"Ra, beli bakso yuk di gang depan," ucap Adam pada Ara. Merasa tidak ada yang menyahut, Adam pun menoleh, melihat Ara yang ternyata sedang fokus menata dekorasi rumah.
Mulutnya komat-kamit bermonolog pelan. Mengungkapkan apa yang dipikirkannya mengenai tata letak. Sesekali setelah bermonolog ia menjentikkan jari laku memindah ke tempat lain.
Adam tersenyum dan menghela napas. "Yaudahlah, nanti aja nunggu Ara."
Ia pun melanjutkan aktivitasnya, ia membawa kardus berisi berkas-berkas ke dalam kamar.
Setelah selesai. Ia merebahkan diri di atas kasur. "Rebahan bisa senikmat ini ya."
Ia menggerakkan kakinya. Menggesekkannya pelan di atas kasur mencari kenyamanan.
Ia membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan yang masuk. Kemudian beralih ke sosial media, entah itu hanya menggulirkan layar, maupun iseng melakukan yang lain.
Setelah puas, ia melihat jam dan terkejut dengan cara estetik. "Wah, udah jam segini aja. RAA, AYO MAKAN BAKSOO!" teriaknya memanggil Ara.
"Kok diem aja? Nggak ada suara juga." herannya kemudian berlari, takut terjadi apa-apa.
Adam mendesah lega saat menemukan Ara sedang sibuk menata dekorasi di tempat lain.
"Ra, aku laper. Beli bakso yuk."
Ara hanya diam. Mendapati respon Ara yang dari tadi diam saja, Adam memanyunkan bibirnya. Ara sangat gila kesibukan, melakukan ini itu membuat Adam merasa kesal dan cemburu karena tidak diperhatikan.
Cemburu pada kesibukannya.
Adam mengetuk-ketuk lemari di sampingnya untuk mencuri perhatian Ara. Namun, Ara hanya menoleh singkat.
Ia beralih menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. "Wah, lantainya keras ya," ucap Adam keras yang tidak digubris Ara.
Adam pun memutuskan duduk di ruang tamu dan melihat Ara yang sibuk ini-itu.
Akhirnya setelah selesai semua urusan Ara. Adam menghampiri Ara dan happ... ia membopongnya di bahu dengan diam.
"Ba.. Bang Adam, terima kasih sudah membantu. Bi.. bisa turunin aku sekarang?" tanya Ara dengan nada panik sekaligus kaget.
Sampai di ruang tamu, Adam hanya diam. Dia menurunkan Ara di sofa.
"Udah?" tanya Adam singkat.
Ara merasa kikuk. "I-iya, udah."
Merasa nyaman di atas sofa, Ara menyandarkan punggungnya dan menghela napas panjang.
Melihat wajah istrinya yang kelelahan tangan Adam terulur dan mengelus kepala Ara. "Bahkan saat lelah pun kamu masih bersinar."
Pipi Ara bersemu merah. "Hehe, terlalu excited aku."
"Jadi gimana? Beneran udah selesai sibuk-sibukannya?"
"A.. A.. I-iya hehe."
Adam duduk di samping Ara. "Bahkan sama kesibukanmu aja aku cemburu, Ra."
Ara menoleh dengan cepat mendengar ucapan Adam. Barusan ia tidak salah dengar kan?
"Cemburu?" tanya Ara.
Adam mengangguk. "Habisnya kamu cuekin aku, nggak gubris aku sama sekali."
"Aku nggak denger."
"Hah? Nggak denger? Seriusan?"
"Aku terlalu fokus, Bang."
"Fokus sampai lupain aku," rajuk Adam. "Liat nih!" Adam menggerakkan tangannya seperti sedang gemetar dengan keras. Jelas sekali itu hanya dibuat-buat olehnya. "Aku sampe gemetar gara-gara laper. Diajakin makan bakso di gang depan dari tadi cuma diem."
Mendengar keluhan Adam, Ara mengulum bibirnya ke dalam menahan senyum.
Ia mengubah posisinya dan bersandar pada bahu Adam. "Wah, bahunya nyaman banget kayak kasur."
Adam hanya diam.
"Bang Adam pengen bakso di gang depan? Yang kita lewatin bau kuahnya sedep itu?"
Adam hanya diam mengangguk. Ara menggenggam tangan Adam. Menautkan jari-jemarinya di jemari Adam.
"Beli yuk sekarang?"
"Udah nggak minat."
Ara menggerakkan kepalanya di bahu Adam. "Beneran bahu Bang Adam nyaman banget kayak kasur, berasa lagi rebahan."
Adam menggenggam erat tangan Ara yang dari tadi tertaut. "Berhenti atau kamu benar-benar saya bawa tidur di atas kasur!" kesal Adam formal.
Mendengarnya Ara beringsut mundur dengan terkekeh. "Ututu, yang dari tadi ngidam bakso, unyu banget sih...." Ara mencubit pipi Adam dengan satu tangannya yang bebas.
Adam membalikkan posisi dan mengurung tubuh Ara dengan kedua tangannya. Ia menatap mata Ara dalam.
"Bang? Mau ngapain?" cicit Ara.
"Jangan godain saya! Saya buas kalau sedang lapar!" kilah Adam lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Ara.
Ara reflek memejamkan matanya. Melihat itu Adam menahan senyumnya lalu memasang ekspresi dingin.
Krucuk-krucuk.
Aduh mampus perut aku pakek bunyi segala! batin Adam merutuki.
Doengggghh! Ara langsung membuka matanya. Matanya membulat lalu tertawa keras.
Karena malu, Adam membenarkan posisinya menjadi duduk tegak.
Ara yang melihat itu pun berdiri. "Dahlah, Bang. Ayo," ajak Ara kemudian menarik tangan Adam agar segera berdiri dan pergi membeli bakso.
Setelah mengambil dompet dan ponsel, mereka pergi ke depan gang.
"Bang, diem-diem bae," ucap Ara pada Adam yang berjalan di sampingnya.
"Nggak tahu."
"Udah hampir sampai, habis ini kita makan sampei kenyang deh baksony-" Ucapan Ara menggantung melihat Mamang penjual bakso sudah mulai menutup gerainya.
"Mang? Udah habis baksonya?" tanya Ara.
"Oh, udah habis, Neng. Nengnya belum beruntung nih, besok coba lagi ya," balas Mamang itu dengan bercanda.
"Waduh," ucapnya refleks lalu melirik ke arah Adam yang menatap dengan tatapan kecewa.
"Kalian orang baru ya? Kok jalan kaki ke sini tapi wajahnya nggak familiar."
"Iya, Mang. Ini suami saya bilang pengen banget bakso di sini, kayak orang lagi ngidam. Pas tadi pindahan dia cium bau kuahnya sedep banget."
Adam hanya mengangguk tipis dengan tersenyum.
"Ohhh, biasa itu Neng!" ucap Mamang heboh.
Ara mengernyit tidak paham. "Maksudnya?"
"Udah biasa, kadang emang kalau lagi hamil yang ngidam bisa suaminya, bukan istrinya."
Mendengar ucapan Mamang itu Adam dan Ara saling tatap seakan sedang kompak mengatakan—
Unboxing aja belum!
***
Yok dukung author yok biar lebih semangat update dengan klik bintang dan komen sebanyak-banyaknya.
Laffyu all.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tertanda Dosenmu (Complete ✓)
RomanceSerangkaian kejadian tidak terduga membuat mereka harus melakukan sebuah pernikahan. Walaupun bagi yang lain, menikahi dosen dengan rambut hitam legam dan segala paket plus-plus itu merupakan suatu rezeki nomplok, tapi bagi Ara tidak. Bagi Ara, kel...