Pagi ini Haura berangkat sekolah bersama Glen, pria itu selalu membantu Haura dalam menjalani aktivitas karena kakinya sedang sakit.
Glen sejak tadi terus saja menggenggam erat telapak tangan milik Haura, sedikit gadis itu ingin melepaskan tangan dari pria itu, selalu saja gagal. Sampai akhirnya mereka semua tiba di kantin.
"Kak, lepasin malu diliatin orang," ujar Haura lirih.
Glen hanya bergumam kemudian menatap Haura. "Udah sah jadi boleh lah megang-megang dikit," balas Glen dengan santai, namun berbisik.
"Wadidaw! Kayaknya ada cinta segitiga nih!" seru Bidin, Glen menoleh dan memicingkan matanya.
"Berisik lo monyet!" balas Glen.
"Njir gua ganteng napa dikatain monyet."
"Lo bukan monyet kok tapi lo sipanse," jawab Ega tak berdosa.
"Apa bedanya goblok?! Mereka 'kan satu jenis!" Bidin menatap Ega dengan garang.
"Yang satu jenis sama monyet-monyetan, nih gua sebutin, Bidin, monyet, lutung, gorila, sipanse, terus ammm apa ya ...," jeda Ega sambil mengetuk-ngetuk dagu bawahnya.
Bidin kemudian beranjak dari kursi dan ia pun kembali mengambil sesuatu.
"Oh iya satu lagi, orang ut--" Belum sempat Ega menyelesaikan kalimatnya, Bidin lebih dulu memasukan sekepal cabe rawit ke dalam mulut Ega. Hingga pria itu membelalakan kedua bola matanya.
"Noh, kali-kali mulut lo dibersihin pake cabe, nih gua kasih lebih gak usah khawatir biar gua aja yang bayar cabenya Mbak Jum. Kunyah, kalo kagak bisa kunyah gua bantuin," ujar Bidin seraya memaksakan Ega mengunyah.
Setelah ini pastikan nyawa Ega masih aman, ya Din?
"Mampus lo moncor-moncor, Ga!" Ega segera menepis kasar tangan milik Bidin. Pria itu melepehkan cabe yang sempat terkunyah dan tertelan sedikit kemudian ia pun mengambil tisu.
"BIDIN BANGSAT!" teriaknya yang langsung masuk ke warung Mbak Jum untuk mengambil minuman.
"Sadis amat lo, Din gak nyangka gua anjir," tawa Gara menggelegar.
"Bidin di lawan," ujarnya menyombongkan diri.
"Tapi kalo lo ngelawan Melly bisa kagak?" tanya Katory, tetapi Bidin hanya membalas dengan cengengesan.
"Janganlah anjir, itu beda lagi."
Sedangkan Haura tertawa melihat tingkah konyol dari teman-teman Glen, gadis itu sambil menatap Glen dan tersenyum.
"Kamu punya geng?" tanya Haura memastikan, tanpa menunggu jawaban sang empu mengangguk mantap.
"Sejak kapan?"
"Waktu gua masih kelas satu SMA," jelas Glen.
"Kak, gimana tantangan Kakak sama Kak Aldo? Kakak gak jadi nidurin Kak Adel 'kan?"
Glen mendengkus kesal, pria itu sangat tidak suka jika sedang memiliki momen berdua dengan seorang gadis ujung-ujungnya pembahasannya lain.
"Bisa kagak kita jangan ngomongin itu dulu? Gua males, Ra!" tegas Glen seraya menatap tak suka ke arah Haura.
"I-iya Kak," balas Haura. Padahal Haura ingin menjelaskan tentang kejadian yang menimpa dirinya dan juga Adel kemarin, tetapi karena Glen sedang tidak ingin membahas Aldo jadi niatnya lebih baik diurungkan.
Biarkan ini menjadi rahasia Haura dan Adel.
"Glen, Haura?" sapa Adel yang baru saja datang bersama Hana, dan dua mak lampir. Siapa lagi kalau bukan Tesya dan Rena?

KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Badboy [REVISI]
Ficção AdolescenteHaura Almahya Syiffani Siapa sangka gadis berhijab yang sempat menuntut ilmu di pesantren harus menikah dengan seorang cowok tengil seperti Glen? Perjodohannya begitu klasik, dimana dilakukan saat usia keduanya sama-sama masih duduk di bangku SMA. N...