Bagian 19 : Terlalu Berharap

44.7K 4.3K 24
                                    

Andrian mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Setelah meninggalkan salah satu cewek yang mau dia porotin di pinggir jalan, ia bingung mau melakukan apa setelah ini.

Ia pun menepikan motornya dan berhenti. Dirogohnya saku untuk mencari ponsel.

Sroll.

Ia menggulir layarnya yang menampilkan deretan kontak para mangsanya.

"Nggak ada yang menarik," gerutunya. "Mereka semua ngebosenin."

Ia menghela napas.

BRAK!

Sebuah dentuman keras mengagetkan Andrian. Sebuah kecelakaan terjadi tepat di depannya.

"Anjir, sialan bikin kaget!" gerutunya. Ia melihat dari sepeda motornya berada.

Sebuah motor ditabrak dari belakang oleh motor lain. Yang menabrak marah-marah kepada motor di depannya.

Perempuan pemilik sepeda motor yang ditabrak itu berdiri dan melepas helmnya. Rambut yang sebelumnya diselipkan di dalam helm pun terurai indah ke bahunya.

Perempuan itu membungkuk sepertinya sedang meminta maaf.

Andrian menatap perempuan itu dari samping. Seperti mengenalnya. Dan karena mereka masih cek-cok, lalu lintas di sekitar pun mulai macet.

"Dia?" ucap Andrian kemudian turun dari motornya dan berjalan menghampiri tempat kejadian.

"Maaf, ada apa ya?" tanya Andrian kepada penabrak. Seorang wanita paruh baya itu terlihat sedikit kaget mengetahui Andrian.

"Itu... dia tiba-tiba berhenti di depan saya, jadi saya tabrak. Dia yang salah, tapi orang-orang bakal mikirnya saya yang salah," kesal wanita paruh baya.

"Maaf, Bu. Tadi sepeda saya tiba-tiba mogok karena terlalu di rem. Motornya emang sering begitu. Maaf banget ya, Bu."

Andrian melihat perempuan yang menjelaskan sambil menunduk itu terlihat merasa bersalah. "Ibu baik-baik saja? Motornya tidak yang rusak, 'kan? Jadi tolong dimaafkan ya pacar saya ini," ucap Andrian lalu merangkul perempuan yang sedang menunduk di sampingnya.

Perempuan itu langsung mendongak melihat laki-laki yang sedang merangkulnya. Matanya membelalak.

"Lain kali pacarnya dijaga, untung nggak sampai parah," ucapnya lalu pergi.

"ANDRIAN?! Kamu ngapain peluk-peluk aku?!" teriak perempuan tadi lalu melepaskan pelukan Andrian.

"Kenapa? Aku barusan selametin kamu lo, Put."

Ya, perempuan itu adalah Puput, teman Ara.

Andrian mengabaikan pertanyaan Puput dan meminggirkan sepeda motor Puput agar tidak menyebabkan kemacetan.

"Nggak nau ngucapin terima kasih?" tanya Andrian.

"Makasih," ucap Puput lalu merebut kembali sepeda motor yang sebelumnya dipegang Andrian.

"Gitu aja?"

"Mau kamu apa lagi? Jadiin aku pacar kamu kayak yang kamu bilang ke ibu tadi?"

"Wah, tepat banget."

"Sorry, aku sibuk buat main-main begitu sama kamu," ucap Puput lalu mencoba menghidupkan motornya. Namun tidak bisa.

Huh, mulai deh motornya ngambek, minta dipancal manual. Ayolah, biar pergi dari Andrian dulu.

"Kamu mau kemana?" tanya Andrian.

"Ngapain tanya-tanya? Udah sana kembali ke habitatmu," ucap Puput lalu mendorong dada Andrian agar menjauh. Namun Andrian malah mencekalnya.

"Kamu oke juga kalau pakai baju gitu."

"Matamu jangan jelalatan. Ini baju kerja!"

"Oh, kamu kerja? Mau aku anterin?" tawar Andrian.

"Nggak, makasih."

"Atau aku bantuin?"

Puput menarik tangannya dari tangan Andrian dan menghela napas. "Oke. Tolong bantuin aku," ucap Puput yang membuat Andrian tersenyum

===

Ara terbangun dan menemukan dirinya berada di dalam mobil Adam.

"Udah bangun?" tanya Adam yang berada di sampingnya.

Ara mengangguk lemah.

"Kita mampir ke SPBU bentar ya?" Lagi-lagi Ara hanya mengangguk.

Adam memarkirkan mobilnya dan keluar.

Ara menghela napas.

Ara melebarkan matanya. "Eh tunggu. Aku tadi ketiduran di ruang tamu calonnya Kak Adam, 'kan? Terus kok ada di mobil?"

Suara pintu mobil dibuka mengejutkan Ara. "Kenapa, Ra?"

Ara menggeleng.

"Kamu kenapa diem aja?" tanya Adam saat sudah di dalam mobil.

"Nggak kok."

"Nih, minuman dingin."

"Makasih." Ara mengambil dan meminumnya. "Kak, tadi aku ketiduran di ruang tamu kan? Kok tetiba aku di mobil?"

"Aku yang gendong."

"Ngg. Maaf jadi ngrepotin."

Adam menggeleng pertanda tidak masalah.

"Ra, aku mau tanya," ucap Adam dengan nada serius.

"Apa? Kok kayak serius banget, Kak?" tanya Ara kemudian terkekeh. Mencoba mencairkan suasana.

"Menurut kamu, aku udah siap menikah atau belum?"

Deg!

Entah kenapa dada Ara terasa bergemuruh. "A-anu."

"Jawab jujur, Ra."

"Anu... Kenapa harus tanya ke aku sih? Haha."

"Ra, please."

"K-kak Adam orangnya kalau aku lihat udah cocok kok. Udah mapan, keren, terpelajar, ada pekerjaan, udah siap kok."

"Kalau misal aku mau lamar perempuan, kira-kira dia mau terima aku nggak—"

"Ayo pulang, Kak. Aku capek rasanya. Kak Adam besok juga harus jadi dosen, 'kan?" potong Ara lalu memalingkan wajahnya ke arah jendela dengan perasaan campur-aduk.

Bagi Kak Adam aku ini apa? Apa aku terlalu baper karena Kak Adam yang baik dan sering perhatian ke aku? Kak Adam cuma anggap aku adik dari sahabat baiknya? Aku yang terlalu berharap karena Kak Adam yang selalu nolongin aku?

===

Mau double update?
Gass komen di siniiii!!

Tertanda Dosenmu (Complete ✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang