Bagian 48 : Menjadi Seorang Ibu

33.1K 2.6K 52
                                    

Semoga publishannya benerrrrr. Komen ya kalau masih belum bener. Makasiww

---

Terkadang, kita tahu... kenyataan dan ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan. Tapi tanpa sadar, kita terus berekspetasi dan beberapa kali kembali dikecewakan oleh kenyataan. 

-Tertanda, Ilham Ganteng!

***

Adam sedang duduk di teras rumah dengan Bunda setelah kejadian dari Indoagustus beberapa jam yang lalu.

"Beneran?" tanya Bunda mencoba meyakinkan bahwa yang didengarnya itu benar.

Adam mengangguk. Wanita paruh baya itu tertawa. "Bunda nggak bayangin sih ekspetasi kamu udah pagi-pagi banget beli testpack, eh pulang-pulang Ara lagi dapet bulanan."

Ilham tiba-tiba nyelonong keluar dari dalam rumah sembari berkata,"Ekspetasi emang kadang nggak sesuai sama realita. Terkadang, kita tahu... kenyataan dan ekspetasi tidak sesuai dengan kenyataan. Tapi tanpa sadar, kita terus berekspetasi dan beberapa kali kembali dikecewakan oleh kenyataanKamu kurang usaha kali, Dam. Coba ganti gaya-"

Plakkk

Adam melempar sampah bekas sosis bakar miliknya ke muka Ilham

"Woiii, aing belum kelar bicara juga! Bundaaa, anakmu yang ganteng ini dilemparin sampah sama bedebah gila ituuu!" lapornya pada Bunda.

Adam melotot. "Mulutnya dijaga makanya! Gaya apa coba?! Lagian kamu nguping? Aku kan nggak ngobrol sama kamu!"

"Gaya ikhtiarnya! Kamu kira gaya apa! Dasar Omes! Bunda tolongin akuuu, aku difitnahh...." rengek Ilham dengan wajah teraniaya.

Bunda yang melihatnya menggelengkan kepalanya heran. Punya anak laki satu tingkahnya bikin heran. "Bang, sampahnya diambil terus dibuang ke tempat sampah dulu," perintahnya yang diangguki Ilham.

Ilham segera memungut sampah itu dan berlalu untuk membuangnya ke tempat sampah.

Nurut banget si Ilham ke Bunda? batin Adam.

"Kamu nggak sabar ya mau punya anak?" tanya Bunda yang dihadiahi tatapan horror Adam. "Nggak usah kaget gitu mukanya."

"Kalau belum dikasih ya mau gimana lagi, Bunda? Ara juga kayaknya masih belum siap."

"Kamu udah punya tabungan persiapan buat kehamilan, kelahiran, dan keperluannya?"

Ilham mengangguk. "Adam udah nyicil, Bunda."

"Menjadi seorang ibu itu bukan sesuatu yang gampang. Waktu hamil, nggak bisa gerak bebas, mau ini-mau itu dilarang, belum lagi kalau ada morning sickness. Waktu ngelahirin, taruhannya nyawa. Waktu udah lahir, harus bisa jaga diri sama adek bayinya, belum lagi kalau lahirannya sesar, harus ngobatin diri sambil jaga bayi. Capek urusin semuanya... waktu tidur, bayinya nangis ya harus bangun, susuin anaknya atau ganti popok. Belum kalau lagi rewel, mau istirahat aja susah. Muncul tantrum waktu batita, prasekolah mulai deh keras kepalanya dan harus selalu awasin dia dari jauh supaya nggak jatuh ke pergaulan yang salah tapi juga nggak terlalu ikut campur. Belum ditambah pekerjaan rumah. 

Tapi, walau berat, kamu tahu kenapa masih ada orang yang mau ngelahirin untuk yang kedua kalinya atau lebih?"

Adam tersenyum. "Karena walau berat, tapi ada sisi membahagiakannya?"

"Betul. Walaupun berat dan melelahkan, banyak hal-hal sederhana yang membuat seorang ibu bahagia. Saat melihat anaknya tertidur dengan pulas, karena sikapnya yang polos, tawanya, manjanya. Saat menjadi ibu, bahagia itu rasanya sederhana tapi berkesan. Jadi, Dam, kalau misalnya suatu hari anak kamu perempuan, ajarkan dia tanggung jawab sebagai seorang ibu. Kalau laki-laki, sampaikan padanya untuk membantu istrinya juga melakukan aktivitas pekerjaan rumah. Istrimu kelak bukan pembantumu, dan membantu pekerjaan istri bukan sesuatu yang memalukan, tapi malah mengagumkan. Kamu paham maksud Bunda, Dam?"

"Iya, Bunda. Itu nasehat buat Adam juga."

Adam kini tahu kenapa Ilham sebegitu penurutnya dengan Bunda dan bahkan tidak malu melakukan pekerjaan rumah yang biasa dilakukan perempuan. Karena Ilham menghormati Bundanya. Wanita dengan raut wajah jenaka dan sedikit keriput di wajahnya itu membuat kepala terasa ringan hanya dengan mendengar suaranya. Tidak hanya sebagai orang tua, tapi juga sebagai sahabat yang bisa membuat nyaman. Tegas ingin dihormati selayaknya orang tua, tapi juga mengerti bahwa anaknya juga berhak untuk dihormati. Jika salah mengaku salah, bukan mencari pembenaran dan tidak ingin mengalah karena gengsi.

Aku jadi penasaran, akan jadi orang tua macam apa ya aku?

"Bang," panggil Ara yang sedari tadi mendengarkan dari belakang pintu rumah. "Sini deh."

"Kenapa, Ra?" tanya Adam. Raut wajah Bunda juga terlihat penasaran.

"Sini aja dulu, ikut Ara ke kamar sebentar."

"Bunda, Adam pamit ke Ara sebentar," pamit Adam yang mendapatkan anggukan. Ia bergegas menyusul Ara di kamar.

"Bang," panggil Ara, padahal mereka sudah berhadap-hadapan.

"Iya?"

"Bang, Ara bingung gimana ngomongnya."

"Kenapa emangnya? Ada apa? dicoba pelan-pelan ngomongnya."

"Masalah pembalut yang abang beliin tadi...." Ucapan Ara menggantung.

"Kenapa? Pembalutnya ada yang salah?"

"Itu... tadi kan Ara mau ambil pembalutnya di kantong kresek, terus gak sengaja liat testpacknya juga. Akhirnya, karena tadi abang udah pagi-pagi banget beliin, akhirnya Ara coba aja."

"Terus-terus?? Gimana?" tanya Adam dengan penasaran.

"Ara hamil."

"Ha? Serius? Tapi kok bisa?"

"Ya bisa! Kan abang yang buat."

Adam mengusap mukanya. "Bukan gitu maksudnya. Kamu beneran hamil? Kok bisa? Kamu kan halangan? Nggak mungkin, 'kan? Kamu yakin bener cara pakeknya?"

"Giliran beneran hamil malah nggak percaya. Gimana sih?"

"Aduh, bukan gitu, Sayangku. Kamu kan halangan, mana bisa tiba-tiba hamil?" tanya Adam dengan khawatir.

"Abang kok nggak kelihatan nggak seneng?"

"Bukan gitu. Abang seneng. Tapi gimana sama tamu bulanan kamu?"

Ara nyengir. "Itu flek, Bang. Tadinya Ara juga bingung. Kok bisa positif padahal halangan, ternyata waktu baca di internet, itu flek tanda kehamilan, bukan halangan. Pantesan sedikit pikir Ara."

"Jadi, kamu beneran hamil?!"

"Iya."

HUPPP!

Dalam sekali gerakan, Ara sudah berada dalam gendongan Adam. "Alhamdulillah. Selamat, sebentar lagi kamu akan jadi seorang ibu dan aku jadi seorang ayah! Keluarga kita bakalan lengkap, Ra!"

Ara tersenyum dan memeluk Adam. Entah perasaan takutnya yang menggendong anak dengan mengerjakan skripsi yang dipikirkan saja melelahkan meluap entah kemana. Hanya ada perasaan tidak sabar ingin melihat kehidupan baru yang akan segera hadir dari rahimnya dan menunggu hal-hal luar biasa yang akan ia alami sebagai Ibu.

Aku akan menjadi seorang ibu!

***

Wih, kayaknya kelanjutan novel ini bakalan ditemenin kebucinan Adam yang coming soon jadi seorang ayah wkwk.

Semoga suka.

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang