Haura berjalan kaki tak menetukan arah. Gadis itu bingung setengah mati harus jalan kemana lagi? Setiap kanan kirinya dipenuhi dengan pohon-pohon besar meski pun ia berjalan di jalan raya, namun tempat ini terasa sepi sekali.
Sayup-sayup gadis itu mendengar deru suara motor. Haura langsung bersembunyi di balik semak-semak.
Terlihat Doni dan Tino keluar dari area hutan. Mungkin saja mereka sedang mengejar dirinya? Yang padahal masih berada di sini.
"Alhamdulillah ya Allah. Aduh, gimana coba ngabarin Kak Glen?" I sempat teringat saat ponselnya terjatuh.
Haura kembali menginjakkan kakinya di jalan raya. Gadis itu sedikit mengendap-endap dan seseklai waspada ke arah sekitar takut-takut komplotannya Rizal tiba-tiba saja berada di belakangnya.
Haura tak henti-hentinya melafadzkan ayat kursi agar dirinya tetap selamat. Jantungnya begitu berdetak tak karuan, ingin menangis karena ketakutan yang luar biasa namun jika ia menangis dan tak berusaha yang ada hidupnya kelar saat ini juga.
Gadis berhijab itu terus saja mengelap kringatnya. Panas terik matahari membuat tubuhnya terasa sangat panas, namun tak sebanding dengan panasnya api neraka.
Wajah Haura perlahan-lahan mulai memucat. Tetapi langkahnya terhentikan ketika mendengar suara dari belakang. Haura sudah menelan saliva dengan susah payah, takut-takut gadis itu menoleh ke belakang.
Ia langsung terbelalak. "Astagfirullah Tesya, Rena?!" paniknya. Haura langsung berlari ke arah keduanya, dilihat perut Tesya berteteskan darah.
"Kok bisa sampe kayak gini?" tanya Haura, gadis itu merobek ujung gamisnya dan langsung membaluti tubuh Tesya dengan sobekan gamis miliknya.
"Ceritanya panjang, Har. Kita harus cepet-cepet pergi dari sini. Soalnya kita lagi dikejar sama Aldo," ucap Rena dengan gugup. Tubuhnya gemetar.
Sekilas Haura melirik ke arah Tesya, gadis itu tampak lemas sekali.
"Tapi lo bantu gua papah Tesya, dia lagi sakit Har. G-gua ...." Rena menjeda kata-katanya, gadis itu mengelap air mata yang sempat menetes.
Haura mengangguk dan langsung menaruk tangan Tesya untuk bersandar ke pundaknya. "Berdo'a semoga kita dalam lindungan Allah," ucap Haura berusaha menyemangati namun tetap saja Rena merasa sangat was-was.
Mendadak kepala Haura terasa sangat nyeri sekali. Namun, ia tahan, mana mungkin di saat-saat seperti ini Haura akan menyusahkan Rena? Sedangkan Tesya lebih membutuhkan.
"Aku mau nanya," kata Haura. Rena seketika menoleh.
"Mau nanya apa? Pasti gua jawab kok."
"Kalian ada hubungan apa sama Rizal?" tanya Haura yang membuat Rena langsung menelan saliva dengan sangat susah payah.
Kedua bola mata gadis itu mulai berkaca-kaca. "M-maafin gua sama Tesya." Rena kemudian menundukan kepalanya. Bulir bening bertetesan di setiap jalan yang Rena langkahi.
"Kita pengkhianat, kita ngekhianatin elo sama anak-anak jervanos. Emang seharusnya kita udah lenyap dari bumi, iya tau kita cuma sampah di sini," jelas Rena. Ia terus saja meruntuki kesalahannya dan Tesya.
Rena sesekali melirik ke arah Tesya. "Gua gak tau harus gimana. Emangnya anak-anak jervanos mau maafin kita? Sedangkan Gara aja kayaknya udah benci banget sama Tesya. Lo tau? Tesya masih aja inget-inget si Gara, heran gua sama ni cewek." Rena menatap lekat Tesya, ada rasa sedih yang menyusup ke dalam hatinya.
Haura perlahan tersenyum. "Sttt, pasti mereka mau kok maafin kalian. Kalo mereka gak mau maafin kalian itu perlu dipertanyakan, Allah aja maha memaafkan masa iya hambanya enggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Badboy [REVISI]
Teen FictionHaura Almahya Syiffani Siapa sangka gadis berhijab yang sempat menuntut ilmu di pesantren harus menikah dengan seorang cowok tengil seperti Glen? Perjodohannya begitu klasik, dimana dilakukan saat usia keduanya sama-sama masih duduk di bangku SMA. N...