Bagian 22 : Kebohongan

44K 4K 14
                                    

Di dalam kamar, Ara menggenggam erat ponselnya. Sedikit merasa ragu dan bimbang. Ia ingin menelepon Adam, entah mengapa. 

Setelah mengalami konflik dengan pikiran baik-buruk, Ia akhirnya mencoba untuk menelepon Adam dengan ragu. Dering pertama, kedua, ketiga, belum juga diangkat. Ara mematikan sambungan.

Apa Kak Adam marah gara-gara aku cuekin?

Ara menggigit bibir bawahnya ragu hendak bertanya, ia memutuskan untuk mengirimkan pesan.

To Adam:
Kak, bisa ketemu sebentar?

"Kenapa aku deg-degan gini?" gerutu Ara kemudian menghela napas panjang.

Sebuah pesan masuk dan mengagetkan Ara. Langsung saja Ara membuka notifikasi tersebut. Tapi ternyata, bukan balasan dari Adam yang masuk.

"Nomer siapa nih?" tanya Ara heran dan membuka pesan tersebut.

From +62XXX:
HELLO, Inggrid Iswara. Sorry banget lupa mau ngabarin. Nanti malem dateng ya ke acara ulang tahunku, aku gak mau ngrayain hari spesial ini sendirian. THX!
*Tipsy

"Hah? Tipsy ten SMPku?" Ara terkejut membuka isi pesan itu. 

Sebuah bayangan masa lalu hadir kembali ke pikiran Ara. Ingatan saat-saat SMP hadir di benaknya.

Adev, sebuah nama yang terpatri di otaknya.

Nama menggerikan yang menjadi bayang-bayang menyedihkan tentang suramnya masa SMP Ara. 

"Beliin gorengan di kantin!"

"Aku gak ada uang nih buat beli jajan."

"PR udah dikejain?"

Dan masih banyak perkataan menyedihkan terlontar darinya. Tanpa sadar Ara melamun cukup lama mengingat masa lalunya itu. Ia sadar dari lamunannya saat ada pesan masuk. Dari Rani, satu-satunya teman yang Ara akui di masa SMPnya.

From Rani:
Kamu dateng nggak? Ke acara Tipsy.

Ara menghela napas panjang.

To Rani:
Gak tau, Ran. Dia dateng juga? Diundang nggak?

From Rani:
Kamu masih inget kejadian itu? Terus keputusan kamu gimana? Ikut nggak? Kalau kamu nggak ikut, aku males ikut juga sih.

To Rani:
Iya. Padahal udah lama banget tapi masih membekas. Kalau aku ikut kamu ikut juga kan?

From Rani:
Iya, aku nemenin kamu.

Ara menggigit bibir bawahnya berpikir, kemudian memutuskan sesuatu.

To Rani:
Iya, aku ikut. Mau mastiin juga apa aku udah bisa jadi Ara yang pemberani hehe.

From Rani:
Yaudah kalau gitu, sejam lagi aku jemput ya. See u

Tidak ada salahnya mencoba bukan? Sudah hampir lebih dari 6 tahun. Aku pasti udah berubah menjadi Ara yang lebih baik. Seperti pada masa SMA dan kuliahku.

Ara memutuskan untuk segera bersiap-siap. Toh juga tidak ada balasan dari Adam.

Ara menghela napas lagi dan menggelengkan kepalanya pelan. Tak terhitung berapa kali ia menghela napas berat. "Kamu pasti bisa, Ra. Hadapi, jangan dihindari."

###

Hari sudah hampir gelap, Ara duduk di teras depan menunggu Rani dengan kepala yang masih berdenyut pusing, Ara mengecek kembali ponselnya, memastikan ada balasan atau tidak dari Adam. Namun, nihil.

Tidak ada balasan darinya.

Suara derit sepeda motor berhenti di halaman rumah merebut perhatian Ara.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang