Bagian 12 : Menyebalkan

57.9K 5K 54
                                    

Lucu. Setelah bersikap seakan aku yang didamba, sekarang aku merasa dibuang.

—Ara

---

Drrttttt

Ponsel di saku Ara bergetar ada panggilan. Ara yang sedang tidur pun terbangun. Ia mengerjap-kerjapkan matanya.

"Aww!" ringis Ara saat mengubah posisinya tertidur menjadi duduk dengan tegak. Lehernya terasa sakit.

"Duh, ketiduran posisi gini, leherku rasanya sakit," ringisnya.

Ia lalu mengambil ponselnya dan mengangkat telepon. Ternyata Puput yang menelepon.

"Halo, Put?" tanya Ara.

"Kamu dimana?"

"Di rumah, Bebi."

"Loh, aku barusan lihat motor kamu di parkiran. Kamu emangnya nggak kuliah Prof. Indra?"

Ara menengok ke arah jam di dinding. Pukul 09.45.

"Ohiya yaampun, aku ketiduran," ucap Ara malas. "Bentaran deh, aku mau prepare dulu. Lagian kamu rajin amat, kuliah kan jam 10.20," ucapnya sambil berdiri dan berjalan meninggalkan Adam. "Prof. Indra nggak ada kasih tugas kan?"

Saat suara Ara mulai menjauh, Adam membuka mata dan melihat punggung Ara yang semakin menjauh sebelum hilang berbelok.

Adam tersenyum malu-malu dengan menggigit bibir bawahnya. Otak cerdasnya memikirkan suatu rencana untuk berterima kasih pada Ara.

---

"Oke! Laptop udah dibawa, buku Sastra dan Ilmu Sastra udah, HP masuk, ATK, kipas, lipstik, jaket, flashdisk, earphone," ucap Ara sembari berjalan menundukkan kepala mengecek barang bawaannya. Sampai suara bariton Adam merebut perhatiannya.

"Udah siap-siapnya?"

"Loh, Kak Asam ngapain?!"

"Ayo berangkat. Aku anter ke kampus."

Ara menghampiri Adam. "Kak Adam kan lagi sakit! Istirahat sana!" ucapnya sembari menarik tangan Adam untuk segera masuk kembali.

Adam menahan posisinya.

"Kak, ayo masuk! Nanti aku yang dimarahin Bang Ilham!" kukuh Ara menarik tangan Adam.

"Ra," panggil Adam kemudian melepas tarikan tangan Ara, berganti menjadi menggandeng tangan Ara. Tangan mereka saling bertautan.

"Eh," kaget Ara kemudian berbalik melihat Adam. "Kak, tangannya tolong dikondisikan."

NANTI KALAU AKU BAPER KAN BERABE! lanjutnya dalam hati.

Matanya yang melihat ke arah genggaman tangan tidak sengaja melihat ke arah perut Adam.

Aaaa! Roti sobek aduhhh.

"Ra?" panggil Adam membuat Ara tersadar dan mengalihkan pandangannya. "Lagi liatin apa?" tanya Adam dengan menahan tawanya karena menangkap basah Ara.

"Kak Adam pakai bajunya Bang Ilham tahun berapa sih? Bisa ketat banget gitu."

"Emangnya kenapa? Bagus kok, pas buat aku," ucap Adam kemudian maju satu langkah. Sedangkan Ara reflek memundurkan wajahnya. "Aw," ringis Ara, lehernya masih sakit.

"Kamu udah lihat yang tanpa balutan selembar kain, kenapa pipi kamu masih merah gitu?" tanya Adam membuat Ara melotot dan menarik tangannya dari genggaman Adam.

"APASIH FRONTAL BAGNET! EH... BANGET, TUH KAN JADI KESLEO LIDAHNYA!"

Adam terkekeh pelan. "Makasih udah khawatirin aku. Tapi kalau aku nggak berangkat hari ini, yang nganter kamu siapa? Yang ngajar nanti sore siapa?"

Ara menggeleng. "Aku nggak khawatir sama Kak Adam, aku khawatir nanti akunya dimarahin Bang Ilham."

Adam mengabaikannya dan menaiki motor miliknya. "Jadi?"

"Aku bisa ngojek!"

"Itu bayar, ini gratis," ucap Adam sambil menepuk-nepuk jok belakangnya.

"Udah ayok, nggak usah malu-malu," lanjutnya lalu memberikan helm milik Ara. Ara menatap Adam yang sedang menaik-turunkan alisnya.

Tuhan, makhluk di depanku kenapa begitu menyebalkan?

---

Dalam perjalanan menuju kampus, baik Ara maupun Adam sama-sama masih diam.

Dari kaca spion, Adam melihat Ara yang memijat ringan lehernya. Sepertinya terlihat lebih sakit saat memakai helm.

"Boleh sandaran kok."

"Apasih modus," sinis Ara. "Kak Adam hari ini kenapa sih?"

"Kenapa apanya? Aku tahu lehermu sakit buat tegak, jadi aku bolehin kamu sandarin kepala. Letak modusnya di mananya?"

Ara diam. Namun kepalanya perlahan menyandar ke punggung Adam.

Adam tertawa. "Jangan-jangan kamu yang mau modus."

"Leherku sakit, dan aku nyenderin kepala buar kerasa enakan. Letak modus di mananya?" tanya Ara membalikkan ucapan Adam.

Kemudian hening sampai di lingkungan kampus.

Adam menepikan motornya di jalan raya depan gerbang rektorat. "Turun," ucapnya.

Ara menurut dan turun. "Kenapa, Kak? Ada yang salah sama motornya?"

"Nggak. Aku anterin kamu sampai di sini."

"Dari sini ke gedung G kan masih lumayan, apalagi ke arah parkiran dulu naruh helm."

"Itu terserah kamu. Yang penting aku udah anter kamu sebagai rasa terima kasih udah rawat aku. Sama halnya kamu khawatir ke aku gara-gara takut Ilham marahin, aku juga khawatir Ilham marahin aku karena nggak berterima kasih. Kita impaskan?" ucap Adam lalu melajukan motornya.

Ara speechless dibuatnya. Heran dengan kelakuan Adam.

Ara mengepalkan erat tangannya menahan kesal. Giginya bergemertak. "Lucu. Setelah bersikap seakan aku yang didamba, sekarang aku merasa dibuang. Apa sih maunya Si Dosen gila itu!"

---

Hehe, hope u like it.
:)

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang