Part 45 [Tesya Vs Rena?]

945 104 20
                                    

Tesya menundukkan kepalanya. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca, ia pasrah dengan semua ini. Gadis itu hanya bisa tersenyum pedih, tak ada pertolongan yang ia harapkan. Mungkin ini akhir dari segalanya.

Plak!

Lidya dengan entengnya menampar keras pipi Tesya. Ada sedikit sobekan di sudut bibir gadis itu hingga mengeluarkan tetesan darah.

"Dasar cewek goblok!" umpatnya. Lidya sambil sesekali melirik ke arah Rizal, tak ada reaksi apa-apa terhadap pria itu. Justru ia sangat menikmatinya.

"Pilih, hukuman apa yang mau dikasih ke pengkhianat?" Rizal bertanya dengan santai. Ia duduk di kursi dan mengangkat salah satu kakinya. Tak lupa sebatang rokok ia isap demi menentramkan isi hatinya.

Mendapat sebuah pengkhianatan? Pasti semua orang tak menyukai hal itu, bahkan akan membuat perhitungan dengan orang yang berani berkhianat. Seperti Tesya, so hukuman apa yang akan diberikan kepada Tesya?

"Gimana kalo kita jual aja si Tesya?" tanya Aldo yang memberi usul. Rizal mengetuk-ngetukkan dagunya seraya mengangguk-angguk.

"Gua mau dia mati!" tegas Lidya. Gadis itu langsung memberi tatapan tajam ke arah Tesya, sedangkan sang empu tak mampu berbuat apa-apa. Apakah semua ini akhir dari kehidupan Tesya? Jika benar, Tesya hanya berharap bisa mendapatkan maaf dari Gara. Itu saja.

"Kalo lo mau ngasih hukuman apa ke temen lo?" tanya Rizal. Pertanyaan itu disuguhkannya kepada Rena. Ia terkejut bukan main, ada rasa gugup dan iba dalam dirinya.

"G-gua ngikut aja lo semua mau hukum Tesya kayak apa," ujarnya dengan suara berat. Kedua bola mata Rena memerah, ia menahan tangis. Bagaimana bisa? Tesya yang selama ini setia bersamanya harus mendapatkan nasib buruk? Dan ... apa yang bisa Rena lakukan? Menolong? Rasanya cukup mustahil.

Memangnya Rena punya nyali berapa untuk menantang Rizal? Membantah perintahnya pun ia tak mampu.

"Jual aja, nanti untungnya kita bagi dua," ceplos Aldo. Apa sih di dalam otak pria ini jika selain uang? Belas kasihan pun pria itu sama sekali tidak punya.

"Enggak! Tesya harus dibunuh!" tukas Lidya kembali. Emosinya membara, ia mengepalkan kedua tangannya, pandangannya terhadap Tesya seakan-akan hendak menelan hidup-hidup sang empu.

Rizal mengangguk. "Anggap aja hukuman mati karena udah berkhianat sama gua." Rizal tersenyum miring.

Rena gelagapan. Ia mendekat ke arah Rizal. "Lo gak bisa gitu ngasih hukuman lainnya kayak cambuk gitu? Kalo lo bunuh Tesya gua sama siapa?" Rena berkata lirih, matanya sudah nampak berkaca-kaca. Sungguh malang nasib temannya ini yang akan meregang nyawa.

"Alah! Pengkhianat kayak gitu kok di pertahanin. Suruh siapa dia diem-diem nusuk di belakang! Giliran bakal dilenyapin aja langsung nangis. Dasar gembel," cibir Lidya tersenyum semirk.

Tesya langsung mengangkat wajahnya dan menatap tajam-tajam gadis itu. "Apa lo liat-liat?! Mau gua colok mata lo?!"

Tesya berdecih. "Najis banget gua berpihak sama lo! Kalo aja Rizal kagak punya adek gak ngotak kayak lo. Gua gak bakal ngelakuin ini, sayangnya gua udah terlanjur benci sama lo!"

Tesya tak kalah mengeluarkan kata-kata pedas untuk Lidya. Rasa benci di hatinya terhadap gadis itu amat lah sangat besar. Mustahil jika ia memaafkan Lidya.

Pertanyaannya, apakah Lidya mau memintah maaf dengan gadis itu? Rasanya sangat mustahil.

Rizal mengangguk paham. "Berarti kalo Lidya kagak lahir ke dunia ini lo bakal setia jadi pengikut gua?" tanya Rizal. Ia memicingkan matanya.

Tesya tersenyum getir. "Enggak! Ngapain gua harus bertahan sama orang-orang toxic kayak kalian. Pengganggu hubungan orang! Kayaknya kalian kurang banget bahagia makanya sampe susah payah ngerebut kebahagiaan orang lain!" timpal Tesya. Rasa takut yang tadi sempat menjalar kini terkalahkan dengan rasa keberanian yang muncul secara tiba-tiba.

Menikah Dengan Badboy [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang