"Silhouette," ucap Lidya dengan mantap. Gadis itu sambil melahap makanannya. Yang lainnya hanya mengangguk terkecuali Aldo yang merasa sangat bingung.
"Apaan geng gua namanya Silhouette, berbelit-belit anjir lidah gua!" protes pria itu, lalu Lidya menatapnya tajam.
"Gak usah banyak protes!" tegasnya sambil menggebrak meja dengan sangat kasar hingga semuanya terkejut kecuali Rizal yang nampak bersantai-santai.
Lidya tersenyum devil dan menodongkan sebuah pisau ke arah Aldo. "Jangan coba-coba ngebantah gua, karena apa? Gua bisa ngabisin nyawa lo kapan aja!" gertaknya dengan pisau yang siap memotong leher Aldo kapan saja. Pria itu gemetar, harusnya Aldo sadar, dia saat ini sudah menjadi anak buah dari Rizal. So, stop berusaha memantaskan diri!
"Gua minta maaf," elak Aldo, raut wajahnya bisa dipastikan kalau dia sedang mengumpat dalam hati.
"Kalo bukan karna misi, gua gak sudi mimpin geng burik lo," celoteh Lidya kemudian berlalu pergi. Nafsu makannya hilang seketika saat membahas tentang geng barunya.
Jika diterawang, karakter Lidya ini bukanlah seperti gadis pada umumnya yang sekali dibantah akan diam. Tetapi Lidya, siapapun itu yang berani mengusik kehidupannya nyawa orang itu lah yang menjadi jaminan. Hampir sama seperti Rizal, namun kalau Rizal permainannya lebih lembut dan cukup menghanyutkan. Lidya? Dia tak segan-segan mengeluarkan kekejamannya.
Pagi ini seperti biasa Lidya harus berangkat sekolah. Gadis itu berdecak karena Rizal mempekerjakan Aldo sebagai supirnya, padahal Lidya ingin memakai mobil sendiri akan tetapi Rizal mengancamnya akan memotong uang jajannya. Menyebalkan sekali bukan? Pikir Lidya.
Aldo memarkirkan mobilnya di depan parkiran. Lidya turun, kemudian memakai kacamata hitamnya, sedangkan Aldo membuka kaca mobil dan menatap gadis itu dalam-dalam.
"Gua harap lo gak marah sama apa yang gua omongin tadi," ujar Aldo yang dibalas senyum semirk dari Lidya.
"Emang gua peduli? Enggak sama sekali," kecohnya lalu dengan santai pergi meninggalkan Aldo.
Pria itu mengacak rambutnya frustasi. "Sial! Bacot lo kenapa kagak bisa direm sih, Do, bisa gagal dong gua deketin Lidya! Kalo gini terus hidup gua bakal miskin!" omelnya.
Jika Lidya mengetahui Aldo seperti ini apakah dia akan tinggal diam dan terus mempercayai Aldo atau justru Lidya tertarik untuk membuat Aldo menderita? Entahlah.
Lidya melihat segerombolan anak jervanos yang sudah setia duduk di kantin. Gadis itu tersenyum kemudian duduk di antara Gara dan Glen. "Mbak Jum, cimol satu mangkok," ujarnya yang dibalas anggukan oleh sang penjual.
Tesya berdecak kesal ketika Lidya seperti menjadi ratu di antara Gara dan Glen. "Neng Lidya, kangen ya sama Babang Gara makanya nempel-nempel," goda Gara. Lidya hanya tersenyum miring.
"Siapa juga yang kangen sama Bang Gara. Gua ke sini mau duduk deket Glen." Padahal Tesya tahu betul kalau Lidya sengaja berada di dekat Gara.
"Glen, gua minta nomor wa lo boleh?" tanya Lidya tetapi pria itu tak meresponnya.
Adel yang melihatnya tentu merasa kesal, apalagi Hana yang hanya bisa menggelengkan kepalanya. Rumah tangga Haura dan Glen memang banyak cobaannya.
"Ini Neng Lidya cimolnya," ucap Mbak Jum menyodorkan satu mangkok cimol. Lidya tersenyum dan berteriamakasih.
Lalu ia menusuk satu cimol menggunakan sendok garpu, bermaksud untuk menyuapi Glen. "Makan Glen, aku suapin," tuturnya seraya tersenyum.
"Lo yang mesen kenapa nyuruh gua yang makan?" tanya Glen seraya memicingkan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Badboy [REVISI]
Teen FictionHaura Almahya Syiffani Siapa sangka gadis berhijab yang sempat menuntut ilmu di pesantren harus menikah dengan seorang cowok tengil seperti Glen? Perjodohannya begitu klasik, dimana dilakukan saat usia keduanya sama-sama masih duduk di bangku SMA. N...