Bagian 5 : Dia Yang Berbeda

69.5K 6.4K 84
                                    

Author PoV
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Sinar matahari sudah berpendar, dari usahanya menembus jendela kamar Ara. Di pagi secerah ini Ara masih tertidur dengan posisi duduk dan kepala tertelungkup di atas keyboard laptopnya.

Saat merasa ada cahaya yang asing menerpa, ia  mengerjapkan mata dan perlahan membuka mata.

"Jam berapa sih?" ucap Ara bermonolog.

Punggungnya terasa sakit dan di pipi ada bekas keyboard yang tercetak di kulitnya. Dengan mata masih setengah terbuka, ia meraba-raba sekitar untuk mencari ponselnya.

Saat ia menemukan ponselnya dan membuka layar, ia cukup terkejut, hari sudah menunjukkan pukul 08.00.

Hari ini Ara ada kuliah pagi. Tapi dosennya biasanya jarang masuk.

Tiba-tiba ada telepon masuk dari Puput.

"Halo?" ucap Ara dengan suara dan kesadaran yang masih belum pulih.

"Halo, Ra? Kamu nggak masuk kuliah?"

Ara menyentuh pipinya yang terasa gatal, ada jejak keyboard di sana. "Aku baru bangun tidur. Ketiduran pas revisi tugas kayakny— HAH?!" pekik Ara kaget. Begitupun Puput yang ada di seberang telepon.

"Kampret!" umpat Puput karena terkejut. "Ada apaan sih?!"

"Aku kayaknya ketiduran pas lagi teleponan sama Cogan bjir!"

"Udah deh, nanti aja Curhatnya. Sekarang kamu mandi terus buruan berangkat ke kampus."

"Yang Curhat siapa coba? Kan tadi kamu nanya, yaudah aku jawab. Nelat aja deh, toh dosennya juga jarang masuk. Kemarin kita juga nungguin lama, dia nggak kasih kabar."

"Terserah deh. Aku tunggu di kampus. Bye!"

Ara memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya. Mencoba mengingat bagaimana dia bisa tertidur di saat teleponan sama Adam, lalu bagaimana respon Adam?

Terlalu banyak pertanyaan di otak Ara. Ia memutuskan untuk mandi dan segera berangkat ke kampus.

---

Tepat jam 08.40 dia sampai di kampus. Menuju ke kelas perkuliahan membutuhkan waktu kurang lebih 8 menit. Ia memutuskan berjalan santai untuk menuju ke kelas.

Drrrttt

From Puput:
Bjirrr! Buruan ke kelas, udah ada dosennya!!! Sorry aku lupa mau kabarin kamuuu!!

Sebuah pesan dari Puput cukup mengagetkan Ara.

Waduh. Udah ada dosennya!

Dengan sekuat tenaga Ara pun langsung berlari.

Beberapa kali ia menerobos orang-orang yang berjalan berdampingan dan memenuhi koridor. Di tengah larinya, ia mengecek jam di ponselnya yang ia genggam, jam 08.44.

Ia mempercepat larinya hingga sampai di samping pintu kelas. Ia mengatur napasnya dan menyeka peluh di dahinya menggunakan tisu.

Ia menelan ludah susah payah, tenggorokannya terasa kering selepas berlari, dan ia dihadapkan dengan keterlambatannya.

Tok tok

Ara mengetuk pintu dan terdengar suara sahutan menyuruh masuk dari dalam. Ia pun membuka pintu dengan tersenyum ramah, berharap mendapat kemakluman.

"HAH?!" pekik Ara cukup keras dan tanpa sadar.

Seluruh isi kelas memandang Ara heran.

Suara dingin dan tidak bersahabat menusuk telinga Ara. "Ada apa? Saya dosen baru yang akan mengajar mata kuliah ini."

"Ah!" Ara menemukan kesadarannya. "Maaf, Kak, saya terlambat— eh maksud saya Bapak!" seru Ara saat membetulkan ucapannya dengan menunduk dalam.

Ia menggigit bibir bawahnya dan mencoba memandang lawan bicaranya. Seorang laki-laki tampan yang kini tidak ia kenali.

Laki-laki yang semarang menjadi dosennya itu adalah...
-
-
-
Adam.

"Saya tidak suka ada mahasiswa yang terlambat masuk kelas," ucapnya dengan suara cukup keras membuat Ara terkejut dan takut.

Kemana Kak Adam yang humble?
Kemana Kak Adam yang hangat? Kemana perginya Kak Adam yang friendly? Siapa laki-laki bernama Adam di hadapanku ini? Aku tidak mengenalinya.

---

Ara PoV
¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Aku memandang Kak Adam yang ada di hadapanku kini. Bukan, bukan Kak Adam, tapi Pak Adam.

Dia bukan Kak Adam yang aku kenal.

Pandangannya, cara bicaranya, sikapnya, ini bukan Kak Adam. Hanya raganya saja yang sama.

Entah mengapa aku merasa kecewa. Tanpa terasa mataku memanas dan memburam.

Kenapa? Kenapa rasanya ingin menangis. Keadaan syok sepertinya yang membuatku seperti ini.

"Kenapa malah bengong di sana? Duduk ke tempatmu! Jangan membuang waktu!" serunya sekali lagi yang membuat hatiku mencelos.

Membuang waktu katanya?

Aku mengangguk dengan berat hati dan berjalan menuju bangkuku.

Saat telah duduk, aku melihat ke arah depan lagi, ke arah Kak Adam dengan dalam.

Ada apa ini sebenarnya? Kenapa Kak Adam seperti itu?

---

Lanjut? Yuk, jangan lupa vote dan komennya.
Biar makin semangat updatenya .

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang