Part 49 [Melarikan diri]

1K 106 27
                                    

"Ren," panggil Tesya. Gadis itu meneguk ludahnya, kedua tangannya mencoba meraba ke arah sekitar.

Rena tak kuasa menahan tangis, didekapnya tubuh Tesya dan gadis itu langsung terduduk lemah.

"Gua gak buta 'kan Ren? Bilang ke gua kalo ini mati lampu!" hisreris Tesya. Kedua netranya meneteskan air mata. Sungguh, tak ada tanda-tanda silauan cahaya dari kedua bola mata Tesya.

"Sya, lo yang tenang ya? Jangan gini, lo pasti kuat," cicit Tesya, ia mendekap erat kedua tangan Tesya.

Sahabatnya hanya menggeleng, masih tidak percaya dengan semua ini. "Ren, gua kangen Gara," ucap Tesya yang menghadap ke arahnya dengan tatapan kosong.

Rena mengusap air matanya lalu mendekat ke arah telinga Tesya. "Kita bakal keluar dari sini," bisik Rena. Tesya kemudian meraba wajah Rena, ada senyum manis yang terukir di bibir gadis itu.

"L-lo serius?" tanya Tesya kembalu dengan sedikit berbisik. Rena swdikit mengangguk dan kemudian berkata, "Iya."

Tetapi wajah Tesya seketika menjadi tak senang. Gadis itu tertunduk.

"Emang kita bisa keluar? Kan ada Rizal," lirihnya dengan raut wajah putus asa, seketika harapannya telah pupus.

Rena menggaruk kepalanya yang tak gatal, jujur saja ia sangat bingung terhadap semua ini, tak yakin jika mereka akan lolos begitu saja dari tempat ini. Rizal adalah manusia yang serba tahu, entah terbuat dari apa orang itu saat diciptakan?

Rena berjalan keluar kamar, ia meraih handle pintu dan membukanya sedikit. Gadis itu terperanjat, tumben sekali Rizal tidak ada di sini?

Rena kembali mendekat ke arah Tesya. "Sya, lo yakin kita bakal keluar dari sini?"

Tesya tanpa ragu-ragu langsung mengangguk antusias. "Tapi di situ kan ada Rizal?" tanya Tesya mencoba memastikan.

"Enggak kok, Rizal kayaknya lagi keluar sebentar. Oh iya Sya gua tadi liat Haura kayak habis ke sini. Tapi kayaknya lo belum sadar deh."

Tesya memicing. "M-maksud lo?"

"Iya tadi gua liat Haura kayak lagi dikejar-kejar Doni sama Tino," bisik Rena. Tesya langsung terbelalak kemudian menggenggam kedua tangan Rena dengan sangat erat.

"Kita harus nolongin Haura sekarang, ayo keluar!" ajak Tesya. Rena mengangguk dan langsung memapah sahabatnya.

Keduanya berjalan mengendap-endap, takut jika tiba-tiba saja ada yang melihat mereka.

"Jangan bergerak kalo lo semua kagak mau mati!" Sial, mengapa harus ada Lidya, sih?

Keduanya menoleh, Rena meneguk ludahnya dengan sangat susah payah. Lidya pas sekali menodongkan sebuah pistol ke arah keduanya.

Setelah keduanya saling berhadapan, gadis berlesung pipi itu seketika tertawa kencang. Entah lah apa yang membuat dirinya begitu sangat bahagia? Apakah Lidya gila? Ups!

"Kasian jadi buta, gua yakin Gara kagak bakal mau sama cewek cacat kayak lo!" cibirnya mencemooh. Tesya hanya tersenyum menanggapi kalimat yang dilontarkan oleh Lidya.

"Kalo Gara kagak mau sama gua otomatis dia juga kagak bakal mau sama lo yang Abangnya tukang pembunuh!" tekan Tesya, Lidya langsung terbungkam.

"Rizal pembunuh Amel, Kakaknya Gara. Gimana? Lo pasti terkejut dong," lanjut Tesya. Kali ini tubuh Lidya bergetar sangat hebat.

"M-maksud lo? J-jadi Amel yang suka sama Bang Rizal itu Kakaknya Gara?!" pekiknya. Tesya langsung mengangguk mantap.

Namun Lidya kembali tertawa. "Hahaha emangnya gua percaya gitu aja sama lo?! Gak! Lo bohongkan biar Gara bisa lo rebut dari gua!" bentak Lidya, kedua bola matanya melotot.

Menikah Dengan Badboy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang