lo." Ia sambil menyodorkan tangannya.

"Buat apaan?"

Lidya mendengkus. "Banyak bacot banget, sih, lo! Fasilitas gua disita Rizal dan gua pinjem motor lo!" tegasnya dengan nada tinggi.

"Njir, santai jangan ngegas. Nih, awas sampe lecet." Aldo menyerahkan kunci motornya.

"Motor punya lo mah gampang gua ganti. Mau gua tendang, rusakin, bakar juga motor lo kagak ada artinya!"

"Gak ada akhlak, njir!"

"Gua kasih tau, lo kalo kalah balapan sama Glen jangan imbasin ke gua. Gua kagak ada salah tapi gua yang kena," protes Aldo, raut wajahnya begitu kesal.

Lidya menatapnya dengan sinis. "Tenang aja, gua udah sabotase motornya, Glen. Pasti gua yang menang, otak licik seorang Lidya gak akan pernah ada habisnya," ucapnya tersenyum miring.

Tesya yang hendak melangkahkan kakinya memasuki rumah Rizal, kini ia menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik tembok.

"Salut gua sama lo, udah cantik, pinter lagi," puji Aldo.

"Kita tunggu aja, pasti Glen bakal kecelakaan nanti. Gua yakin seratus persen!" Lidya menekan setiap perkataannya. Tesya hanya mengangguk-angguk lalu ia pun segera pergi dari tempat Rizal.

Menikah Dengan Badboy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang