Malam hari setelah kejadian di perpustakaan, Ara hanya mengurung dirinya di kamar. Makan pun enggan. Masih teringat kejadian di mana dia perlakuan seperti perempuan penggoda.
Ara menghela napas. Huh, kepikiran terus.
Tok-tok!
Pintu kamar Ara diketuk.
"Bang Ilham ngotot banget sih, dibilangin Ara nggak mau diganggu, tetep aja," geruru Ara pelan sebelum berteriak menjawab ketukan pintu.
"ARA NGGAK LAPER, BANG!"
Pintu kamar terbuka. "Ada Adam tuh di ruang tamu," ucap Ilham dari balik pintu.
"Nggak usah bohongin Ara, Ara nggak bakal ketipu lagi. Kenapa sih lagian setiap godain Ara harus bawa-bawa Adam?" kesalnya terbawa emosi.
"Abang serius, nggak bohong. Abang yang suruh Adam ke sini buat temenin kamu belanja bulanan ke supermarket," ucapnya.
"Lah? Kenapa jadi Ara? Kan Bunda nyuruh Abang sebelum berangkat ke rumah Nenek kan."
"Abang mau nemenin gebetan Abang habis operasi, toh juga biar kamu jalan-jalan, nggak murung aja. Udah sana siap-siap, kasian Adam nungguin," ucapnya lalu hendak menutup pintu.
"Eh-eh, bentar!" ucap Ara mencegah.
"Apa?"
"Duitnya manaaa?"
"Oiya lupa," ucapnya kemudian nyengir dan mengeluarkan isi dompetnya. "Nih, sekalian bonus buat beli lipstik, biar nggak buluk itu bibir."
"Dih, nggak ngaca," balas Ara sengit yang dikekehi Ilham.
"Yaudah, buruan sana."
===
Gaya yang dipakai Ara hari ini cukup simple. Hanya menggunakan hoodie oversize panjang hampir selutut dipadu dengan celana jeans selutut dan sneakers.
Setelah memasukkan barang-barang yang hendak dibawanya ke dalam tas kecil, dia pun menuju ke ruang tamu.
"Udah siap?"
Ara mengangguk. "Ngg... anu... tapi Ara nggak mau pegangan meluk ya, Kak."
"Aku hari ini naik mobil," jawab Adam membuat Ara mengerjap-kerjapkan matanya lucu.
Ah sial mulutku. Nyablak aja sih.
Ara menggigit bibir bawahnya karena malu. "Ayo," ucapnya lalu berjalan cepat meninggalkan Adam.
Di dalam mobil, keheningan kian kentara. Baik Adam maupun Ara saling diam.
"Ra," panggil Adam sekaligus memecahkan keheningan.
"Iya?"
"Kamu tadi sore kenapa?"
"Kenapa apanya? Nggak kenapa-napa kok," jawab Ara kemudian memalingkan wajahnya ke arah jendela.
"Yakin?"
"Hmm. Kak Adam kok mau disuruh nemenin aku?"
Adam menoleh sebentar ke arah Ara. "Latihan."
"Hah?"
Adam mengulum bibirnya ke dalam menahan senyum. "Nggak," ucapnya lalu menarik tuas rem tangan. "Ayo turun, udah sampe," lanjutnya lalu keluar dari dalam mobil.
Ara buru-buru keluar dan menyusul Adam dengan menarik lengan baju Adam. "Latihan apa?" tanyanya dengan wajah penasaran.
"Kamu penasaran?" tanya Adam menggoda dan Ara mengangguk.
"Hmmm." Adam tampak berpikir sejenak sebelum akhrinya buka suara, "Latihan buat menghibur."
Ara melotot terkejut dan mundur selangkah dengan telapak tangan menutupi bibirnya. "Kak Adam jadi lelaki penghibur?!"
Adam mencubit pipi Ara dengan gemas. "Heh, kamu mikir apa sih? Nggak peka banget."
"Aduh, Kak! Sakitttt!" rintih Ara walaupun sebenarnya tidak sakit.
Adam melepaskan tangannya dari pipi Ara dan berjalan mendahului Ara.
===
Sembari mendorong troli belanjaan dan mencari barang-barang yang dibutuhkan, Adam diam-diam memerhatikan bibir Ara yang komat-kamit membaca dan membandingkan harga dari produk yang sama.
Adam tanpa sadar tersenyum dan memalingkan wajahnya ke sekeliling.
"Ra, ada diskonan tuh," ucap Adam membuat Ara yang sedang serius menoleh ke arah yang dimaksud.
"Habis ini kita ke sana ya, Kak! Beli lipstik," ucap Ara, masih dengan membawa dua bungkus minyak dengan merk yang berbeda. Ara memilih salah satu dan mendorong troli ke arah bagian kosmetik. "Ayo, Kak!"
Sesampainya di rak yang menyediakan berbagai macam lipstik, Ara terlihat sibuk memilih.
"Kak, bagus warna ini atau yang ini?" Ara menunjukkan dua lipstik pada Adam.
Adam menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Warnanya sama aja gitu," ucapnya membuat Ara menatap sebal.
"Jelas-jelas beda," gerutu Ara.
"Itu lipstik permanen ya?" tanya Adam membuat Ara refleks tertawa.
"Dih, dikira spidol apa?" tanya Ara masih dengan tawanya.
Adam yang melihat Ara tertawa ikut tertawa. "Ya maaf, kan nggak tahu. Habisnya kayak spidol bentukannya, terus juga tahan lama."
Hari ini Adam menyadari satu hal baru. Tawa Ara itu menular. Setidaknya bagi dirinya.
Tiba-tiba tawa Ara berhenti dan ia memalingkan badannya ke arah Adam. "Loh, kenapa, Ra?"
"Kak, ayo pergi dari sini," ucap Ara dengan nada bergetar dan menunduk.
Adam membungkukkan badannya untuk menyejajarkan wajahnya dengan wajah Ara.
"Ara takut," ucap Ara. "Ayo, Kak. Ara takut ada orang yang lihat kita barengan."
Adam menegakkan kembali badannya dan melihat ke sekeliling. Pandangannya berhenti pada satu titik yang ia curigai, berjalan menuju ke arah mereka dengan tatapan ke arah ponselnya.
Ara menarik pelan baju Adam. "Kak, ayo, dia jalan ke sini," ucap Ara mendesak.
Ternyata benar dugaannya, dia yang dimaksud Ara. Adam menarik topi hoodie Ara ke atas kepala untuk menutupi wajah Ara kemudian memeluknya dan mengarahkan badan mereka ke menghadap rak. "Udah, nggak apa-apa. Dia nggak akan ngenalin kamu," bisik Adam pelan.
Dari ekor matanya, Adam melihat ke arah laki-laki seumuran Ara yang ditakuti Ara tadi. Menilik dari atas ke bawah. Kemudian beralih ke Ara yang menunduk di dalam dekapannya.
Apa yang dia lakukan ke Ara?
===
Maaf slow update.
🙏😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda Dosenmu (Complete ✓)
RomanceSerangkaian kejadian tidak terduga membuat mereka harus melakukan sebuah pernikahan. Walaupun bagi yang lain, menikahi dosen dengan rambut hitam legam dan segala paket plus-plus itu merupakan suatu rezeki nomplok, tapi bagi Ara tidak. Bagi Ara, kel...