Bagian 40 : Happy Ending

35.9K 3K 80
                                    

Sinar matahari menyilaukan mata Ara. Dengan perlahan ia mengerjap-kerjapkan matanya. Rasanya seluruh tubuhnya pegal.

Merasa diperhatikan, ia menoleh dan menemukan Adam sedang memandanginya dengan kepala bertopang pada tangannya dan tersenyumannya.

Tiba-tiba saja, Adam menarik dagunya dan mencium bibir Ara singkat.

"Terima kasih," ucapnya.

Pipi Ara bersemu merah. "Sama-sama, Bang."

Kemudian Adam berbisik. "Abang keluar di luar kok, Ra. Kita serius bikin anaknya pas kamu udah selesai skripsian."

Ara melotot. "Dikira yang kemarin boong-boongan?"

Adam terkekeh dan mengerdipkan sebelah matanya. "Abang mandi dulu ya. Kamu bisa mandi sendiri? Atau mau aku mandiin?" tanya Adam.

"Bisalah!" ucap Ara dan mencoba bangun dengan menahan selimut untuk menutupi badannya yang benangless.

Namun, bagian bawah Ara rasanya nyeri. Ia kembali merosot ke atas kasur.

"Bang Adam mandi duluan aja san—" Ucapan Ara berhenti saat Adam sudah dalam posisi setengah berdiri dari sebelumnya rebahan. Ara langsung memalingkan wajahnya dengan cepat. "HUAAAA! BANG ADAM BILANG-BILANG KEK KALAU UDAH MAU KE KAMAR MANDI! KAGET TAHU!"

"Ya ampun, Ra. Kan kamu udah liat aku dari atas sampai ujung kak—"

Duakk!

Ara melempar bantal tepat ke wajah Adam. "Tapi tetep aja kaget tahu! Abang kan nggak pakek baju!"

Adam menggelengkan kepalanya. "Iya-iya, maaf. Kamu tunggu di sini aja," ucapnya kemudian berlalu meninggalkan Ara.

Ara yang merasa nyeri dan pegal disekujur tubuhnya kembali memejamkan matanya.

Setelah lebih dari 15 menit berlalu, Adam keluar dari kamar mandi dengan membawa satu baskom air hangat dan handuk kecil basah ke dalam kamar tidur.

Melihat Ara yang lelap tertidur, Adam menghampirinya dan duduk di sampingnya. Adam memeras handuk kecil dan menggosokkan ke lengan istrinya itu.

Merasa ada sesuatu yang basah mengenai kulitnya, Ara terbangun dan menemukan Adam di sampingnya.

"Bang? Abang ngapain?" tanya Ara.

"Lagi renang nih. Mau ikut nggak?" jawab Adam asal yang membuat Ara memutar bola mata malas. "Mandiin kamulah, Ra. Kamu pasti susah buat bangun. Capek dan nyeri semua kan?"

Ara mengangguk. "Tapi aku malu."

"Jangan malu, Ra. Kamu kan udah liat aku dan aku udah liat kamu. Mungkin kamu belum terbiasa aja. Tapi bagaimana pun, kamu harus terbiasa nantinya," ucap Adam yang diangguki Ara.

Ara pun menurut saat tubuhnya dimandikan oleh Adam. "Makasih udah ngertiin Ara, Bang."

"Udah tugas aku sebagai suami, Ra," jawab Adam yang disambut senyuman hangat Ara.

***

"Ra, mau nonton film nggak? Hari ini nggak usah kemana-mana, nggak usah masak juga, makannya kita delivery aja."

Ara mengangguk. "Yang happy ending ya. Jangan yang sad ending ntar nyesek."

"Kenapa harus gitu?"

"Ya kan nyesek aja kalau nonton film ujung-ujungnya sad ending."

"Sad ending itu lebih realistik dan lebih berkesan loh."

"Nggak mau kalau gitu. Semuanya harus happy ending."

"Happy ending mulu," gerutu Adam pelan. "Happy kok. Tenang aja. Tapi kamu mungkin udah nonton sih."

Ara mengernyit. "Emang nonton apa?"

"Kamu udah nonton Harry Potter belum?"

"Belum tuh."

"Serius? Padahal ini film populer banget loh. Aku baru tahu ada orang yang belum nonton Harry Potter."

Ara mencebik. "Lebay banget."

"Seriuss. Padahal aku bahkan udah nonton berkali-kali. Kamu Ndrakor aja pasti."

"Iya dong, liat Oppa-oppa ganteng. Kapan-kapan kita Ndrakor bareng ya, Bang," ajak Ara yang diangguki Adam.

Di tengah-tengah film dimulai, Adam merubah posisinya dari duduk di samping Ara, kini merebahkan kepalanya di atas paha Ara.

"Yang, mau dong dielus-elus kepalanya," ucap Adam dengan nada manja.

Ara mencebik kesal, tapi tangannya mengelus-elus kepala Adam. "Apa sih, Bang, manja banget."

"Eh, Bang, aku penasaran deh."

"Hmmm?"

"Kenapa waktu dulu Ara tanya Bang Adam nggak ngapa-ngapain Ara, nggak langsung jawab nggak? Padahal Ara kan cuma masuk angin. Yang dulu ada insiden di kamar Bang Ilham itu loh."

"Sebenarnya dari awal di hari aku bangun, aku tau kalau kamu nggak mungkin hamil," ucap Adam.

"Hah? Terus kenapa nggak bilang jujur langsung?"

"Nggak sengaja sih awalnya, kan aku dulu kan lagi sakit, males mau mikir jadi ya jawab sekenanya, masih loading juga, lagian aku memang ingin memilikimu, Ra. Aku rasa walaupun sedikit cari kesempatan, tapi akhirnya juga aku bisa memilikimu kan?" ucap Adam diakhiri kekehan.

Ara menepuk dahi Adam di pangkuannya. "Edannn!"

"Kamu aja yang bodoh, mana ada tidur satu ranjang aja tiba-tiba bisa hamil. Nilai biologimu dapet berapa sih?"

"Ya kan aku waktu itu udah bingung kudu ngapain, udah stress takut duluan. Bang Adam sih nggak pakai baju, eh aku juga sih cuma pakai bathrobe doang. Tap-tapi, situ juga jawabnya bikin takut. Sok sokan nggak inget."

"Aku udah lama suka kamu, Ra. Pas udah liat respon kamu ke aku, awalnya aku mikir, kalau aku nggak seperti itu, kamu masih akan terus berjalan berputar-putar untuk memastikan perasaanmu padaku.

Kamu itu tipe mengelak perasaan, menolak peka. Sepertinya seluruh dunia itu tahu kamu suka sama aku kecuali dirimu sendiri."

"Sejak kita ketemu pertama pas mati lampu dulu berarti?"

Adam menggeleng. "Dari kamu SMA."

"Hah?!"

***

Happy readinggggg, semoga makin kesini nggak tambah bingung ya.
❤️
Terima kasih sudah membaca cerita ini. Ayo bertemu di cerita-ceritaku lainnya...

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang