Kyle mengeluarkan pedangnya dan memintaku untuk menunggu didepan kabin selagi menyisir keadaan didalam kabin. Aku berdiri menatap sekeliling. Tidak ada apa-apa, hanya warna hitam dan gelapnya hutan yang kulihat sejauh ini. Waktu masih menunjukkan siang, tetapi kegelapan hutan ini menelan semua cahaya yang ada disekitarnya.
"Athena, ayo," Kyle berdiri didepan pintu kayu, matanya melihat-lihat kearah lain. Aku mengangguk dan segera masuk kedalam kabin. Kyle menutup pintu kayu dibelakangku dan menguncinya. Kemudian dia berjalan meninggalkanku untuk mengambil lentera untuk membuat penerangan diruangan yang tidak memiliki cahaya sedikitpun.
Kyle meletakkan lentera di tengah-tengah karpet di depan perapian yang tidak menyala. Kami tidak mungkin menyalakan perapian karena asap dari apinya akan menandakan kalau seseorang berada di kabin ini dan itu akan membayakan kami.
Aku dan Kyle duduk bersebrangan didepan lentera. Yang kami harus lakukan sekarang adalah menunggu Grey dan yang lain datang.
Kyle merebahkan diri didepanku, sedangkan aku duduk menatapnya diantara cahaya temaram.
"Istirahat saja, kita tidak tahu kapan mereka akan datang," ujarnya, kemudian dia memejamkan matanya. Aku mengangguk mengiyakan, lalu ikut merebahkan diri disampingnya.
Cahaya temaram dari lentera didepanku kini mulai menggelap bersamaan dengan kelopak mataku yang tertutup.
Suara bantingan pintu membuatku dan Kyle terkejut dan terbangun dari tidur kami. Kyle melompat seketika dengan pedang terarah siaga, sedangkan aku dapat merasakan tubuhku membuat logam pelindung diseluruh tubuhku.
Didepan kami berdiri beberapa orang yang sudah tidak asing dan seorang perempuan dengan rambut berwarna ke unguan. Grey berlari kearahku dan memelukku seketika. Aku membalas pelukannya sama erat.
"Oh, tuhan, Athena, aku bersyukur kau baik-baik saja,"
"Aku senang kau bisa kemari," balasku. Grey masih memelukku erat, dia sepertinya tidak ingin melepaskan pelukan kami ini.
"Sudah cukup dramanya," Kyle memisahkanku dari pelukan Grey. Grey terlihat sedikit kesal karena aku dapat mendengar dia menggeram kecil.
Tidak lama kemudian, para Half yang ada didepanku berhambut memelukku.
Britanny, Karen, Margoth, Frozz, Torch. Tunggu, aku tidak melihat Brian dan Nick disini.
"Dimana Brian dan Nick?" tanyaku seketika. Mereka semua mendadak menunduk menandakan duka. Oh, tuhan. Jangan katakan mereka-
"Brian dibunuh oleh para Traitor, sedangkan Nick melindungi Karen dari Cann," jelas Torch. Seketika mataku berair mendengar kabar buruk yang secara tidak langsung menjadikan aku penyebabnya.
Brittany didepanku tersenyum masam. Aku segera menariknya kedalam pelukanku, dia tidak menangis, sedangkan aku menangis. Padahal, dialah saudarinya.
Brian, Half pertama yang mengakui darah Halfku saat aku tiba diruangan Half. Ilmuwan dari kalangan Half yang tidak pernah jauh dari bukunya. Sedangakan, Nick. Dialah orang pertama yang menyerangku dengan senjatanya, mengatakan kalau kuda-kudaku buruk. Aku merindukan mereka. Mereka semua mati karena berusaha melindungiku yang tidak memiliki apa-apa. Ada apa sebenarnya?
"Maafkan aku, karena aku saudaramu-" Brittany menutup bibirku dengan tangannya yang bersarung.
Bibirnya membentuk senyum masam,
"Brian memilih jalannya sendiri, dia baik-baik saja disana, aku yakin itu," ujarnya dengan senyum yang tidak terlepas dari bibirnya. Brian baik-baik saja. Tentu saja, para Cann dan Traitor itu tidak akan lagi bisa menyentuh Brian dan Nick disana.