Adel dan Haura bersembunyi di belakang pohon besar. Keduanya sambil melihat mobil milik Aldo yang sedang keluar dari pembatas jalan kemudian meledak.
Sedangkan kedua bodyguard Rizal segera turun dari mobilnya.
"Waduh, kalo mereka berdua mati gimana? Bisa berabe urusannya," ujar Doni sambil mengacak rambutnya dengan frustasi.
"Oon banget lo, harusnya lo kalo nyetir yang kenceng. Lo apaan ngendarain mobil kayak siput njir! Mau balap kura-kura lo?!" protes Tino, sedangkan Doni hanya menatap malas.
Ingin rasanya pria itu merempos temannya. Dikira nyupir gampang apa? Lagian sejak tadi Tino hanya berteriak menyuruh Doni untuk lebih kencang lagi dalam menyetir.
"Bacot amat lo! Mending kita nyari di sekitar sini, kali aja mereka ngumpet," usul Doni sambil melihat-lihat ke arah sekitar.
Di sisi lain Haura dan Adel berusaha bersembunyi agar tidak terlihat oleh kedua bodyguard Rizal. jarak mereka tidak terlalu jauh, hanya saja terhalang dua pohon.
Adel sejak tadi memegangi pelipisnya, darahnya terus keluar.
"Kak Adel, Kakak kenapa?" tanya Haura sambil berbisik. Adel hanya menggeleng.
"Gak tau, Ra kepala gua pusing banget rasanya," ujar Adel.
"Kakak tahan, ya? Haura mau telfon Kak Glen dulu?" Adel mengangguk kemudian Haura segera mengambil ponsel di dalam tasnya.
"Ra ... gu-gua gak kuat ...," rintih Adel tanpa menunggu lama gadis itu pingsan di tempat, dengan segera Haura menarik tubuh Adel yang hampir terbentur oleh pohon.
Remang-remang Tino menyipitkan kedua bola matanya seperti melihat sesuatu di balik pohon.
"Woy! Siapa itu!" teriak Tino yang refleks membuat Haura terkejut, kemudian gadis itu tanpa semgaja melempar ponselnya ke semak-semak.
Lalu Tino mencoba untuk mendekat dan memperjelas penglihatannya.
Haura menangis kecil sambil menggigit bibir bawahnya agar tidak menimbulkan suara.
Gadis berhijab itu memeluk Adel seerat-eratnya, ia pasrah jika takdir berkata lain. Haura siap menanggung semua ini.
'Ya Allah kalo titik terakhir kita ada di sini, hamba pasrah,' batinnya. Air matanya tak bisa dibendung, buliran bening itu terus mengalir deras layaknya hujan.
"Heh! Lo mau ngapain sih?" Doni menepukkan tangannya di pundak Tino yang membuat pria itu tersentak kaget.
"Ngagetin aja lo bangsat!"
"Gua rasanya abis ngeliat orang di balik pohon," ujar Tino yang membuat Doni memicingkan matanya.
"Atau jangan-jangan tu orang masih hidup, ya?" Tino bertanya-tanya heran ada dirinya sendiri.
"Mana mungkinlah orang mereka aja jatuh ke jurang bareng mobil. Udah ah, ayo pulang!" Doni menarik Tino, pria itu hanya mengangguk-angguk sambil menatap sekitar.
Haura berusaha mencari ponselnya yang terjatuh di semak-semak, karena ia tak menemukannya, jadi Haura memutuskan untuk berdiri.
"Aw!" ringis gadis itu ketika kakinya yang terluka menginjak kayu kecil dan menancap kembali ke telapak kaki gadis itu.
Haura segera menutup mulutnya kemudian kembali duduk, air matanya terus mengalir menahan sakit yang ia rasakan saat ini.
'Astagfirullah sakit banget,' batinnya merintih.
Tino kembali menoleh ke belakang. "Rasanya gua kayak denger suara orang bilang aw, tapi di mana, ya?" ujar Tino, Doni pun ikut menoleh ke belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/255702871-288-k820724.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Badboy [REVISI]
Novela JuvenilHaura Almahya Syiffani Siapa sangka gadis berhijab yang sempat menuntut ilmu di pesantren harus menikah dengan seorang cowok tengil seperti Glen? Perjodohannya begitu klasik, dimana dilakukan saat usia keduanya sama-sama masih duduk di bangku SMA. N...