Bagian 4 : Telepon

72K 6.9K 243
                                    

Dingin. Aku baru saja menyelesaikan ritual mandiku. Kegiatan di kampus hari ini benar-benar melelahkan. Jam 19.00 tepat aku baru saja sampai di rumah dan langsung mandi.

Iseng, aku berswafoto di Instagramku.  Namun tiba-tiba ada telepon.

Aku melebarkan mata saat melihat siapa yang menelponku.

Panggilan masuk dari
'Kak Adam'

"Anjir, Kak Adam ngapain telpon aku? Jangan-jangan gegara yang tadi pagi? Aduh!"

Pikiranku sudah macam-macam. Akhirnya kuberanikan diri untuk menggeser warna hijau di layar.

"Halo—" tanyaku terpotong oleh ucapan Kak Adam.

"Halo, Ra? Ada apa telpon?" tanyanya dari seberang.

"Loh, aku nggak telpon, Kak."

Aku lihat dan mengecek kembali layarku. Benar, bukan aku yang menelepon.

"Ohya? Terus siapa yang telepon?" tanyanya.

"Ya Kakak lah. Siapa lagi," jawabku yang disambut tawa pelan darinya.

"Waduh, berarti aku yang salah pencet. Maaf ya."

"Iya, Kak. Nggak apa-apa," ucapku kemudian diam menunggu dia menutup telepon.

Namun dia tidak kunjung menutup sambungan.

"Ngg... Halo, Kak?"

"Iya?"

"Ada apa ya, Kak?" tanyaku penasaran. Padahal sebenarnya aku tidak masalah kalau iseng-iseng teleponan gitu. Tapi masalahnya ini beda.

"Nggak ada apa-apa."

Nggak ada apa terus kenapa nggak dimatiin? pikirku.

Nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba nggak ada apa-apa, eh maksudnya tiba-tiba telepon. Sengaja diplesetin biar ucul.

Dan terjadi keheningan yang cukup kentara. Dia diam, aku pun diam. Akhirnya kuputuskan untuk meminta maaf.

"Anu, Kak. Maaf ya buat yang tadi pagi. Bang Ilham emang sialan. Baru bangun tidur udah dikerjain."

"Nggak apa-apa. Namanya juga masih bangun tidur, belum full kesadarannya, jadi  yaudah percaya aja. Kamu tadi marah ya?"

"Oh, enggak, Kak. Ngg... Aku malu, jadi langsung masuk kamar."

"Oh, gitu. Kirain marah."

"Marah sih."

"Ya udah, maaf ya."

"Eh? Kok Kak Adam yang minta maaf. Bukan Kak Adam kok yang salah. Aku marahnya ke Bang Ilham."

"Tapi salahku juga sih pagi-pagi udah ke rumah orang."

"Nggak kok. Tapi tadi emang ngapain ke rumah?"

"Mau lamar kamu," ucap Kak Adam yang aku yakini bergurau. Karena dia tertawa setelahnya.

"Dih, aku serius, Kak."

"Aku ngambil barang aku yang ketinggalan kemarin. Ambilnya pagi soalnya sekalian berangkat kerja."

"Barang apa, Kak? Kok kayak penting banget?"

"Kamu lagi ngapain?"

"Oh, ini mau ngerjain revisian, Kak. Latar belakangku salah hehe."

Hening. Lagi-lagi hening. Kenapa sih? Canggung banget rasanya.

"Oh, kalau gitu aku matiin ya."

"Iya, Kak."

Tak lama, sambungan telepon ditutup.

"Dek, disuruh makan sama Bunda." Abang datang ke kamarku untuk menyampaikan ucapan Bunda.

Aku diam.

"Dek?" panggilnya.

Namun aku hanya diam lagi. Siapa suruh kerjain aku kayak begitu. Dikira aku cewek apaan.

"Dih, cantik-cantik budeg," gerutu Abang cukup keras kemudian berjalan menjauhi kamar.

Aku mengabaikannya dan memilih berkelut dengan revisianku.

Krucuk-krucuk

Ah sial, perutku berbunyi lapar. Mau makan ke dapur, tapi ntar ketemu Abang. Males liat mukanya.

"Oh iya! Kan aku tadi beli mie instan!" seruku, menemukan ide brilian.

Aku bergegas mengambil tasku dan membukanya. Di dalam, ada sebungkus mie instan rasa goreng spesial dan langsung aku remukkan dengan tanganku.

Dengan hati-hati aku buka kemasannya. Bumbu-bumbu kuambil dan kumasukkan ke dalam mie yang sudah remuk.

Taraaaaa. Jadilah masakan ala orang males alias Ara.

Aku tahu, beberapa di antara kalian berpikir ini tidak sehat. Tapi aku suka. Gimana dong huhu.

Dijadikan temen nugas kan enak. 😭

"—latar belakangku salah."

Tiba-tiba, ingatan percakapanku dengan Kak Adam di telepon tadi datang. Dan aku teringat sesuatu!

"Pantesan tadi Kak Adam diem aja. Aku nggak nanya balik dia lagi apa! Ah bego."

Ponselku bergetar panjang. Pertanda ada telepon.

Panggilan masuk dari
Kak Adam

"Eh? Lagi?"  monologku menyuarakan pikiran.

Aku pun menggeser tombol hijau.

"Iya, Kak?"

"Kirimin revisianmu ke aku coba."

"Hah? Buat apa, Kak?"

"Katanya Ilham, kamu kesulitan revisi. Aku disuruh bantuin kamu."

Aku ber-oh ria.

"Oke, Kak, bentar."

Setelah aku mengirimkan fileku. Aku teringat tadi belum bertanya Kak Adam sedang apa.

Tapi kan udah tadi? Tanyain nggak ya?

"Kak Adam lagi ngapain?" tanyaku.

"Akhirnya ditanyain balik," ucapnya sedikit membuatku tercengang. Ternyata benar, tadi hening karena Kak Adam menunggu aku bertanya balik!

Ahhh, kiyowooo, kiyuutttnyaa.

Jadi pengen peluk terus uyel-uyel Kak Adam wkwk. Itu pemikiran sebelum dia memberikan ceramah panjang lebar tentang 'Latar Belakang' tugasku.

"Pantesan, banyak yang salah. Coba deh kamu lihat paragrafmu balik. Contohnya di paragraf pertama, ada kalimat 'akhir-akhir ini', sedangkan ini tugas untuk calon skripsi, kan? Satu tahun lagi masih bakal jadi akhir-akhir ini dong?"

"Oh iya ya, Kak. Baru sadar."

"Terus paragrafmu kebanyakan mengandung banyak ide. Seharusnya satu paragraf satu ide. Ini paragrafmu tidak kohesi dan tidak koheren. Contohnya di paragraf ketiga, kalimat awal menunjukkan ide, tapi kalimat selanjutnya bukan berisi pengembangan ide atau membantu pengembangan kalimat awal, tapi malah memunculkan ide baru."

Aku cukup terkejut mendengar ucapan Kak Adam. Sepertinya ini pertama kalinya dia berbicara panjang padaku.

Aku terkekeh.

"Kok ketawa?"

"Nggak apa-apa, lucu aja."

"Makasih pujiannya."

"Dih, narsis juga ternyata ini orang," gurauku, dia tertawa.

Dan kuhabiskan malamku dengannya (merevisi tugas bersama). Sesekali kita saling bergurau. Dari banyak menit yang kuhabiskan bersama Kak Adam, aku mengetahui bahwa...

Aku merasa nyaman.

---
Semoga suka!
Tungguin kelanjutannya ya.
❤️

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang