Bagian 47 : Hamidun

35.7K 2.7K 60
                                    

Setelah dari pagi sibuk bersih-bersih. Kini mereka sedang berkumpul di ruang makan untuk makan siang. 

"Bang, cepetan mandi sana, bau!" ucap Ara pada Ilham yang sedang menyantap makanan di sampingnya. Namun, Ilham hanya cuek dan masa bodoh.

"Bang, Bang Ilham bau banget. Ara nggak mau makan deket Bang Ilham," rajuknya pada Adam.

"Sini tukeran posisi sama Abang." Adam berdiri dan menggeser piring Ara ke arahnya dan sebaliknya.

"Alay banget punya adek, AWWW!" gerutu Ilham yang dihadiahi injakan di kakinya oleh Adam dan Bunda.

"Kompak banget sih menantu sama ibu mertua!" kesal Ilham.

"Habisnya kamu itu Bang, mandi dulu kek atau ganti baju dulu nggak langsung makan. Jorok banget sih punya anak laki satu," tegur Bunda yang membuat Ilham kicep.

Sedangkan Adam hanya diam-diam melirik ke Ara yang sedang melahap makanannya seakan sedang mengamati.

***

"Ra," panggil Adam pada Ara yang sedang merebahkan diri di atas kasur.

"Iya, Bang?"

"Kamu ada mual atau muntah nggak beberapa hari ini?" tanya Adam dengan hati-hati membuat Ara langsung menegakkan badannya.

"Maksudnya?"

Adam menggeleng. "Nggak, tanya aja sih, atau telat datang bulan?"

"Ara bulan ini emang belum datang bulan sih, Bang. Emang kenapa?"

"Hamidun?" cicit Adam pelan.

"Hah? Hamidun siapa?"

"Hamidun itu hamil maksud aku. Abang amatin kamu beberapa hari ini nunjukkin gejala awal kehamilan. Ya masih belum pasti sih soalnya bisa aja gejala yang lain, tapi-"

"HAH? MAKSUD ABANG, ARA HAMIL?" potong Ara terlihat syok. Sedangkan Adam mengangguk-angguk dengan polos.

"Tadi setelah makan siang sama makan malem aku tanya-tanya ke Bunda dan jelasin keadaan kamu."

"Bangggg!!! Kok Ara bisa sampe hamil sih? Masak harus skripsian sambil gendong anak? Huaaa, kok Abang tega sih?" racau Ara histeris. "Padahal kan terakhir ngelakuin itu beberapa hari yang lalu, masak udah jadi aja? Kok Bang Adam topcer banget?" 

"Iya sih, tapi kata Bunda, itu yang terakhir, bukan yang pertama atau kedua atau ketiga atau ke-"

Ara melempar bantal ke muka Adam. "Nggak usah dihitung juga! Bang Adam bilang ke Bunda kita terakhir itu kapan?"

Adam mengangguk. "Duhhh! Malu tahu."

"Maksud Abang, kita kan nggak sekali itu, bisa aja yang dulu-dulu." 

"Tapi bukannya pakek pengaman?"

"Iya juga. Apa mungkin kecolongan?" tebak Adam.

"Atau jangan-jangan bocor?" tambah Ara.

"Abang beliin testpack ya?"

"Udah malem, besok aja," saran Ara yang diangguki Adam.

***

Keesokan harinya, pagi-pagi Adam sudah bersiap-siap mau pergi. Ia merapikan rambutnya di depan cermin. Ara yang baru bangun pun melihat Adam dengan terkejut. "Loh, Bang Adam mau kemana jam segini?"

"Beli testpack, Ra."

"Ya ampun, Bang. Mau beli dimana jam segini paginya?"

"Aku mau beli di Indoagustus, ada yang buka 24 jam."

"Yaudah, tunggu, Ara buatin teh anget dulu," ucap Ara dan hendak bangkit dari posisinya tidur.

Adam mencegah dan menuntun Ara untuk rebahan kembali. Sambil mengelus-elus rambut Ara, Adam berkata, "Nggak usah, Abang langsung berangkat aja. Abang berangkat dulu."

Ara mengangguk dan mencium tangan Adam, Adam membalas degan ciuman di keningnya.

"Etdah. Mau beli testpack berasa mau berangkat kerja," gumam Adam sembari berjalan keluar rumah.

"Loh, Dam? Mau kemana?" tanya Ilham yang sedang menyiram kebun tetangga.

"Mau ke Indoagustus. Kamu ngapain siramin kebun tetangga gitu?"

"Tahu nggak, ada pepatah mengatakan kebun tetangga lebih hijau, daripada kebun sendiri."

"Ya? Terus apa hubungannya?"

"Nggak ada sih, cuman lagi bantuin aja daripada gabut. Ehiya, aku titip susu stroberi ya, Dam."

Adam mengangguk, kemudian dia tersadar, "Heh, pepatahnya itu bilang rumput tetangga, bukan kebun tetangga!"

Ilham tertawa keras. "Ahaha, bego, baru sadar dia."

Adam menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghiraukan Ilham. "Pantesan ada yang aneh pas denger pepatahnya," gerutunya pelan dan memilih langsung berangkat.

Sesampainya di Indoagustus, Adam langsung disambut ucapan dari kasirnya, "Selamat datang, selamat berbelanja."

Setelah berputar-putar mencari namun tidak menemukan, Adam akhirnya ke kasir untuk bertanya, "Maaf, testpack ada di sebelah mana ya?"

"Oh, ada di sini, Pak. Sebentar saya ambilkan," ucap kasirnya menunjuk area di belakangnya.

"Pantesan dicari-cari tadi nggak ada," gumamnya.

"Ini, Pak."

"Iya, saya ambil itu satu," ucapnya lalu mengeluarkan dompetnya.

"Sekalian rotinya, Pak?"

Adam menggeleng.

"Sekalian sosis bakarnya beli satu gratis satu?"

"Iya, sekalian sosis bakarnya satu."

"Sekalian donatnya?"

"Oh sebentar, saya lupa mau ambil susu."

"Iya, silakan diambil, Bapak."

Adam langsung berlari mengambil susu stroberi pesanan Ilham. "Ilham pesen berapa ya tadi nggak tanya?" Adam mengangkat kedua bahunya dan mengambil 4 bungkus susu dan memberikannya ke kasir.

"Pak, Anda dapat tebus murah pembalut ini seharga 6 ribu rupiah dari harga 16 ribu, mau diambil?"

Adam mengangguk. "Sekalian isi pulsanya?"

Adam menggeleng. "Sudah, itu saja."

Saat diperjalanan masuk ke rumah, ia melihat kresek belanjaannya. "Padahal niatnya cuma beli testpack satu biji tapi dapet satu kresek gini," ucapnya lalu terkekeh dan bergegas menuju kamar. 

"Ra, ini coba kamu tes," ucap Adam pada Ara yang sedang menenggelamkan badannya di dalam selimut.

Adam menyibakkan selimut yang menutupi Ara. "Nggak perlu," ucap Ara singkat.

"Ha? Kenapa? Ra, kamu kenapa? Sakit? Kok pegangin perut gitu? Nggak mungkin kan mau lahiran."

"Ara dateng bulan. Jadi nggak mungkin hamil."

"Abang segitu pengennya punya anak ya, Bang?"

Adam menggaruk tengkuknya malu dan mengangguk.

"Bang, Ara nggak punya pembalut, ada di rumah soalnya."

"Tenang, ini abang tadi beli pembalut, ada sosis bakar juga. Kita makan sama-sama."

Adam tiba-tiba terkekeh membuat Ara bingung, "Kenapa, Bang?"

 Adam menggeleng kemudian memeluk Ara dengan erat dan mencium rambutnya. Tidak mungkin kan ia mengatakan bahwa ia menertawakan dirinya sendiri, malu dengan dirinya sendiri hari ini.

***

Aku butuh kritik dan sarannya nih buat Tertanda Dosenmu. 

Jujur entah kenapa kayak agak hilang feel gitu. I mean kayak, kurang dapet feelnya gitu ceritanya.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang