Kata Bunda, hari ini teman Abangku akan datang berkunjung. 'Teman spesial' katanya.
Otak Bucinku langsung berpikir, teman spesial Abang? Siapa lagi kalau bukan pacarnya?
Hari sudah menunjukkan pukul 18.00, tapi tamu yang dikatakan Bunda tidak kunjung datang. Padahal aku sudah penasaran, bagaimana teman spesial Abangku alias pacarnya itu. Kenapa mau-maunya dia berpacaran dengan laki-laki sepertinya, yang sangat menyebalkan dan sok keren!
"BANGGGG!!" panggilku berteriak dari dalam kamar.
"Apa sih, Dek, teriak-teriak? Cablak banget itu mulut!" jawab Abangku dengan kesal di ambang pintu.
Aku nyengir dan terkekeh pelan. "Nggak tau, mulut aku nih emang gini setelannya. Udah dari sononya."
Dia menghela napas. "Ada apa?"
"Bang, kok pacar Abang belum datang-datang sih? Kan aku penasaran mau lihat, siapa sih yang mau sama Bang Ilham? Udah ngeselin, jelek lagi," tanyaku membuatnya mengernyit.
"Hah? Kamu nggak ngaca?"
"Aku sering ngaca, Bang, dan aku sering kaget dan heran pas liat wajah aku di sana. Bisa-bisanya ada tulang rusuk seimut aku."
Syut! Lhap!
Lampu di dalam kamarku tiba-tiba padam, bukan di dalam kamarku saja tapi satu rumahku juga padam lampunya. Reflek aku berteriak heboh. Bukan karena gelap, tapi...
"Whuaaaa, revisiankuuuuu!!!" teriakku histeris. "Aduhhh, gimana nih?!!!"
Kudengar, suara langkah kaki tergesa menghampiri dan sorot cahaya senter menerangi ke arahku. "Ara kenapa Ara?" tanya Bunda khawatir.
"Biasa, Nda. Anak Bunda yang satu itu kan emang hyper, suka teriak-teriak nggak jelas," jawab Bang Ilham santai.
"Gimana aku nggak teriak-teriak?! Revisianku gimana nasibnya? Lampunya mati, laptop aku juga mati!" sunggutku ke Abang.
"Listrik padam, bukan lampu mati," ucap Abangku yang tidak aku pedulikan.
"Nda, gimana ini? Revisianku belum kesimpen kayaknya," aduku pada Bunda dengan nada merengek.
"Lagian kenapa masih dipakai laptopnya? Udah tau nggak ada baterainya."
"Abang tuh, nggak mau minjemin laptopnya. Padahal Ara banyak tugas revisian, udah tau Ara semester tua, mulai banyak tugas metodologi penelitian!"
"Lah, kok jadi Abang tang disalahin? Salah sendiri sering minjem buat nugas tapi malah dibuat streaming drama!" protes Bang Ilham tidak terima.
"Udah-udah! Ara, Ilham. Kalian mending keluar rumah," ucap Bunda membuat aku melongo.
"Hah? Kita diusir, Nda?" tanya Abangku yang berakhir dengan pukulan pelan di pundaknya.
"Hust! Kok bisa-bisanya mikir gitu! Kalian keluar rumah sana, sosialisasi sama tetangga. Lampu mati begini biasanya orang-orang pada kumpul di luar rumah, ngobrol-ngobrol nongkrong."
Aku menghela napas panjang dan menuruti kata Bunda. Toh HP aku lagi lowbat juga.
---
Benar kata Bunda, malam ini ramai orang berkumpul di luar rumah. Suara orang berceloteh dan bercanda tawa terdengar. Walaupun di sini sama gelap, setidaknya tidak segelap di dalam rumah.
Aku mendongak ke arah langit, di sana bintang-bintang bertaburan dan bulan bersinar.
Mungkin gini rasanya hidup di zaman dulu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda Dosenmu (Complete ✓)
RomanceSerangkaian kejadian tidak terduga membuat mereka harus melakukan sebuah pernikahan. Walaupun bagi yang lain, menikahi dosen dengan rambut hitam legam dan segala paket plus-plus itu merupakan suatu rezeki nomplok, tapi bagi Ara tidak. Bagi Ara, kel...