Bagian 14 : Andrian

51.7K 4.8K 44
                                    

Bagi Ara, laki-laki di hadapannya itu sangat-sangat menyebalkan. Hari ini ia ditugaskan oleh dosen untuk membuat kelompok belajar. Dan Ara pendapat dirinya satu kelompok dengan laki-laki berkacamata itu. Andrian namanya.

Berkacamata jangan pikirkan Andrian adalah kutu buku yang berpenampilan sangat tidak modis dan cupu. Tidak, Andrian kebalikannya. Dia adalah... bisa dibilang seorang fuckboy.

Di balik tampang manis dan ramahnya itu, dia adalah monster pemikat hati para perempuan lemah. Setelah memikat hati para korbannya tersebut, dia dengan brengseknya akan memoroti, dan para korbannya karena sudah kepincut hanya akan menurut dan terkena racun Bucinnya.

Bukan sebuah rahasia khusus lagi, itu sudah menjadi rahasia umum di angkatan 2017. Namun semakin kabar tersebut menjadi sesuatu yang umum, malah banyak adik tingkat yang semakin gencar mendekati Andrian.

Pernah, Ara dan Puput iseng bertanya pada salah satu adik tingkatnya yang satu organisasi dengan mereka. Kenapa sudah tahu hanya akan diporotin, tapi masih mau deketin dia. Dan jawabannya cukup mengejutkan. Katanya, tidak masalah bila harus diporotin, yang penting bisa dekat dengan kakak tingkat hits tersebut. Demi eksistensi dan gengsi.

Gilaaa! gerutu Ara mengingat kejadian seputar laki-laki di hadapannya.

"Ngapain liatin kayak gitu?" tanya Andrian yang sedang menulis hasil diskusi.

"Nggak."

"Ada hubungan apa kamu sama Pak Adam?" tanyanya membuat Ara mengernyit heran.

"Ngapain tanya?"

Andrian hanya menggeleng. "Sini hasil catatanmu biar aku yang kumpulin ke dosennya. Waktunya udah mau habis."

"Eh?" Ara tersadar belum menyelesaikan tulisannya karena memikirkan Andrian tadi. "Be-belum selesai. Gimana dong?"

"Kurang dibagian mananya?" Andrian menggeser kursinya mendekat dan bersejajar dengan Ara.

Parfum maskulin dengan lembut menyapa hidung Ara. "Oh, yang ini. Sini aku bantuin."

Andrian mengambil bulpoin di tangan Ara dan kertas jawabannya. Dengan cekatan, dia menulis jawaban di kertas Ara.

Jujur, Ara sedikit terkejut mendapati perlakuan Andrian padanya. Dia begitu baik.

Jangan-jangan ini strateginya dia buat jadiin aku sebagai target porotannya selanjutnya? Nggak, aku nggak boleh terkecoh.

"Nih, udah selesai," ucap Andrian lalu tersenyum manis.

"Oke," jawab Ara kemudian memasukkan buku-buku di atas meja ke dalam tas. Senyum yang tadinya menghiasi wajah Andrian langsung lenyap, berganti dengan wajah datar tanpa ekspresi memandang Ara yang sibuk.

Andrian berdiri dan maju untuk mengumpulkan. Saat kembali, Ara sudah siap untuk pergi dari kelas.

"Mau kemana?" tanya Andrian membuat Ara mengernyit.

"Keluarlah. Kan kalau udah selesai boleh keluar."

Andrian tersenyum. "Maksud aku, kamu mau menuju kemana?"

"Oh, ke Puput," jawab Ara kemudian berjalan keluar.

Namun tiba-tiba tangannya ditarik eh Andrian. "Tunggu."

Ara menoleh. "Apa?"

"Sebelum ke Puput, mending kita ke Perpus, ambil buku referensi filsafat bahasa."

"Nggak bisa besok aja?"

"Besok libur. Mau libur ke kampus?"

Ara tampak berpikir. "Tapi jam segini Perpus pasti udah sepi."

"Cuma sebentar, keburu Perpus udah tutup."

Ara menarik tangannya dari Andrian. "Sorry, lepasin. Ya udah, ayo buruan."

---

Di sinilah Ara sekarang. Berdua bersama Andrian di jajaran rak buku dengan katalog yang ia cari. Hari yang sudah sore dan keadaan perpustakaan yang sepi, membuat bulu kuduk Ara berdiri.

Apalagi Perpus bagian belakang tempat mereka sekarang terkenal angker.

"Sial, aku merinding," ucap Ara pelan. Sedangkan matanya was-was.

"HUA- Pfffff," teriak Ara karena tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, yang kemudian disumpal dengan telapak tangan agar Ara tidak berteriak.

"Sttt! Jangan teriak-teriak, ini perpustakaan tahu!" ucap Andrian mengingatkan pelan.

Ara mengangguk dan melepaskan tangan Andrian yang menutup mulutnya.

Namun Andrian menahannya.

"Hmmm, mmmm, mmmm," racau Ara yang seperti bertanya kenapa Andrian masih menutup mulutnya dengan alis berkerut.

Andrian menatap wajah Ara tajam membuat perasaan Ara tidak enak. Ia mencoba melepaskan tangan Andrian dari mulutnya sekuat tenaga.

Bukannya melepaskan, Andrian malah memghimpit Ara dengan memojokkannya di rak buku di belakangnya dan dirinya di depan Ara.

"Yang harusnya kamu takutin di sini itu bukan hantu, tapi aku," ucap Andrian lalu tersenyum miring.

Ara menggeleng. Napasnya mulai memburu, takut Andrian akan melakukan hal yang tidak-tidak padanya.

"Kenapa, Ra? Berhenti bersikap sok jual-mahal. Kenapa bersikap sok cuek ke aku?"

"Aku nggak tahu apa maksudmu!" ucap Ara dengan susah payah yang berhasil melonggarkan tangan Andrian.

"Kamu sok cuek ke aku sebenernya mau Caper kan? Kamu itu sama aja kayak perempuan yang lain, Ra." Andrian mendekatkan wajahnya dan mengendus-endus leher Ara.

Mata Ara memanas, sungguh dia ketakutan.

"Kenaouva?" tanya Ara. (Baca: Kenapa?)

"Aku kecewa, Ra. Aku kira kamu menarik, Ra, beda kayak perempuan lain yang deketin aku. Kamu bersikap ramah dan baik, tapi nggak ke aku. Kamu cari perhatian dengan cara itu kan? Aku sering perhatiin kamu, tapi kamu terus-terusan bersikap seakan membuangku."

Andrian mengelus pelipis Ara sampai ke pipi. Ia menyentuhkan pipinya ke pipi Ara untuk mendekatkan bibirnya ke telinga Ara, ia kemudian berbisik, "Kamu tahu nggak?" Ia tersenyum miring. "Aku lihat kamu kemarin dibonceng Pak Adam dan meluk dia dari belakang," lanjutnya.

"Kamu pengen deketin Pak Adam buat nambah nilai, kan?"

---

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang